Kak Sela

273 12 0
                                    

Budayakan follow vote dan coment.

Deg... saat aku dan Rafa melihat sebuah gubuk kecil yang tidak layak pakai. Mungkin pemandangan ini sudah menjadi hal biasa apalagi di kota-kota besar. Aku turun dari motor dan Rafa masih stay dimotornya dengan wajah yang penuh rasa keanehan. Aku mencoba melangkahkan kaki ku untuk memastikan bahwa rumah itu berpenghuni, tetapi Rafa mencegahku. "Li.. kamu nggak main main kan ?" Tanyanya seolah tak yakin sambil memegang tanganku. "Apasalahnya mencoba." Kataku dengan santai seoalah tidak ada apa apa. Rafa melepaskan tanganku dengan perlahan dan aku pun mulai mendekati gubuk itu. Sesekali aku menoleh ke belakang melihat Rafa yang tampak cemas melihatku mendekati gubuk itu. Aku mencoba mengetuk pintu itu.

Tok tok tok

Tak ada jawaban..

Tok tok tok

"Iya sebentar." Terdengar seorang wanita paruh baya.
"Ada apa nak ?" Tanya wanita itu. "Apa benar ini rumah Kak Sela ?." Tanyaku. "Sela ? Dia sudah tidak tinggal disini nak, dia sudah pergi ke Yogya untuk lanjut kuliah." Kata wanita itu.
"Jadi kak Sela sudah berangkat ke Yogya ?." Tanyaku lagi seolah tak percaya. "Iya nak, sudah sekitar 2 bulan yang lalu." Kata wanita itu. "Terima kasih nek atas informasinya." Aku pun mengecup punggung tangan nenek itu dan pergi ke arah Rafa. "Gimana Li ?" Tanya Rafa penasaran.
Hufttt "Kak Sela uda berangkat ke Yogya Raf." Jawabku dengan lemas. "Yah.. terus gimana." Rafa tampak panik dan putus asa. Aku mencoba berfikir sekeras mungkin untuk menemukan solusi masalah ini. "Emm gimana kalau aku pelajari dulu.. besok atau lusa aku kasih ke kamu." Kataku dengan yakin. "Emang kamu ngerti Li masalah kayak gini ?" Tanya Rafa seolah tak yakin. "Emm kan aku pelajari dulu." Kataku dengan percaya diri.

Rafa hanya diam dan dia memakai helm nya dan menghidupkan mesin motornya. "Raf.. kita mau kemana ?" Tanyaku. "Aku antar kamu pulang." Nada bicaranya yang seperti ini membuatku menuruti semua perkataanya.

*Di Rumah

"Huftt si Lia kemana sihh." Kata Dian berdecak kesal yang sedang sibuk mondar mandir di kamar tidur kesayanganku. "Yaampun Dian, biarin ajalah yang penting kita udah pamit." Kata Tara dengan santai sambil memainkan smartphone nya (penikmat wifi gratis).
Tak lama kemudian..

"Nahh itu si Lia." Saat Dian melihatku dari atas balkon kamar. "Tara.. Tar.. "panggil Dian dari balkon. "Napa sihh Dian." Tara memasang muka herannya, kenapa si Lia sama Si Rafa.

"Lia.." teriak Tara dari teras rumah. Rafa yang mendengar teriakan itu langsung menoleh ke arah suara itu. Tampaknya Rafa lelah. Dia hanya terdiam.
"Raf kalau kamu capek nggak usah ikut ngerjain deh.. biar aku sama Tara." Kataku dan Rafa menoleh ke arahku. "Kamu yakin ?" Tanya Rafa. Inilah salah satu hal yang membuat aku kesal dengan sikap Rafa yang tidak pernah percaya dengan orang lain. "Yaudah nih.. kalau kamu mau ngerjain sendiri, uda kasihan mau dibantuin malah ngeraguin." Decak ku kesal sambil menaruh surat beramplop putih itu di depan dada Rafa. Aku meninggalkannya masuk karena aku malas untuk meladeni orang yang sedang kumat penyakitnya.

Kuintip dari jendela, Rafa pun pergi meninggalkan rumahku.
"Lia, kamu kok bareng sama Rafa sih ? Emang kalian dari mana ?" Tanya Tara yang keponya uda max. Aku hanya menaikkan bahu ku dan pergi ke kamar kesayanganku.

Lelah.. itulah yang aku rasa. Dian dan Tara duduk di pinggir kasurku. "Li kalau kamu lagi capek yauda kita pulang aja." Kata Dian dengan polosnya. "Uda nggak apa kalian disini lagian aku juga kesepian di rumah." Kataku mencegah mereka pergi. "Emm yaudah deh." Dian ikut merebahkan tubuhnya di atas kasur.

Matahari pun telah kembali ke peraduannya Tara dan Dian sudah pulang ke rumah masing-masing. Aku menatap langit-langit kamarku dan terlelap.


Tidak ini semua hanya mimpi..
"Ini bukan mimpi, ini nyata." Dan terlihat seorang laki-laki. Aku mencoba melihatnya dari ujung kaki hingga.. silau itu yang aku lihat saat menatap wajahnya.

Kringggg

Aku mematikan alarm ku yang menunjukkan pukul 5:30. Seperti biasa aku harus bersiap pergi ke sekolah. Aku turun ke bawah dan aku tak melihat sosok wanita yang biasanya ada di meja makan saat pagi.
"Bikk Mama tadi malam nggak pulang ?"

"Nggak non katanya sihh sampe 3 hari di Bandung." Mendengar kata-kata bik lastri rasanya mood sarapanku hilang seketika. "Bik saya langsung berangkat ya." Kataku sambil mengambil kunci mobil di gantungan tempat kunci.

Entah kenapa rasanya pagi ini aku sangat lelah sekali setelag mempelajari juknis bazar buku. Aku memarkirkan mobilku dan berjalan menuju kelas.

Saat melewati koridor di depan ruang guru aku melihat seorang murid baru. Jika dilihat dari warna tanda kelas sepertinya dia masih kelas X. Tunggu sepertinya aku mengenalnya..

"Wulan."

.

.hayyyy maaf ya kalau cerita nya rada aneh.  Mangkanya sambil di vote di coment juga.. jangan lupa follow.  Yang nge follow aku pasti aku follow back.

Benci Dan Cinta Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang