"Aduh!"
"Ya ampun! Maafkan aku, Paman."
Entahlah, sudah berapa kali Jisoo meminta maaf karena dia terus-terusan tak sengaja menabrak beberapa orang yang melintas di sekitarnya.
Pagi itu, pasar ikan yang hanya berada sekitar lima blok dari tempatnya memang cukup ramai. Sebentar, ralat. Ramai sekali.
Dia sampai-sampai tidak bisa melihat ikan laut segar karena ketutupan oleh punggung-punggung manusia. Tak jarang pula mereka menginjak kaki Jisoo yang hanya mengenakan sandal jepit.
Dia menghela napas panjang.
Kalau tahu begini mending ia dirumah saja. Menonton film. Tidur. Melamun. Atau mengacaukan kamar Taeyong.Haha. Bercanda.
Tidak, gila saja. Meskipun hari ini Taeyong—lagi-lagi—pergi entah ke mana yang dimana Jisoo tahu ke mana, tapi mengacaukan kamar Taeyong? Itu hanya terjadi di pikiran anehnya.
Mau cari mati apa?
Namun setidaknya Jisoo tidak merasa menyesal datang kesini. Jarang sekali Jisoo pergi ke pasar ikan. Terlebih, besok adalah hari dimana dia harus kembali menjalani rutinitasnya seperti biasa.
Hingga dia kini sudah berada di ujung jalan bagian pasar ini. Dan dia menemukan pegadang tua yang umurnya mungkin sudah hampir memasuki kepala delapan.
Jisoo tidak mengerti kenapa, padahal kalau dilihat ikan-ikan yang dijualnya juga tidak kalah segar dengan yang lain. Hm. Mungkin, karena letaknya.
Ya. Tepat sekali. Tidak begitu ramai disana.
Bahkan tidak ramai sama sekali. Hanya ada satu pembeli yang daritadi hanya berdiri termenung mengamati ikan-ikan tersebut dengan seksama seakan saat dia berpaling sedikit mereka akan melompat secara tiba-tiba.
Terlepas dari perasaan iba, tanpa pikir panjang Jisoo menghampiri tempat itu.
"Pak, aku beli kakap ini saja."
Kini Jisoo mendengar suara pria yang daritadi terlihat hanya berdiri diam dan mengamati ikan-ikan yang berenang kesana kemari, mungkin merasa risih dilihat olehnya.
Gadis itu melihat gurita berukuran sedang yang terbaring sambil sedikit menggerekkan tentakel-tentakelnya di dalam sebuah kotak. Ah! Dia ingin membeli itu. Dia hanya berharap harganya tidak terlalu mahal.
"Pak, gurita itu berap—"
"Ah, tidak jadi, Pak! Aku beli yang itu saja," sahut pria itu menyela perkataan Jisoo dan telunjuknya mengarah ke gurita yang Jisoo maksud.
Sial. Guritanya hanya satu.
"Baiklah. Harga satu kilogramnya 3.900 Won."
Bapak itu tersenyum. Mungkin dia merasa lelah, tapi raut mukanya menampakan wajah maklum. Dia juga tersenyum ke arah Jisoo.
Jisoo kemudian melihat kearah cumi-cumi yang berada di dekatnya. Dia menyapa makhluk-makhluk kecil dan segar itu dalam hati.
"Pak, aku ambil yang—"
"Tunggu, Bapak. Maafkan aku. Aku beli cumi-cumi ini saja."
Lagi-lagi pria galau itu menyela.
Jisoo terdiam. Menunggunya berbicara berapa banyak yang akan dia beli.
"Semua."
Rusak.
Demi jenggot Adam Levine, kepala Jisoo serasa mendidih.
"Orang ini kenapa sih?"
"Maaf, Tuan—" Jisoo mengamati pria itu sejenak. "—yang berjas dan berdasi sangat rapi. Sebenarnya kau ingin membeli apa? Mungkin aku yang terlalu percaya diri tapi kau selalu menunjuk apapun yang aku tunjuk," sembur Jisoo tiba-tiba, terselip jelas nada kekesalan di dalam kalimatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Burned Up ㅡ taeyong ; jisoo ✔️
Fanfiction"What's your history? Do you have a tendency to lead some people on? Cause I heard you do." ◾️ acciotrashure, 2017. { Written in Bahasa : Baku } COMPLETED ✓ 10th of March, 2019 🍻 #83 in Taesoo - 19/03/19