Bel istirahat berdering. Nil yang keluar kelas bersama sahabat pintarnya Safira tak menoleh sedikitpun meski tahu ada Putri yang sedang berdiri di depan kelasnya. Mereka berjalan meninggalkan kelas sambil terus berbincang dan sesekali menertawakan sesuatu yang tentunya tak dimengerti Putri.
"Oho... Asemnya gak ketulungan kalau depan aku. Dasar cuka!"
Putri berlari menuju kelas Jeju. Niku yang semula sibuk dengan roti isinya bergegas mengejar Putri.
"Stop! Jangan kakuin itu lagi!" begitu Niku berhasil meraih tangan Putri.
"Emang apa? Lari? Lari kecil doang. Makan sambil berdiri aja gak boleh eh lo malah sambil lari."
"Aneh tahu kalau denger kamu bilang lo. Kita bukan orang betawi, bukan anak gaul juga. Cuma Jelita yang pantes. Oops! Bisa marah dia dipanggil Jelita."
Putri terkekeh. "Tahu tuh nama udah bagus juga. Kebanyakan drakor jadi gitu deh."
Mendengar namanya disebut- sebut Jeju keluar kelas. "Apaan lo ngomongin gue. Pake bawa-bawa drama korea segala. Masalah gue dipanggil Jeju? Sebenernya itu tameng aja buat gue. Abisnya setiap gue bilang kalau name gue Jelita orang pada nyinyir. Males gue. Jeju kan udah lama kali jadi nickname gue."
"Iya ngerti. Tapi kita terima lo apa adanya kok. Kantin yuk!"
"???"
***
Kantin sepi. Hanya ada penjaga kantin yang sedang menyajikan bakso untuk satu-satunya pembeli yang duduk di sudut kantin sambil memainkan hp-nya.
"Kemana ni orang-orang, tumben amat sepi?"
"Eh Put, masih di sini aja lo, udah pada lihat mading belum? Pada ngibrit ke sana kali mereka," cowok tambun itu menghentikan makannya begitu sadar kehadiran Putri. "Sekolah bener-bener heboh sejak ada lo."
"Maksud lo temen gue biang kerok gitu? " Jeju menggulung lengan seragamnya.
"Gue gak tahu juga apa akar masalahnya sampai Putri sama Patricia berantem mulu. Masa bodo lah! Gue lebih suka bakso daripada masalah lo. Tapi kalau penasaran lihat aja di mading!"
Ketiganya serentak balik kanan.
Benar saja. Orang berjejalan di mading seperti sedang mengantri tiket konser boyband korea.
"Ada gula ada semut. Gulanya pasti gede banget sampai semut-semut itu gak mau minggir." Niku berkelakar dengan analoginya.
Pengumuman itu terpampang jelas dengan judul "2PH BATLE TALENT".... Dan bla-bla-bla.
2PH. Putri Hanan dan Patricia Hadikusuma.
***
"Sebelumnya saya minta maaf. Mungkin Bapak sudah mempertimbangkan hal ini dengan matang tapi apa hal ini perlu dilakukan, Pak? Kalau permintaan maaf yang diinginkan, saya bersedia minta maaf meskipun sampai saat ini saya masih belum tahu kenapa dia melakukan ini pada saya. Disini saya yang teraniaya. Huuuft... Ngomong apa juga gak ada gunanya. Pasrah. Arrrgh!"
"Lu belum tidur?" Nil duduk di samping kaki Putri yang sedang tidur terlentang dengan buku menutupi wajahnya. "Betah amat di luar? Masuk angin tahu rasa."
"Gak usah sok care deh! Tadi di sekolah aja cuekin gue."
"Lu bilang apa tadi? Lo...gue? Gak salah? Kesambet neng?"
"Ya... GUE, kenapa?" buku yang menutupi wajahnya dilempar, ia mulai bangkit perlahan, mata kecilnya mulai melotot ke arah Nil. "Gue ini siapa di mata lo? Lo tahu gue lebih dari siapapun. Gue gak suka cara lo! Awas ya kalau gara-gara cewek lo jauhin gue, gue janji gak bakal ganggu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Putri Patri
Teen FictionPutri, anak yatim piatu yang dirawat dan dibesarkan oleh Pras, teman baik ibunya. Karena pekerjaan Pras yang mengharuskan ia pergi ke luar kota bahkan ke luar negeri, ia terpaksa menitipkan Putri pada ayahnya meski ia tahu kalau ayah dan putranya Ni...