brother - dua puluh dua

2.6K 241 11
                                    

Ada yang mau beli BROTHER VERSI TAMAT?

E-book/pdf transfer 👉 30.000
Pulsa👉35.000
Minat? DM wattpad saya dulu, baru transfer
Versi cetak 👉 69.000
Minat? Ke bukalapak atau tokopedia.
Cara searchnya: Novel Brother
Covernya yang ada di mumed

Bibirnya ia kulum dengan keras, sedangkan matanya bergulir dengan resah dari trotoar satu ke trotoar yang lainnya. Ali menelan ludah, ia menggigit bibir bawahnya saat indra keenamnya terus saja menampilkan adegan dimana adiknya hanya berjalan dengan tatapan hampa yang menatap lurus-lurus kedepan.

Setelah mendapatkan sentakan CARI ADIK KAMU! dari Maminya, Ali langsung tersadar dan berlari menuruni tangga. Ia lalu memasuki mobilnya yang ternyata habis bensin. Ali harus bersumpah serapah dan terpaksa menggunakan mobil milik sang Ayah. Tentunya, itu memakan waktu dengan harus berlari lagi ke dalam rumah dan meminta kunci mobil Papi yang ternyata berada di kamar orangtuanya. Ali lagi-lagi harus berlari ke atas dan mengobrak-abrik laci Papinya untuk menemukan kunci mobil. Dan sialnya, ternyata kunci mobil yang sedari tadi Ali cari berada di dalam jaket kulit milik Papinya. Lagi dan lagi, Ali harus bersumpah serapah karena kembali memakan waktu yang sangat banyak hanya untuk mencari kunci mobil.

Namun, disinilah Ali. Dengan menggunakan mobil matic milik Papinya yang memiliki wangi lipstik sang Ibunda, ia mengkhawatirkan keadaan Prilly yang tanpa air mata sama sekali. Ali lebih khawatir jika Prilly tidak menangis sama sekali. Karena Ali tahu, disaat Prilly menangis, beban yang dipikulnya tidak terlalu menyakiti hatinya. Namun, jika yang Prilly lakukan hanyalah diam menanggapi masalahnya, itu berarti, masalah yang dihadapinya membuat dunia seolah memusuhinya.

Dan itu mengkhawatirkan. Jika kalian perhatikan dari awal, Prilly adalah seorang gadis yang cengeng. Jadi, melihat cewek itu tidak menangis layaknya bayi malah membuat Ali bertanya-tanya tentang apa yang Prilly pikirkan.

Ali menginjak rem dengan cepat saat penglihatannya berhenti sampai ketika dimana Prilly bersandar pada sebuah pohon beringin yang terdapat di sisi trotoar. Sadar jika yang ia lihat bukanlah penglihatan masa lalu, Ali membuka seat beltnya dan langsung meloncat turun dari mobil sesaat setelah ia mematikan mesin mobil.
Ia berbalik, dan melihat Prilly yang kini berjongkok dengan tangan yang memeluk kakinya sendiri.

Ali berjalan perlahan ke arah Prilly. Matanya menatap lurus-lurus pada tubuh mungil yang kini terlihat rapuh dipenglihatannya. Langkah Ali makin memelan, sadar jika dirinyalah merupakan sebuah duri yang selalu menusuk hati rapuh itu hingga pada tahapan yang sangat rapuh.

Rahang Ali mengeras. Ia menggertakan giginya saat jaraknya dan Prilly makin menipis. Kakinya lalu berhenti melangkah, memberi jarak 10 langkah dari tubuh rapuh itu. Yang Ali lakukan kini hanya diam, memperhatikan adiknya dengan dalam, meneliti seluruh tubuh Prilly untuk mencari luka di fisiknya. Namun, yang Ali temukan hanya tatapan hampa Prilly. Tatapan yang menunjukan bahwa rasa sakitnya tidak dapat ditemukan dan hanya ada di balik tulang rusuk Prilly.

Dan tubuh Ali terasa kaku saat Prilly mengangkat wajahnya dan menatap Ali dengan dalam. Bibir mungil cewek itu hanya menutup. Namun, tatapan matanya seolah mengatakan jika ia butuh pelukan dan butuh Ali berada di sisinya.

Ali menghela napas panjang. Ia menelan ludah, menyiapkan dirinya untuk berhadapan dengan Prilly. Kakinya lalu kembali melangkah, sedikit mendapatkan sebuah keyakinan dalam dirinya saat mata bulat itu terus menatapnya.

Kini, Ali berada di hadapan Prilly, berdiri dengan tubuh yang kaku luar biasa. Melihat tubuh Prilly yang hanya dibaluti oleh sebuah kain kaos, Ali membuka jaketnya, lalu sedikit membungkuk dan melilitkan jaket itu pada punggung Prilly. Saat Ali akan menjauhkan tubuhnya, tangan Prilly yang menarik kerah kaos Ali membuat pergerakannya terhenti. Keduanya terdiam dalam keheningan malam yang sepi.

          

"Ternyata, lo emang bukan abang gue, kita emang bukan keluarga," Prilly berujar. Posisinya saat ini adalah setengah berpelukan dengan Ali. Wajah Prily berada tepat di depan dada Ali, sedangkan tangan Ali berada di bahu Prilly. "Gue sedih, Li. Gue pengen nangis tapi gak bisa."

Li. Dalam situasi seperti ini, panggilan itu seolah menohok hati Ali. Prilly memangil namanya, dan tanpa ada embel-embel bang. Namun, yang dapat Ali lakukan hanya diam dan membiarkan posisi mereka tetap seperti ini. Menghirup aroma yang dirindukan satu sama lain.

"Apa ini karma ya? Karna gue selalu ngarep bisa nikah sama lo, kita jadi bukan keluarga beneran," Prilly melanjutkan perkataannya, dan Ali tetap diam menyiapkan telinganya. "Li, bantuin gue nangis, dong. Soalnya, beberapa hari ini, gue selalu nangis karna lo. Jadi mungkin, gue bisa nangis kalo lo jahatin gue lagi."

Dan Ali pun sama. Akhir-akhir ini, ia selalu menangis karena Prilly. Karena takdir yang membelenggu mereka. Karena yang dapat Ali lakukan hanya menerima apa yang sudah dituliskan takdir. Sebuah skenario yang di buat abadi oleh Tuhan.

"Ayo ..." Prilly melirih, menguatkan genggaman tangannya pada kerah kemeja milik Ali. "Cepetan bantuin gue."

Prilly butuh kelegaan. Butuh mengeluarkan emosinya secara sia-sia agar dapat menangis dan berteriak.

Ali menghela napas. Ia menempelkan kepala Prilly ke dadanya, mengelus pelan kepala Prilly dengan gerakan lembut. "Tutup mata lo," Ali memerintah. Ia sedikit menundukan kepalanya untuk menatap mata Prilly yang perlahan tertutup. "Lo gak liat apa-apa, kan?" tanyanya, yang dibalas oleh anggukan sekali dari Prilly. "Lo gak ngeliat dunia, sekarang. Lo ada di suatu tempat dimana cuma lo doang yang ada disana. Bayangin, lo masih kecil. Umur lo kurang dari lima tahun. Dan lo, bebas ngeluarin emosi lo. Lo pengen jajan dan gak ke beli, lo nangis. Dan kalo orang lain mukul lo, lo nangis. Lo sedih, dan lo gak menutupi emosi sedih lo. Jadi, keluarin airmata lo ..., sepuasnya."

Setelah Ali merapalkan kata sugesti tersebut, tubuh Prilly yang berada dipelukannya kini mulai bergetar. Jemari yang tadinya menggenggam erat kerah kaos Ali kini melingkari perut Ali. Mendekap erat tubuh tegap Ali.

Dan Ali hanya dapat mengigit bibir bawahnya dan mengelus pelan punggung bergetar Prilly.

Ali ... Prilly memanggil serak. Pelukannya menguat, dan isakannya kini makin menjadi. Ali ...

Ali menggigit bibir bawahnya. Menelan ludahnya saat matanya makin memburam karena menahan air mata. Ia menghela napas panjang dan balas memeluk tubuh rapuh gadis itu. Air mata Ali turun saat tangis Prilly bertambah pilu. Ya ..., gue disini, ucapnya, membalas panggilan Prilly barusan.

***

Cangung adalah hukuman bagi Ali setelah seenaknya memeluk seorang perempuan yang bukan mukhrimnya.

Ali melirik ke sampingnya, dimana disana ada Prilly yang duduk diam di jok samping pengemudi dengan mata yang menatap lurus ke jalanan. Setelah beberapa menit Prilly mendapatkan ketenangan, Ali harus menyiapkan sisa tenaganya untuk mengajak Prilly pulang ke rumah. Dan untungnya, Prilly menurut. Namun sialnya, Ali harus menanggung suasana mencekam didalam mobil yang ia kendarai sekarang.

Ali menggigit bibir bawahnya, sedangkan matanya menatap lurus ke jalanan. Sebentar lagi, ia akan sampai dirumah dan kecangungan ini akan menghilang.

Dan Dewi Fortuna kembali berpihak pada Ali saat rumahnya sudah berada di depan mata. Ia lalu memasukan mobilnya ke dalam halaman dan mematikan mesin mobil.

Baru saja Ali akan membuka sabuk pengamannya, suara pintu yang dibanting keras membuat pergerakannya terhenti ditengah jalan. Ali menghela napas panjang melihat orang yang tadinya berada disampingnya kini menghilang. Setelah memastikan semua mesin mobil mati, Ali lalu meloncat turun dari mobil. Dan laki-laki itu terpaku sesaat ketika matanya menatap ke arah pintu, dimana disana terdapat Prilly yang berdiri dengan wajah datar.

Ali lalu meneruskan langkahnya menuju rumah sambil menekan remot kunci untuk mobil Papinya. Ia berdiri di hadapan Prilly yang terlihat menunggunya. "Lo nunggu gue?" tanyanya.
Prilly tidak menjawab. Ia hanya mengulurkan tangannya ke hadapan Ali.

Alis Ali mengerenyit heran saat matanya melihat pada uluran tangan Prilly.

"Genggam tangan gue," Prilly bersuara, menjawab seluruh pertanyaan yang berada di otak Ali. Mata Ali menatap Prilly dengan dalam saat cewek itu melanjutkan kata-katanya. "Gue butuh perlindungan."

Ali terdiam sesaat, menatap mata Prilly dalam-dalam seolah meminta izin untuk melakukan kontak fisik pada cewek itu. Mendapat jawabannya, Ali mulai mengulurkan tangannya untuk menggenggam tangan Prilly.

Keduanya kembali bertatapan. Mereka lalu mengalihkan pandangan ke arah pintu dengan Ali yang terus menelan ludah, sedangkan Prilly sudah melangkahkan kakinya ke dalam rumah.

Mata Ali melirik pada genggaman keduanya dengan mata sayu yang menyimpan banyak arti kesedihannya saat ini. Ia menggigit bibir bawahnya saat sebuah kenyataan penyebab Prilly ada disini menghantui pikirannya. Apakah setelah mengetahui segalanya, Prilly tak akan lagi meminta genggaman tangan Ali? Atau apakah, saat Prilly mengetahui segalanya, genggaman tangan itu akan sepenuhnya terlepas?

Tanpa sadar, genggaman tangan Ali menguat, membuat langkah Prilly terhenti dan langsung menatap pada Ali dengan tatapan bertanya.

Ali hanya diam. Matanya membalas tatapan Prilly dengan tatapan dalamnya. Menghujam tajam pada mata itu, seolah memberitahu Prilly bahwa apa yang akan didengarnya nanti memungkinkan membuat genggaman tangan itu telepas.

Keduanya terdiam dengan tatapan Prilly yang kian berubah mendapat tatapan dalam itu. Hening melanda dengan keduanya yang saling bertatapan dalam dan saling mengutarakan perasaan satu sama lain.

***

"Prilly? Kamu udah pulang?"

Tatapan keduanya terputus. Mereka kompak menoleh saat mendapatkan panggilan dari suara lembut sang Ibunda yang ternyata sedang berdiri berdampingan dengan Papi Ali.

Prilly menggigit bibir. Genggaman tangannya menguat pada Ali saat air matanya akan meluncur kembali. Melihat kedua orang yang dahulu menyandang status keluarga dengannya membuat dada Prilly sesak. Mengingat kenyataan bahwa, status mereka bukanlah keluarga kandung.

Kedua orang itu lalu melangkah mendekat pada Prilly, sedangkan ia hanya terpaku disana.

"Kami butuh bicara," Papi membuka suara, membuat tatapan Prilly beralih pada Papinya. Mendapat tatapan menyesal dari Papi Ali, Prilly membuang muka ke samping, menahan perasaan menangis saat itu juga. Telinga Prilly lalu mendengar suara helaan napas dari Papi Ali. "Mendingan, kita duduk aja dulu."

Prilly tetap pada posisinya saat langkah kaki menjauh dua pasang kaki terdengar, yang Prilly yakini adalah suara langkah kaki Papi dan Mami Ali.

Tangan Prilly tertarik saat Ali mengajaknya untuk mengikuti dua orang tersebut. Prilly menundukan kepalanya sambil berjalan dibelakang Ali. Kedua kelopak matanya lalu tertutup, mencoba menguatkan diri saat dunia tidak terlihat dimatanya.

Saat langkah kaki Ali terhenti, Prilly membuka matanya, mencoba melihat kembali dunia nyata.
Ali kembali menarik Prilly ke sofa, mereka duduk bersebelahan dengan tangan saling menggenggam, sedangkan kedua orangtua Ali berada didepannya.

"Kamu boleh marah sama kami," Papi mulai membuka suara, membuat kepala Prilly menunduk dengan ekspresi datar diwajahnya. "Apalagi saya, sebagai kepala keluarga yang gak becus ngejaga anak dan istrinya."

Saya? Prilly membatin dalam hati. Merasa marah karena laki-laki dewasa dihadapannya kini tak lagi memakai embel-embel Papi pada Prilly. Dengan perasaan kesal, ia mengangkat wajahnya, menatap datar kedua orangtua dihadapannya kini. "Kalo boleh tau ..., kenapa ya, saya bisa ada disini?"

Mata laki-laki dihadapannya kini melirik pada laki-laki yang berada disamping Prilly. Membuat Prilly agak heran dan langsung menoleh ke samping, dimana saat itu juga Ali menatapnya dengan tatapan menyesal. Prilly menelan ludah, mendapat sebuah firasat yang menurutnya tidak bagus sama sekali. Matanya kemudian kembali menatap kedepan, dan mendapati Mami Ali yang membuang muka dengan wajah yang sudah basah dengan airmata, sedangkan Papi Ali yang membuang napas panjang.

Selanjutnya, beberapa kalimat dari mulut pria dewasa itu membuat pikiran Prilly blank dan genggaman tangannya mengendur.

Instagram: prdsdef_jy
You Tube: Prdsdef Jy

Brother✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang