Buat yang bingung, kenapa Berryna sama Choky deketnya cepet banget, alasannya ada di bawah. Happy reading, guys!
Quote : "Setiap pribadi memiliki orientasi cinta dengan latar yang berbeda."
****
"Ayo tangkap gue, kalo bisa!"
Aku berteriak penuh kegembiraan melihat Choky tengah kelelahan. Tidak dapat mengejarku.
"Awas kamu!" Dia tidak tinggal diam, berancang-ancang untuk mengejarku kembali.
Kami main kejar-kejaran layaknya Tom and Jerry. Aku berkeringat memang, tapi keringat bahagia. Sepanjang perjalanan pulang, kami terus saja bersenda gurau. Menertawakan hal-hal konyol bersama.
Langit mendung yang telah pudar menyisakan genangan air di jalan setapak yang kami lewati. Setelah menunggu hujan berhenti di sekolah tadi, kami memutuskan untuk mengarungi rintik-rintik air langit yang tersisa. Dan itu menyenangkan.
Sedari tadi, aku hanya menjahili Choky. Membuatnya tergelak walau kadang gurauanku receh. Contohnya saja, tentang dua es krim yang kupegang ini. Aku merampas miliknya, es krim rasa cokelat kesukaannya berada ditanganku. Oleh sebab itu, Choky terus mengejar diriku.
Aku kalah cepat, Choky berlari begitu gesit. Dia menyejajarkan dirinya denganku.
"Kamu kenapa sih, suka banget sama cokelat?" pertanyaan ini terlontar ketika Choky menjilat es krim cokelat miliknya, yang sudah berhasil ia dapatkan kembali.
Langkahnya terhenti. "Cokelat udah menjadi bagian dari hidupku,"
Aku menoleh antusias.
"Dari kecil, cokelat itu sudah mengajarkan banyak hal kepadaku. Bagaimana ayah dan ibuku membuka usaha dari buah kakao yang mereka olah, hingga menjadi cokelat yang lezat. Cokelat telah menjadi penopang keluargaku." Choky memasang wajah penuh keseriusan.
"Hei, tungguin gue dong!" Setelah dia bercerita, dia melengos pergi.
Dia tidak juga berubah pikiran untuk menungguku. Terpaksa aku menahannya dengan sebuah genggaman.
"Ayo, kita duduk. Banyak hal yang ingin gue tahu tentang lo." Mataku berpindah haluan pada sebuah kursi kayu, entah dari mana dan milik siapa.
"Kamu mau bicara apa?" Dia terlihat tidak basa-basi.
"Lo kenapa pindah sekolah? Sekolah lama lo dimana?" Aku menanyakan hal yang paling wajar, dia murid baru.
"Hem," jemarinya mengelus-elus dagunya. "Aku tidak sekolah tahun kemarin, di Jepang tidak ada sekolah yang ingin merekrutku."
"Loh kenapa? Lo orang jepang?" Aku melupakan harga diriku sementara, aku terus bertanya tentang dirinya.
"Bukan. Ayahku bekerja di Jepang, dan karena aku anak piatu aku mengikuti ayahku yang setiap tahunnya harus berpindah-pindah negara. Masih untung tidak berganti-ganti kewarganegaraan." Dia menghela napas. "Di Jepang tidak ada sekolah yang cocok untukku. Biasanya jika sudah lulus nanti, aku harus bekerja untuk Jepang, dan aku tidak mau. Lagipula ayahku tidak mungkin selama-lamanya tinggal di Jepang."
"Jadi lo baru dong, di Indonesia?" tanyaku ingin lebih jelas.
"Nggak, aku udah tinggal di Indonesia sejak sepuluh tahun yang lalu. Indonesia tanah air ayahku. Jadi aku sering datang ke sini."
"Hebat banget deh jadi lo. Pasti bokap lo kaya, sampe-sampe setiap tahunnya pindah negara. Jangan bilang kalo lo nggak sengaja masuk sekolah yang sama dengan gue?"
"Ah nggak juga," dia mengusap tengkuknya. "Iya, ini semua kesengajaan Tuhan. Aku sama sekali nggak nyangka kalau kita akan bertemu lagi, satu sekolah, dan satu tempat duduk."
Aku mengerti.
"Aku boleh nanya sesuatu?"
"Apa?" aku mendongak.
"Jangan marah, ya?"
"Iya." Aku mengangguk.
"Kenapa kamu jadi nggak benci lagi sama aku, bukannya kamu kesel sama aku waktu itu?" tanyanya.
"Mata lo." Aku menjawabnya singkat.
Matanya yang indah semakin membulat. Dia terheran-heran pasti, berusah mencerna yang barusan kukatakan.
"Mata indah kamuuu, yang bikin akuuu luluh." Aku mencabik pipinya, tidak terlalu bertenaga.
Dia memegangi pipinya yang kucubit tadi. "Hanya itu?"
Aku mengangguk.
Sebenarnya tidak hanya itu. Ada satu lagi yang tidak bisa kujelaskan padanya, bisa-bisa dia menganggapku mesum. Aku suka melihat lengan telanjangnya. Bisep kekarnya membuat air liurku terjun dari asalnya. Ingat, waktu pertama kali Choky ikut bergabung dengan tim basket labschool? Sejak itulah aku membayangkan apa yang ada dibalik kaos jersey-nya.
Astaga! Sadar Berryna.
Aku menepuk-nepuk pipiku.
"Kamu kenapa?" Choky memerhatikan gerak-gerikku.
"Nggak, nggak pa-pa." Untung aku bisa ngeles. "Udah yuk, lanjut jalan lagi."
Kami bergegas melanjutkan perjalanan yang sempat terhenti, karena aku yang sedikit ingin mengetahui tentang dirinya----Choky.
Masih dengan seragam putih abu-abu yang kami kenakan, rencana yang sudah kami susun sistematis tidak mungkin akan meleset. Aku yakin.
Dengan berjalan kaki, Choky mengantarku pulang. Bukan hanya itu, aku dan Choky punya niat terselubung.
Bertemu dengan Tuan Harli dan tentunya Nyonya Mika.
-To Be Continue-
Nah udah bisa nyimpulin sendiri kan, kenapa Berryna sama Choky cepet banget deketnya.
Btw maaf ya kalo chapter ini terlalu singkat.
Btw juga ada yang tahu nggak, ngapain Choky mau bertemu dengan Tn.Harli dan Ny. Mika.
Oke tunggu aja next part.
Best Regards : rhtulloh
KAMU SEDANG MEMBACA
Chocolate Strawberry [Completed]
Teen Fiction[CERITA SUDAH SELESAI] Choky Collete, cowok tampan berdarah Indo-Belgia yang suka sekali dengan Chocolate. Pekerjaan ayahnya membawanya menetap ke negara kelahiran sang ayah, Indonesia. Kebetulan atau tidaknya, ia bertemu dengan Berryna Tjondro. Si...