3 | Mawar Hijau

3.2K 491 84
                                    

Joy's Point of View

Namanya cowok pasti demen sama cewek cantik.

Kalau kata Sherin, sih, istilahnya cowok itu mahluk visual. Menilai orang dari fisik dulu. Coba, deh, perhatikan sekitar kalian. Pasti sering melihat pasangan yang ceweknya cantik badai kekinian, sementara cowoknya biasa saja. Sementara pasangan cowok cakep sama cewek jelek? Nggak ada. Susah. Jarang.

Tuh, kan, bukti nyata cowok itu manusia visual!

Untungnya, targetku sekarang adalah spesies cowok bernama Amza Adhitya. Maaf-maaf saja, ya, bukan bermaksud menyombong, nih, tapi aku, Joy, masuk Top 10 cewek cantik kelas 11.

Serius!

Dan nggak, aku bukan tipikal cewek yang bakal merendah kalau dipuji dengan kalimat semacam 'lo cantik banget hari ini' dan sejenisnya. Aku tahu apa yang aku lihat di cermin setiap pagi, dan aku tahu aku layak mendapatkan pujian itu. Jadi ya, daripada munafik, aku jawab saja pujian sejenis itu dengan senyum manis, kedipan mata, dan sebuah ucapan terima kasih.

(Lagipula aku tidak bangun setiap jam lima pagi demi berdandan setengah jam hanya untuk menolak pujian)

Sekali lagi aku mengecek penampilanku di kaca pintu lab kimia. Merapikan helaian poni yang bergeser pada tempat yang semestinya. Ah ya, kau cantik sekali, Joy. Amza dan seluruh cowok di KIR akan bertekuk lutut di hadapanmu!

Sherin, dan terutama Kayla, masih tidak habis pikir dengan alasanku berburu Amza (oke, berburu kata yang kelewat liar, tapi apa lagi kata yang tepat selain berburu?). Padahal nih ya, buruanku bukan Amza. Targetku adalah gosip panas, yang kebetulan saja berhubungan dengan Amza. 

Aku sih, tidak peduli apakah Amza punya ekor marmut tersembunyi di bokong atau tahi lalat di udel berbentuk ikan emas. Aku hanya perlu nama cewek yang memotivasi seorang Amza Adhitya, cokiber sekolah, mengirimkan Hermes kepadanya!

Pokoknya, aku harus yang jadi pertama tahu siapa nama pacar-masa-depan Amza. Bukan Joy namanya kalau tidak tahu gosip terbaru di sekolah!

Ngomong-ngomong, mana deh anak-anak KIR? Kayaknya sepuluh menit yang lalu bel pulang sudah berdering, deh. Apa anak IPA punya hobi berdiam lama di kelas? Yang benar saja, secinta itu ya sama buku Erlangga dan kawan-kawan?

Mendesah, aku menyenderkan tubuh ke pintu lab kimia. Ruangan yang seumur-umur aku tidak pernah lewati apalagi masuki. Ke sini saja tadi diantar Si Udel Badak a.k.a Sanu, yang fyi masih suka meneror admin akun Hermes dengan melabelinya sebagai tukang bocorin rahasia kayak bocah TK.

Idih, bocah ngatain bocah, nggak salah tuh dek?

"Misi..."

Seorang cewek manis berambut pendek muncul di sampingku. Tangannya menggenggam kunci, yang kuasumsikan sebagai kunci lab. Aah, kalau nggak salah namanya Olivia, deh, temennya Kayla di OSIS. Anaknya pendiam gitu, suaranya imut-imut kayak kelinci. Bisa nggak ya, ini anak aku jadikan informan tentang lika-liku kehidupan Amza?

(Aku sudah meminta, atau lebih tepatnya memaksa, Rory buat menjadi informanku. Tapi Upil Keong itu langsung menolak mentah-mentah, cih.)

"Hai," sapaku ramah seraya menyingkir, memberi jalan pada Livia untuk membuka pintu.

Livia tersenyum membalas sapaanku. "Lagi nungguin Kayla?"

"Enggak, kok, gue nungguin KIR. Lo jadi apa di KIR?"

"Sekum," Livia melebarkan daun pintu, bau rumah sakit langsung menyengatku. Ugh, bikin hidungku mendadak gatal. "Kalo ada apa-apa bisa langsung ke aku aja. Kamu mau ngajuin proposal kerja sama?"

You'll also like

          

Iya, Livia tipe cewek yang masih pake aku-kamu. Dan enggak, aku nggak bakal pake aku-kamu balik ke dia. Dengan kelakuan masih barbar begini mana cocok pake aku-kamu?!

Trus apa pula proposal kerja sama? Memangnya KIR bisa kerja sama dalam bentuk apaan? Meledakkan gunung api pas tim futsal bertanding?

"Bukaan. Gue pengen nyobain KIR, nih. Kayaknya seru."

Hhh, kalo KIR seru pasti gue udah gila, deh.

Livia yang sedang meletakkan tasnya di depan meja terbelalak heran. Iya iya, kaget saja sana semaumu. Lebih mungkin matahari terbit dari barat dibandingkan Ratu Gosip Sekolah melakukan eksperimen sains, ya?

Memasang senyuman manis, aku mengangguk. "Lo nggak salah denger, kok. Gue serius pengen tau KIR kayak gimana. Seru gitu nggak sih, nyobain ini itu. Keren aja liatnya."

"Kamu... yakin mau KIR? Nggak cheers atau radio? Eksperimen kita nggak gampang..."

Maksud dari ucapan Livia adalah...? Nyindir kapasitas otak gue yang cuman sebesar kuaci, gitu?

Masih dengan senyuman yang sama, aku mengangguk kepala seolah antusias. "Seratus persen yakin doong! Gue bakal buktiin kalo gue bukan cewek cantik berotak kosong kayak yang diomongin orang-orang."

Penekanan kata orang-orang itu buat lu, Livia sayang :)

Livia justru mengernyit mendengar kata 'otak kosong', tapi tidak mengatakan apa-apa lagi. Tangannya langsung sibuk mengetik sesuatu di hapenya. Mungkin mengabari Amza kalau ada anak IPS aneh yang mau masuk KIR. Atau panik di grup KIR karena ada cewek cantik jelita yang dikiranya memiliki motivasi tersembunyi untuk meledakkan lab atau apa lah.

Mengangkat bahu cuek, aku memainkan tali tas sambil berkeliling. Hmm, lab kimia ini nggak sesuai dengan bayanganku kayak di film-film. Nggak ada cairan warna-warni mendidih dan stoples-stoples berisi potongan organ hewan. Yang ada hanya ruangan berisi deretan meja panjang yang memuat setidaknya enam kursi. Dinding lab dipenuhi rak-rak berisi peralatan entah apa namanya. Kemudian di depan ada meja guru dan papan tulis, beserta poster-poster tabel kimia dan teman-temannya. Lab-nya terlalu biasa, dan satu-satunya yang mencolok hanya bau rumah sakit yang menyengat bukan main.

Heran, kok anak IPA tahan, ya, berjam-jam di lab tanpa bersin-bersin. Apa aku pura-pura bersin saja biar Amza perhatian dan nolongin, terus kita jadi deket?

"Liv!"

Panjang umur.

Pemilik suara itu, yang tak lain dan tak bukan adalah Amza, masuk dengan langkah cepat ke dalam lab. Seragamnya masih rapi seolah baru keluar dari laundry, dan samar-samar tercium wangi parfum maskulin cowok. Tatapannya sesaat berhenti padaku. Matanya turun ke bawah, seolah memastikan kalau aku ini manusia dan bukan hantu.

Duh, mana ada sih, hantu secantik gue?

"Hai Amza!" Hai targetku! Selamat datang di sesi aku-akan-mendapat-gosip-panas-darimu ala Joy!

Amza mengerjapkan mata cepak, lantas mengangguk. "Eh, Kejora. Hai. Tumben lo ke sini?"

Eh

Apa?

Kejora?

KEJORA?

K-E-J-O-R-A?

Dia manggil aku Kejora?! Nama zaman purba yang harusnya sudah dimusnahkan dari muka bumi ini??

Sialan, ini pasti kerjaan Si Upil Keong. Dia yang paling tahu betapa bencinya aku dipanggil dengan nama asliku yang super kuno. 

Tuhan tahu betapa aku menyayangi orang tuaku, tapi selera mereka dalam menamai anak itu payah banget. Abangku Gerhana Maret Yadasvera, bisa selamat karena menggabungkannya menjadi Gema. Aku ketiban sial dinamai Kejora April Yadasvera, yang nggak ada keren-kerennya sama sekali! Untung saja nama keluargaku bisa membuatku terlahir kembali dengan nama Joy, kependekan dari kejora dan yadasvera.

Hermes GirlWhere stories live. Discover now