that night

311 32 3
                                    

Ben tidak menjawab panggilan ku. Lagi. Dasar bule gila! Ini sudah tengah malam dan ia mengabaikan panggilan ku? Katanya ia berjanji untuk menjemput ku setelah pulang kerja. Dasar lelaki tidak ada yang bisa ku percaya kata-katanya.

Lebih baik aku pulang sebelum hari semakin larut, besok aku punya ujian di pagi hari. Bagus sekali.

Flat ku tidak terihat sunyi seperti biasanya. Aku tahu Ben pasti sudah pulang dan tentu saja dia tidak sendirian. Dengan menarik nafas yang cukup dalam aku membuka pintu flat kami. Di sana sudah ada sekitar lima orang terhitung Ben. Mereka duduk bersorai di atas sofa. Sibuk dengan xbox di depannya.

Aku bisa bersumpah jika tak seorang pun dari mereka yang sadar akan kehadiran ku. Sampai aku harus membanting pintu sedikit kasar, mata es Ben baru pindah ke arah ku. Lalu dengan tiba-tiba ia menoleh mencoba mencari jam di sekitarnya.

1.30 dinihari. Yap benar sekali.

Tubuh menjulang Ben tiba-tiba saja berdiri menghampiri ku. Matanya terlihat khawatir.

"Oh sayang", ucapnya merajuk sebeum mencium pipi dingin ku "Maafkan aku, sepertinya aku terlalu hanyut bermain hingga lupa menjemput mu"

"Maafkan kamiii,G!".

Empat orang pria di atas sofa ikut berteriak mengolok ku.

"Aku lelah,Ben", "Oh G! Jangan lagi!" "Apa?"

"Merajuk padaku. Aku sudah mengaku bersalah padamu", "Aku lelah. Besok aku ada ujian. Aku ingin tidur, ku mohon minggir"

Ben tidak langsung pergi dari hadapan ku. Ia diam sesaat sebelum aku mendongak menatap tepat di matanya. Memohon. Dia mengehembuskan nafas kasar dan membiarkan diri ku melewatinya.

"Dan kaian" ancam ku garang "Jangan berisik"

*

Aku bangun lebih dulu dari Ben. Teman-temanny pulang sekitar tiga jam yang lalu. Ben yang tidur tidak bisa disangkal membuat ku lebih jauh mencintainya. Aku mencintainya. Tapi terkadang membuat aku sangat kesal.

Arghhh persetan. Seharian ini aku akan merajuk padanya.

Hari ini dimulai dengan berangkat ke kampus tanpa membangunkannya. Bilang saja aku pasangan yang jahat karena membiarkannya terlambat, tapi terserah itu urusannya. Suruh saja teman-temannya membangunkannya.

Lalu acara marah yang kedua adalah tidak membalas semua pesan dan panggilan darinya. Seusai ujian aku langsung pergi ke perpustakaan. Dia pasti tidak menemui ku di sini. Aku bukanlah pribadi yang menyukai perpustakaan. Dia juga tidak akan menemukan ku di tempat kerja, karena hari ini adalah hari libur ku. Untuk itu aku memilih pergi menonton. Sendirian.

Aku tidak peduli berapa banyak pesan yang sudah ia kirimkan dan berapa kali suaranya memenuhi pesan suara ku. Dia harus ku beri pelajaran agar tidak bertindak sesukanya.

Kali ini ponsel ku kembali berdering bukan dari Ben. Dia Carla. Teman pertama ku di brooklyn yang menjadikan dirinya sahabat perantauan ku. Aku tahu ini tak jauh dari masalah Ben. Aku memilih mengangkatnya

"Apa kau gila?! Sudah ku bilang kalau sudah bosan jangan ragu-ragu memberikan Ben padaku", "Dia sangat menyebalkan",

"Pulanglah,G".

"Baiklah".

Sepanjang perjalanan aku tidak bisa melupakan sosok Ben. Ini pertama kalinya aku semarah ini padanya. Biasanya sebatas senyum di bibirnya bisa melumpuhkan tekad ku. Tapi kali ini tidak. Kenapa?

Yes,Sir!Where stories live. Discover now