Prolog

21 3 0
                                    

"Luna. Buka pintunya, sayang."

Gadis itu berusaha mengabaikan ketukan pintu tersebut. Ia sama sekali tak beranjak dari ranjangnya. Ia tidak ingin, dan tidak bisa. Untuk sekedar menyahut pun ia enggan. Tubuhnya seolah sudah diprogram untuk tak banyak bergerak. Tubuhya tidak mau digerakkan.

"Luna,"

Oh, ayolah. Bisakah pria itu pergi saja? Dengan kondisinya yang sekarang, bergerak adalah hal yang nyaris mustahil. Terlebih lagi, gadis itu tidak mau dilihat dalam keadaan seperti ini. Tidak dalam kondisi terburuknya.

Sudah berapa lamakah ia tak keluar kamar? Tiga hari? Seminggu? Ia tak yakin. Satu hal yang pasti, periodenya kali ini adalah yang terlama dibandingkan sebelumnya. Tuhan, bisakah ia memilih mati saja? Ya, mungkin mati lebih baik. Kondisinya sekarang terlalu menyedihkan, nyaris tak tertolong. Lihat? Bahkan keputusasaan dan rasa frustasinya kembali menyeruak tak kenal waktu. 

Luna meringis kecil ketika pandangannya mulai kabur. Bagus. Sepertinya harapannya untuk mati akan terkabul. Hal selanjutnya yang diingat oleh gadis itu adalah teriakan panik pria yang sangat dikenalnya, bersamaan dengan pintu kamarnya yang terbuka serta pandangannya yang menggelap total.

Has llegado al final de las partes publicadas.

⏰ Última actualización: Apr 03, 2017 ⏰

¡Añade esta historia a tu biblioteca para recibir notificaciones sobre nuevas partes!

LunaDonde viven las historias. Descúbrelo ahora