Yang Tidak Diharapkan

74 5 0
                                    

Kriiiingg.. Kriiingg... bel sekolah mengalun membangunkan beberapa murid yang terlelap dengan aliran sungai dipipi.

"Baiklah anak-anak, sampai disini pelajaran kita hari ini. Jangan lupa untuk mengumpulkan tugas kalian besok" ujar seorang guru lelaki yang tengah membereskan peralatan mengajarnya di kelas Reza.

Keadaan kelas masih sama seperti kemarin-kemarin. Tak ada yang istimewa. Siswa yang sibuk masing-masing maupun bergerumul membicarakan sesuatu kian mengisi ruangan itu. Reza menoleh kebelakang arah tempat duduk Hendra. Ia melihat Hendra yang sedang bertopang dagu memandang ke arah luar jendela. Reza melangkahkan kakinya mendekat setelah mengamati Hendra beberapa saat. Hendra melihat ke arah Reza setelah ia menyadari seseorang mendekatinya.

"Bisa bicara sebentar?" Reza memperlihatkan wajah seriusnya. Hendra masih terdiam tak menanggapi. Sepertinya ia sudah tahu apa yang ingin dibicarakan Reza.

"Hmm.." Hendra merespon singkat mengiyakan. Hendra terus mengikuti Reza yang membawanya ke tempat duduk panjang taman sekolah. Tak begitu banyak orang disana tetapi juga tidak bisa dikatakan sedikit. Namun mereka memilih mengabaikan keadaan sekitar.

"Apa yang terjadi di pesta ulang tahun Tasya?" Reza bertanya tanpa tedeng aling-aling. Sepertinya ia mulai paham Hendra bukanlah orang yang suka berbasa-basi. Reza masih menunggu jawaban Hendra yang terlihat enggan menjawab.

"Apapun yang terjadi itu sama-sekali bukan urusanmu" Hendra berujar tenang. Matanya menyorot dingin dan sangat tak bersahabat. Hari ini tak seperti hari biasanya bagi Hendra. Karena suatu alasan ia benci jika harus mengingat tentang pesta itu lagi. Bahkan untuk menyinggungnya sedikit saja ia enggan. Pertengkaran Hendra dengan ayahnya di malam kepulangan dari pesta itu masih segar di kepala Hendra. Deretan kejadian yang membuatnya marah itu berputar ulang bagai film hitam putih yang sangat memuakkan. Rasanya ia ingin melampiaskan kemarahannya pada semua orang. Perasaan campur aduk terus bergejolak dalam hatinya. Namun, benarkah hanya karena itu saja?

"Apa Tasya calon tunanganmu?" tanya Reza lagi. Gaya bicara mereka bahkan sudah berubah.

Hendra menghela napas. Sepertinya ia tidak akan lepas dari topik ini untuk sementara waktu. Ia mengalihkan pandangannya dari Reza, sontak mata kelamnya menangkap bayangan seseorang yang sedang menguping pembicaraan mereka. Mungkin ini adalah saat yang tepat untuk Hendra mengungkapkan semua yang ada di kepalanya, pikirnya.

"Iya, Tasya calon tunanganku" Hendra tahu betul siapa yang sedang menyimak pembicaraan mereka. Namun tidak seperti Hendra, Reza sama sekali tidak menyadari hal itu.

"Tapi kenapa? Bukankah Yuri sudah—"

"Aku mencintai Tasya. Tidakkah itu alasan yang cukup?" Hendra memotong kalimat Reza. Reza membeku ditempatnya. Ia tidak menyangka dapat mendengar kalimat itu dari seorang Hendra yang notabennya pangeran es yang paling sulit didekati. Reza prihatin memikirkan perasaan Yuri saat ini. Pasti adiknya itu sangat terpukul mengingat betapa adiknya itu mencintai seorang Hendra. Selama ini Reza tidak serius melarang Yuri mendekati Hendra lantaran Reza yakin Hendra menaruh hati pada Yuri meski hanya sedikit. Namun ternyata ia salah. Ini sama sekali diluar dugaan Reza.

"Kurasa tak ada yang perlu dibicarakan lagi. Aku kembali ke kelas" Hendra membalikkan badannya meninggalkan Reza yang berdiri mematung. Hendra sempat melirik Yuri yang duduk menyembunyikan diri di balik tanaman hias di taman. Ya, Yuri mendengar semua pembicaraan mereka. Yuri duduk sambil memeluk lututnya. Wajahnya tertunduk. Ia bahkan tidak tahu keberadaanya sudah lama disadari Hendra.

***

"Saya ingin anda menjelaskan semuanya pada saya!" Hendra berkata tegas pada papanya. Ia bahkan baru saja memasuki kediamannya dan langsung menodong ayahnya dengan pertanyaan. Bahasa yang digunakannya benar-benar terdengar seperti orang asing, atau sebenarnya memang asing?. Entahlah.

Setinggi LangitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang