Chapter 14

2.2K 139 0
                                    

Seminggu sudah Habibah menghindar dari Erza. Rasanya ia benar-benar tidak ingin melihat Erza untuk saat ini.

Perasaannya benar-benar campur aduk. Sedih, senang, cemas, semua menjadi satu.

Apakah ini jalan yang benar yang akan di laluinya?

Sementara itu Erza selalu mencari Habibah. Erza yang merasa di jauhi dengan Habibah pun tidak berani untuk menghampirinya kembali.

Cukup hanya dari kejauhan. Cukup hanya dari balik pohon rindang yang berada tak jauh dari kelas Habibah.

Semua itu sudah lebih dari cukup. Bisa melihatnya dengan keadaan baik pun sudah syukur Alhamdulillah pikir Erza.

Benar kata orang-orang. Cinta itu memang tak harus memiliki. Buktinya dengan Erza yang sekedar melihat senyumnya saja sudah sangat senang.

Seperti biasa, kini Erza dan teman-temannya sedang bolos dari jam pelajaran. Sudah tak heran lagi jika mereka selalu tak ada di kelas dan selalu jadi incaran para guru-guru yang ada di sekolah ini.

Tepatnya sekarang mereka sedang tidak ada di kantin. Mereka tahu betul, bahwa bu Mawar yang sedang mengajar mereka di kelasnya pasti akan datang ke kantin untuk menghampiri mereka lalu menghadiahkan jeweran yang amat sangat mematikannya itu.

Kini mereka bereda di rooftop sekolah. Semilir angin lah yang menemani canda tawa mereka bersama.

"Ejakuu ada apa gerangan kamu melamun seperti itu?" Tanya Doni.

Doni pun langsung dihadiahi tatapan horor dari Erza. "Jijik!" Ketusnya. "Gak kenapa-kenapa," lanjutnya

Pandangannya kosong lurus kedepan.

"Cerita kali Ja, buat apa kita disini kalo lo gak mau bagi-bagi cerita sama kita?" Kini giliran Tio.

"Secarakan kita udah kayak keluarga Ja, lo kakak pertama, Doni kakak kedua, Tio kakak ketiga, dan gue yang paling imut dan lucu ini adalah bungsu," kata Ali tersenyum bahagia.

"Anjir, gue paling tua gitu? Sialan lo," kata Erza terkekeh.

"Tapi gue bingung, apa ada emak yang nerima kita semua jadi anaknya? Kaga stress apa? Secara yang satu kelakuannya kayak orang gila, yang satu kelakuannya kayak orang kaga punya urat malu, yang satu rada-rada, dan gue yang paling normal di antara semuanya," kata Doni membanggakan dirinya.

Doni pun mendapatkan hadiah toyoran dari teman-temannya.

"Sialan lo! Ada juga itu mah sifat lo semua kali Don," kata Tio.

"Gila kok ngomong gila, situ waras?" Kata Ali dan semua pun tertawa lepas tanpa terasa beban sedikitpun.

"Udah yuk ah, istirahat udah dari tadi, dikit lagi masuk. Kelas lah yuk," ajak Tio.

"Toilet dulu, kebelet nih," ajak Erza.

"Kebelet apa? Kawin?" Tanya Doni.

"Berak sekebon!"

*****

"Bah?" Panggil Najwa.

Habibah hanya terdiam dan tidak menghiraukan panggilan Navia.

"Bah?" Panggil Navia dengan memukul pelan pundaknya.

Habibah Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang