My Soul - Arjuna Mahardian

1.5K 76 0
                                    

Sesuai dugaanku apartemen Anton kosong. Untung saja aku memegang kunci duplikat apartemenya jadi aku mudah untuk masuk ke dalamnya. Ruangan kerjanya tampak berantakan, sepertinya saking dia sibuk dia tidak sempat merapihkan ruangannya. Bukannya dia punya pembantu pelayanan kamar ya? ah ya sudahlah yang aku butuhkan sekarang adalah tenang dan merencanakan pembalasan untuk Marsha.

Aku merebahkan tubuhku di sofa coklat depan televisi, mataku terasa berat dan aku tertidur lelap.

"Juna, Jun.." aku langsung terbangun saat ada yang menggoyangkan tubuhku. Ternyata Anton sudah pulang.

"Kamu dari tadi di sini?" aku menganggukan kepalaku, rasanya kepalaku sakit karena semua tekanan ini.

"Ini udah jam 7 malam, kamu tidur dari jam berapa?"

"Hah masa udah malam?" Anton menunjuk ke luar jendela, benar saja langit sudah gelap.

"Entahlah aku tadi tiba-tiba tertidur,"

"Berita tentang kamu itu semuanya benar?"

"Ah kamu sudah mendengar gosip murahan itu juga?"

"Iya karena berita tentang kamu begitu heboh di kantorku," ujar Anton sambil membuka kancing kemejanya satu per satu.

"Apartemenku sampai sesak dan aku tidak bisa keluar, untung saja tangga belakang apartemen dibuka," Anton melempar kemejanya asal dan duduk berpangku dagu.

"Aku sampai meliburkan sekretarisku karena berita kamu itu, dia menangis dan melamun seharian. Bagaimana bisa dia bekerja fokus?" aku sampai lupa tentang Aline karena kehebohan ini.

"Dia menangis terus menerus, aku rasa dia benar-benar fans berat kamu," aku tersenyum mendengarnya. Aline pantas menangis pasti dia merasa sangat kesal, dan bodoh karena mengenalku.

"Besok juga dia masih libur, aku memintanya masuk jika hatinya sudah membaik. Aku tidak bisa melihat wanita menangis," aku jadi ingin menghubungi Aline dan meminta maaf.

"Oiya Juna bagaimana dengan istri kamu? Apa dia tahu tentang berita kamu?"

"Ya tentu saja dia tahu, kamu tahu kan untuk wartawan itu bad news is a good news."

"Aku tidak bisa membayangkan bagaimana remuknya hati istri kamu."

"Ya begitulah, aku tidak tahu harus bilang apa lagi."

"Selama berita tentang kamu masih panas, kamu tinggal di sini saja dulu Juna"

"Terimakasih Anton. Aku tahu hanya kamu yang bisa memahami semua keadaanku,"

"Tapi coba kamu hubungi istri kamu dulu, tanyakan bagaimana kabarnya. Ya kamu tahu aku tidak tega ada wanita menangis walau aku tidak melihatnya secara langsung," aku mengambil ponselku dan menekan kontak nama Aline. Tak ada jawaban. Handphone Aline mati. Tumben sekali handphone Aline mati, biasanya handphone dia selalu aktif. Lagipula ia juga tidak pernah menolak panggilan dariku.

"Ayo dong angkat.." aku merasa kesal karena Aline sepertinya mematikan ponselnya. Padahal aku ingin menjelaskan yang sebenarnya. Mau dia mendengarkan atau tidak tapi aku akan tetap menjelaskannya. Aku menghabiskan waktuku dengan makan malam yang di pesan delivery dan menonton televisi. Anton sudah pamit tidur terlebih dulu karena ia ingin beristirahat sebelum bayang-bayang jadwalnya akan memadatkan harinya lagi.

"Apa aku pulang ke rumah saja ya? memastikan Aline baik-baik saja? Ini juga sudah larut malam, harusnya wartawan-wartawan itu tidak bertebaran lagi di jalanan," aku membuka pintu kamar tidur Anton perlahan dan mengambil kunci mobil yang ia letakan di samping tempat tidur. Kalau aku meminjam mobil Anton, tidak ada yang tahu kalau aku yang mengendarainya.

My Husband an ActorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang