Atmosfer tak menyenangkan terasa di salah satu ruang kerja Panembrama Entertainment. Si penghuni ruangan tengah mondar-mandir gelisah. Tangan kanannya berkacak pinggang, sedangkan tangan kirinya menggenggam ponsel yang ditempelkan ke telinga, kemudian diturunkan dan dilanjutkan dengan gerakan jemari yang cepat mengetuk layar ponsel, setelah itu menempelkannya kembali ke telinga. Mulutnya pun bergumam, 'ayo angkat teleponnya' –berulang kali seperti merapal mantra. Namun, usahanya tak sedikitpun membuahkan hasil. Suara seseorang yang sangat ingin ia dengar di seberang sana, sama sekali tak kunjung hadir untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang membuat kepalanya hampir pecah.
Sementara itu, Panca dan Ayu akhirnya sampai di gedung Panembrama Entertainment setelah melewati rintangan berat—mengarungi lautan awak media yang semakin mengganas memburu berita dan kejelasan 'Skandal Maheswara'. Mereka turun dari mobil dan berlari masuk ke dalam gedung. Semua mata tertuju pada dua sejoli yang dirundung kepanikan itu. Tak sedikit di antaranya menyapa mereka berdua. Namun, Panca dan Ayu menggubris. Mereka tak mampu lagi membalas sapaan orang-orang apalagi berbasa-basi. Pikiran mereka kalut. Satu hal yang paling penting adalah mereka harus menemui Panji secepatnya.
Panca dan Ayu terus berlari melewati lobi gedung. Meskipun sudah berlari secepat mungkin, pintu lift yang mereka tuju tertutup lebih dahulu. Mereka terlambat mengejar. Jari Panca dengan gusar menekan tombol naik di antara dua pintu lift. Ayu melihat pintu lift sebelahnya terbuka—bukan pintu lift yang sedang ditunggu oleh mereka berdua. Tanpa pikir panjang, Ayu menarik lengan Panca untuk masuk ke dalam lift itu dan naik menuju ruang kerja Panji.
Hebohnya berita 'Skandal Maheswara' yang telah mengudara luas, sedikitpun tak luput dari perhatian para artis Panembrama Entertainment. Judo—sang aset emas perusahaan tengah menjadi sorotan dengan rumor yang dapat menggoyahkan pelayarannya mengarungi samudera prestasi dan kesuksesan. Mereka yang dilanda kebingungan dengan rumor salah satu rekan seprofesinya itu pun dibuat heran saat melihat kedatangan Panca dan Ayu di gedung Panembrama Entertainment tanpa Judo.
"Mas Panji!" seru Panca dan Ayu yang seketika berlari setelah pintu lift terbuka, kemudian meringsek masuk tanpa permisi ke dalam ruang kerja sang produser.
Panji menoleh dengan cepat ke arah pintu ruang kerjanya dan mendapati dua orang dengan wajah memerah disertai bahu yang naik turun mengatur napas. Kehadiran Panca dan Ayu membawa titik terang. Panji menghentikan usahanya menelepon Judo. Ponsel yang sudah membuat tangannya pegal karena berulang kali menghubungi artis kesayangannya itu, langsung diturunkan lalu dimasukkan kembali ke saku dalam jasnya.
"Kalian berdua!" pekik Panji emosi dengan mata melotot marah. "Mengapa tidak ada yang mengangkat telepon dariku?"
"Aku sudah menelepon Mas Panji, tapi nomor Mas panji sibuk," tutur Panca membela diri dengan sedikit rasa takut. "Sepertinya jaringan operator berbenturan karena banyak yang melakukan panggilan di waktu yang sama."
"Lalu, mana Judo?" tanya Panji masih dengan amarah karena tidak melihat kehadiran artisnya itu bersama Panca dan Ayu.
"Anu... Mas Panji. Mas Judo tidak bisa keluar. Rumahnya dikepung wartawan. Kalau Mas Judo memaksakan diri, nanti dia bisa habis oleh para wartawan itu."
"Aku harus mendengar penjelasan darinya!" geram Panji lalu menunjuk pada layar televisi flat screen di dinding ruangan yang tengah menyiarkan 'Skandal Maheswara' sebagai berita utama sejak pagi. "Bisa kalian jelaskan? Apa maksud semua itu?"
Panca dan Ayu yang sedang diinterogasi kompak menggelengkan kepala membuat Panji semakin emosi. "Bagaimana bisa kalian tidak tahu? Jelas-jelas kalian bertiga ada di foto-foto dan video itu! Lalu, siapa perempuan itu? Hah!"
"Benar, Mas Panji. Kami tidak tahu apa-apa." Suara Ayu gemetar. Kakinya bergerak mundur—sedikit bersembunyi di balik tubuh Panca.
"Setelah dari pesta perayaan di kelab malam itu, kami langsung pulang ke rumah Mas Judo. Sewaktu kami menurunkan barang-barang Mas Judo dari bagasi mobil, perempuan itu sudah ada di sana. Kami tidak tahu siapa perempuan itu dan kapan tepatnya dia masuk ke bagasi mobil. Kami juga belum bisa menanyakan apapun pada perempuan itu karena..." Panca menggantung kalimatnya.
"Karena apa?" tanya Panji penasaran.
"Ka... karena perempuan itu mabuk," lanjut Panca perlahan, memejamkan mata cepat-cepat dan menundukkan wajah karena tahu apa yang akan terjadi selanjutnya.
"Apa?" Emosi Panji memuncak.
Benar saja firasat Panca. Sang Produser benar-benar murka. Panca dan Ayu bergidik mendengar suara Panji yang mampu membuat bulu kuduk mereka berdiri.
"Aku sampai harus membuat permohonan maaf pada pihak Donahue karena Judo tidak mungkin menghadiri wawancara gara-gara berita ini! Kalian tahu? Betapa malunya aku sewaktu menghadapi mereka!" Panji tak habis pikir. Semalam mereka baru saja bersenang-senang merayakan kesuksesan Judo, tetapi di pagi harinya justru beredar kabar yang sangat tak menyenangkan. Kejadian ini jelas akan berpengaruh pada karir Judo.
"A... aku tahu, Mas Panji. Jadwal wawancara Mas Judo dengan Majalah Donahue juga tertulis di jurnalku. Kalau sudah seperti ini, aku juga tidak mengerti harus bagaimana."
Emosi Panji tak berlangsung lama. Matanya terpejam sejenak, bahunya terangkat untuk menarik napas dalam-dalam kemudian menghembuskannya secara perlahan. Setelah dapat mengontrol emosinya yang meluap-luap, Panji kembali menatap Panca dan Ayu yang nampak tegang berhadapan dengannya.
"Baiklah. Kita kembali ke topik 'Skandal Maheswara." Suara Panji berangsur tenang. "Jadi, secara garis besar bisa disimpulkan bahwa Judo bersama dengan perempuan asing yang ditemukan dalam keadaan mabuk di bagasi mobil pada malam hari. Seperti itu?" tutur Panji merunutkan kronologis kejadian.
"Iya, Mas Panji." Panca membenarkan ucapan sang produser. "Tapi, lebih parahnya di media sosial bermunculan spekulasi kalau Mas Judo menyembunyikan mayat di dalam rumah."
"Mereka benar-benar tega pada Mas Judo. Mas Judo tidak mungkin melakukan hal keji seperti itu," timpal Ayu yang keluar dari persembunyiannya dan kembali berdiri di samping Panca setelah melihat Panji sudah tidak marah-marah lagi.
Kepala Panji berdenyut. Kedua tangannya terangkat—memijat pelipisnya agak lama. 'Skandal Maheswara' ini benar-benar membuatnya sakit kepala. Kekhawatiran Panji pada karir Judo yang berada di puncak popularitas sangat besar—khawatir bila Judo akan jatuh dalam sekejap. "Aku harus bicara langsung dengan Judo, tapi aku tidak mungkin membicarakannya melalui telepon ataupun video call." Panji kembali mondar-mandir.
"Mas Panji bisa bertemu dengan Mas Judo," ucap Panca tiba-tiba. Panji sontak berhenti bergerak lalu berpaling padanya.
"Bagaimana caranya?" tanya Ayu menatap Panca penuh tanda tanya.
"Aku ada ide," jawab Panca singkat dengan mata berbinar memandang Panji dan Ayu bergantian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Get In Touch (TAHAP REVISI)
FantasyJudul awal : Loving Princess [Genre : Comedy - Romance - Fantasy] Kamala Wikrama Indurasmi, seorang Gusti Putri suatu kerajaan seribu tahun yang lalu. Bukan hanya cantik dan anggun, Kamala juga seorang gadis tangguh yang menguasai keahlian berperang...