PART 2
"Ad, apakah kau sudah menerima kabar dari Empire?" Tanya Claudy kepadaku saat aku bergegas meninggalkan mejaku. "Done, mam. Hanya tinggal menunggu kontrak ditanda tangani dan aku sudah bisa 'bekerja'." Jawabku dengan menekankan kata bekerja.
"C'mon Ad, hanya tugas mudah. Mengapa kau terlalu membesar-besarkannya?" sepertinya Claudy menangkap maksud kata-kataku.
"You knew it, mam. You totally knew it! Ini takkan berjalan mudah untukku." Ujarku seraya tetap diam di tempatku tanpa susah-susah menoleh padanya yang berada di sampingku.
"Professional lah Ad, aku melakukan ini bukan untuk memperburuk keadaanmu. Ini pekerjaanmu, ini medan perangmu. Sampai kapan kau harus tidak seprofessional ini?" sepertinya Claudy mulai lelah denganku.
"Fine, fine, fine. I can bear it. I can do it. Ok? Itu bukan yang ingin kau dengar mam? You got it." Jawabku kemudian berlalu.
Memang sedikit tidak sopan bertingkah seperti itu kepada atasanku. Tapi kurasa dia sudah mengerti sifatku bahkan sebelum aku memulai semuanya. Claudy-lah yang mengenalkanku dengan dunia ini pertama kali. Dunia telecommunication. Provider, tower-tower pemancar signal yang menjulang tinggi, antenna pengirim gelombang dan yang pasti jaringan internet di handphone-ku. Sayangnya aku di tempatkan di bagian yang (sedikit) kotor. Dan kenyatanya dia adalah kakak dari mantan pacarku.
-----
Seminggu setelah kejadian aku sedikit membentak Claudy, semuanya berjalan canggung. Memang Claudy bersikap biasa saja, hanya tinggal aku yang merasa tak enak hati padanya. Dia berbeda 6 tahun diatasku namun kami sudah terlalu dekat seperti teman sebaya. Aku memanggilnya 'mam' karena permintaannya. Bukan karena dia sudah memiliki anak, untuk menikah saja tak terbersit diotaknya. Ia hanya mengajarkan padaku 'Saat berada dikantor, jadilah professional. Sekalipun bos-mu itu adalah suamimu yang sering kau kangkangi diatas ranjangmu'. Well, analogi yang mengerikan tapi aku setuju dengannya.
"Ad.." panggilnya
"Yes mam, ada perubahan scenario kah?" tanyaku sedikit bercanda, agar sedikit mengurangi kecanggunganku.
"In your dream, Ad." Jawabnya sambil mencibir meremehkan.
"Kau sudah memutuskan tempat mana yang akan kalian datangi kan?" lanjutnya lagi.
"Already done, mam. Aku menerima sedikit bantuan dari Laura untuk tempat itu. But wait, apa maksudnya kalian? Apakah hanya aku dan mereka? Seperti itu?" cecarku meminta penjelasan.
"Oh, I'm so sorry Ad, aku memang sudah berjanji akan menemanimu. Tapi mendadak ibuku mengubah jadwal checkup jantungnya dari besok menjadi hari ini. Aku tak tahu apa tujuannya tapi aku harus menemaninya." Jelas Claudy dengan raut wajah yang mengiba. Sepertinya ia merasa bersalah padaku karena sudah berjanji menemaniku melawan ketakutanku dan berusaha professional, persis apa katanya.
"Kau tau sendiri Dave lebih sibuk dariku." Lanjutnya lagi.
"Bisakah tidak menyebut nama adik mu itu?" lirikku tajam.
"Aku hanya menjelaskan keadaanku, Ad. Hmm, dan maaf soal nama itu." Jawabnya sambil -ku anggap berpura-pura sedih.
Aku menghela napas. "Baiklah mam, kali ini kau ku izinkan. Tapi tidak untuk lain kali. Lagipula aku juga tak suka kau dikutuk menjadi batu oleh ibumu." Ujarku dengan memperlihatkan wajah serius lalu meninggalkan ruangan.
"Thanks, Ad. Kau terbaik." Ucap Claudy tersenyum melihatku berlalu dan kembali ke mejanya.
Dia menyadari sesuatu. "Tunggu, sebenarnya siapa bosnya disini?" gumamnya pelan yang masih bisa ku dengar disela-sela suara dentuman hak tinggi ku di lantai.
KAMU SEDANG MEMBACA
(a) HU(R)T
RomanceSebuah cinta yang tak diinginkan, yang tak diharapkan kedatangannya. Memaksamu untuk terus merasakannya. Kau pun mengutuknya setengah mati. Sampai mempertanyakan maksud Tuhan dengan menumbuhkan rasa yang tak seharusnya pernah bersemi. my #1 project...