Segelas Kopi

12 0 0
                                    


Sepasang jogger dengan pakaian pendek melewati bangku panjang tempat aku duduk dan termenung, membawa angin dingin yang meniup telinga memerahku. Mantelku sewarna tanah dan kueratkan pada tubuhku, memblokir segala hal yang dingin agar aku sendiri tidak terkena flu. Aku mendenguskan nafasku melewati hidung dan sedikit merutuk ketika merasakan suatu cairan yang agak berlendir. Berdiri dari tempatku duduk, aku meregangkan tanganku diatas kepala dan menguap sedikit. Memperhatikan sekelilingku, aku akhirnya berjalan untuk menghampiri sebuah toko kopi kecil, salah satu cabang dari Starbucks.

Seorang pemuda berumuran 20 tahunan menyambutku dengan wajah malas-malas, tapi aku menepisnya dan memesan pesananku; segelas kopi susu hangat untuk cuaca yang terlalu sejuk bagiku ini. Si pemuda mengangguk dan mengetik kasirnya, memberitahukan kepadaku berapa uang yang perlu kubayar. Aku mengeluarkan dompetku yang kutaruh di kantung dalam mantel milikku. Menarik beberapa lembar uang kertas dan memberikannya pada pemuda bermata cokelat itu. Ia mengangguk dan mengutik mesin kasirnya lagi sebelum memberikanku secarik skrip.

Ia memintaku untuk menunggu dan aku mengangguk menanggapinya. Pemuda itu berbalik mencari sebuah gelas kertas putih dengan logo bewarna hijau seorang perempuan serta penutupnya, menanyakan namaku, dan menulisnya dengan tulisannya; yang dapat kuakui lebih rapi dari diriku sendiri, walaupun ejaan namaku sendiri salah. Aku memperhatikannya dan memasukan dompetku kembali sebelum mengubur kedua tanganku pada kantung mantelku yang hangat. Pemuda itu bekerja dengan gesit dan lincah, ia sudah berpengalaman. Aku berbalik dan mendongak, memperhatikan gupalan-gumpalan kapas putih di langit biru cerah yang bentuknya macam-macam. Sembari menunggu, aku menebak-nebak bentuk dari masing-masing awan yang bergumpal.

Dua buah ketukan mampir di bahuku dan sebuah suara malas menyambutku, "Nona, pesananmu." Aku berbalik dan mengambil pesananku dari tangannya, mengucapkan terima kasih dan tersenyum. Ujung-ujung bibirnya tertarik keatas dan membentuk sebuah setengah senyum. Aku menyeruput substansi cokelat itu sedikit dan langsung menarik diriku kembali ketika substansi itu menyentuh lidahku, terlalu panas. Aku berjalan kembali, berlawanan arah dengan hembusan angin yang bertambah turun derajatnya.

Aku kembali ke bangku panjang taman itu tadi. Pasangan jogger tadi tidak terlihat dan aku duduk diatas kursi itu, mengingat kembali rupa keduanya. Keduanya menawan, ditambah dengan tubuh yang terurus dan sehat. Aku menangkap mereka saling tersenyum satu sama lain sedaritadi mereka berlari bersama. Si wanita, rambut dikuncir kuda dan pipi merona, tersenyum lebar pada pria disampingnya, rambut terang dengan mata yang sama terangnya, yang menjawabnya dengan pandangan lembut dan senyum yang sama lebarnya.

Mendesah, aku memberikan senyum pada pasangan orang tua yang melewatiku, tangan keduanya bergandengan dan mereka memakai sweter kembar secerah langit pagi ini. Aku kembali menyeruput kopi susuku dan menghembuskan nafasku ke udara, uap putih yang bergelung sebelum akhirnya hilang dihembus angin yang dating menyapu. Aku memperhatikan bibir gelasku dan mendesah puas ketika tidak menemukan sisa-sisa dari lipstik yang kupakai, merah tua. Angin masih bertiup, jam tanganku menunjukan pukul tujuh tepat; waktunya untuk pulang.

Berdiri lagi, aku membawa gelas kertas putihku, mengutuk otakku sendiri yang melupakan kepentingan dari sepasang sarung tangan. Membisikkan 'bodoh' pada diriku sendiri ketika aku mengingat bahwa sepasang penghangat tangan hitam kulit itu sudah kusiapkan sedari malam sebelumnya. Setelah memeriksa bahwa semuanya sudah kubawa lagi, aku melangkah pulang. Ke tempat dimana aku tidak bisa panggil 'rumah' lagi karena jiwamu yang sudah tidak ada lagi bersamaku namun tidak bisa kutinggalkan. Karena didalam sana masih banyak kenangan, masih banyak dirimu dimana-mana, masih banyak rasamu disana. Dan yang terpenting,

Masih ada ragamu disana.

---

Catatan kecil :

Saya mempunyai sebuah blog dimana saya menaruh cerita-ceritaku, mereka sama persis dengan judul yang sama pula; jadi ini bukan plagiat, faham?

Tapi, bagi seseorang yang ketahuan melakukan plagiarisme terhadap karya-karya saya, saya mohon kalian hapus karena itu berarti kalian mencuri karya beserta ide dan gagasan seseorang.

Selamat menikmati.

Posted,

Selasa, 

31 Januari 2017; 9:36 PM.

Jakarta, Indonesia  

HITAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang