Four- The Truth

63 7 0
                                    

Will berjalan dengan was-was menuju kamarnya, di sana ia hanya mendapati ruangan kosong tidak berpenghuni. Ia mencoba menghubungi isrtinya, namun hasilnya nihil, tidak ada jawaban dari sang penerima.

Will nampak frustasi, ia meremas rambutnya kuat dan berkeliling mencari ke setiap sudut rumah. Tapi hasilnya tetap nihil.

Ia melihat kontak sang istri. Ratusan kali sang istri mencoba menelponnya, tapi ia tidak mengangkatnya. Panggilan terakhirnya menunjukan 1 minggu yang lalu. Lelaki itu pun kian panik.

Teringat ia pada dosa-dosa yang ia lakukan di belakang istrinya bersama sang sekretaris

Bibi Rose duduk di sofa yang berada di ruang tamu sambil menangis terisak. Will mendekati sosok wanita tua itu. "Bibi Rose! Katakan dimana, Cherry!"

Plak!

Tanpa alasan yang jelas, tiba-tiba saja wanita itu menamparnya dengan keras. Tatapan matanya pun menunjukan rasa marah dan kebencian.

"Dimana kau selama ini?! Kenapa kau baru mencarinya?! Sudah bosan kau dengan selingkuhanmu yang cantik itu?!" Sergahnya.

Will nampak tak terima, "Apa maksudmu? Kau--"

Tiba-tiba saja wanita itu menangis, "Dia sakit... Dia membutuhkanmu... Dia mencarimu... Kau kemana..." Isaknya sembari memukuli tubuh tinggi Will. "Dia sudah pergi. Dia tidak akan kembali. Kau terlambat." Wanita tua itu jatuh terduduk diatas lantai.

Will masih terdiam dalam keterkejutannya. Ia tahu betul makna tidak akan pernah kembali.

"Aku sudah berusaha membujuknya untuk berobat ke Singapura, tapi dia menolak, dia ingin tetap disini dan menunggumu pulang. Tapi kau tak pernah pulang. Dia sedang hamil, anakmu. Bayi kalian terlalu lemah, tidak bisa dipertahankan.Tapi dia tidak ingin kehilangan bayi kalian, dia ingin tetap mempertahankannya. Itu karena dia mencintai bayi kalian." Wanita itu terus saja bergumam. "Dia ingin memberitahumu kabar bahagia itu! Tapi kau... Kau malah menghilang! Kau lebih memilih wanita itu!! Kau jahat!! Kau jahat!!" Teriaknya.

Mata tajamnya berkaca-kaca, airmata yang jatuh tanpa permisi. Kakinya selemas jelly, ia pun jatuh berlutut diatas lantai. "Cherry..." Lirihnya.

Wanita itu melemparkannya sejumlah surat ke hadapannya. "Ini! Surat yang berusaha dia kirim untukmu! Tapi kau tidak pernah menerimanya! Karena dia tidak tahu kau dimana! Akhirnya surat itu kembali lagi padanya setelah 2 minggu berkeliaran tanpa penerima yang jelas." Wanita itu berusaha mengatur napasnya.

"Dia menderita disini! Sementara kau? Kau malah asik bercinta sepanjang hari dengan wanita selingkuhanmu itu." Sarkasnya.

Will menundukkan kepalanya, ia benar-benar menyesal saat ini. Sangat menyesal. Bahkan untuk melihat wajah Bibi Rose saja ia terlalu malu.

"Hiks! Dan sekarang kau baru menyesalinya, tapi itu tidak berguna. Kau terlambat." Wanita itu bangun dengan sudah payah. "Aku ingin berhenti bekerja. Terimakasih atas semua bantuan dan kebaikan yang kau berikan. Aku permisi." Ia membungkuk hormat pada tuannya dan berlalu ke kamarnya.

Setelah kepergian Bibi Rose, Will baru menangis hingga seg-segukan. Bernar kata pepatah, penyesalan datang terakhir. Dan, Will baru merasakannya.

Semua kenangan yang mereka lalui seakan mencekiknya dan menjadikannya rasa bersalah.

"Will, apa kau mencintaiku?"

"Selalu. Dan selamanya."

"Maafkan aku..."

"Will, berjanjilah untuk terus bersamaku. Jangan tinggalkan aku. Janji?"

"Iya, sayang, aku janji. Aku tidak akan meninggalkanmu. Tidak akan pernah."

"Hiks! Maafkan aku, Cher! Maaf!" Will menjambak rambutnya sendiri dan memukul dadanya yang sesak.

"ARGHHHH! CHERRY!!"

Maafkan aku yang mengingkari janjiku sendiri. Maafkan aku...

I'm broken my promise.

.
.
.
.
.

THE END

Broken Promise  [FF Sehun]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang