Ketiga laki-laki yang wajahnya babak belur merebahkan tubuh mereka di atas sofa berwarna merah marun. Fabian membuka seragamnya yang terdapat bercak darah dan melempar benda itu asal."Gue ambil p3k dulu." Fabian berdiri dari tempatnya. Dia berjalan ke arah dapur untuk mengambil obat obatan. Tak butuh waktu lama, hanya sekitar lima menit dia sudah mendapatkan benda yang dia cari.
Fabian menaruh kotak berwarna putih itu di atas meja. Bryan mulai mengambil beberapa kapas dan juga alkohol. Dia mengeluarkan handphonenya dan memencet icon camera untuk bercermin dan membantunya juga untuk membersihkan luka-lukanya.
"Awww." Bryan meringis ketika kapas yang sudah di lumuri alkohol mengenai sudut bibirnya
"Sini gue bantuin." Rachel berdiri dari tempatnya. Dia menghampiri Bryan dan duduk di hadapan lelaki itu.
Bryan mengangguk. Setelah itu, Rachel mengambil kapas yang Bryan pegang dan mulai mengobati luka yang terdapat di sudut bibir Bryan
Bryan menatap Rachel lekat. Jaraknya dan Rachel kini sangat dekat. Dia memejamkan matanya ketika tangan Rachel menyentuh wajahnya. Hangatt
"Aduh," ucap Bryan sambil memegangi tangan Rachel. Keduanya saling menatap. Bibir Rachel mengatup rapat menahan detak jantungnya yang berdegup cepat.
"Bibir lo berdarah lagi." Rachel menyentuh sudut bibir Bryan dengan telunjuknya, tanganya terkena noda merah dan wajahnya mulai terlihat khawatir.
"Aww," pekik Bryan lagi. Rachel refleks meringis ketika dia melihat wajah Bryan yang menahan sakit
"Maaf maaf," kata Rachel dengan nada bersalah. Dia langsung melanjutkan mengobati Bryan dengan kapas yang sudah di lumuri alkohol
Mata Bryan menatap wajah Rachel inci. Dari hidung, mata, pipi hingga bibir. Pandanganya terhenti ketika matanya melihat ke arah leher Rachel yang terdapat luka di sana.
"Leher lo luka?" Tanya Bryan yang ingin menyentuh leher Rachel. Namun, wanita itu sudah menyentuhnya duluan.
"Cuma ke gores kukunya si Varo aja, kok." Rachel tidak memperdulikan lehernya. Dia masih fokus mengobati sudut bibir Bryan yang kini sudah di tetesi obat merah.
"Selesai," ucap Rachel sambil membereskan beberapa kapas yang berserakan dan juga menaruh kembali obat obatan p3k ke dalam kotak berwarna putih.
Rachel berdiri, dia berniat untuk kembali duduk di tempatnya. Namun pergelangan tangannya dicekal oleh seseorang.
"Makasih." Manik mata Bryan menatap Rachel dalam. Senyumnya terukir indah di wajah lelaki itu. Rachel hanya bisa mengangguk dan membalas senyuman Bryan. Dan wanita itu kini sudah duduk di tempatnya semula.
"Awww," pekik Fabian keras. "Pelan pelan Vinaa." Lanjut Fabian lagi.
Suara Fabian membuat beberapa orang yang berada di ruang tamu menoleh, melihat Fabian yang sedang meringis kesakitan.
"Lemah banget jadi cowo," ucap Vina kesal sambil melempar gulungan kapas ke arah Fabian.
"Sakit anjir." Fabian menyubit pelan punggung tangan Vina. Dan perempuan itu menatap Fabian acuh
"Eh, tangan lo luka juga?" Tanya Fabian sambil mengamati luka yang tertera di tangan Vina. Perempuan itu mengangguk sambil memutar bola matanya malas.
"Duduk di samping gue!" Pinta Fabian sambil menepuk nepuk sofa di sampingnya
"Ngapain?" Tanya Vina
"Gue obatin."
Vina menggeleng.
KAMU SEDANG MEMBACA
something i need
Teen Fictionketika cinta membuat semuanya berubah. apakah aku masih menginginkan pria yang membuat dunia ku bewarna? atau tidak sama sekali. karna ku tahu semua tidak akan seperti yang ku bayangkan!