Jarak

2K 51 0
                                    


Sudah diedit
Selamat membaca

***

Jangan berani berbicara tentang cinta.
Jika gara-gara jarak saja, kamu mendua.
-Natasya Kayla Andrean-

***


Setelah memeluk Nata untuk terakhir kalinya, dan menenangkan Nata, Rizal pamit pulang.

Rizal benar-benar meminta maaf. Dia tidak sanggup karena jarak. Dia lebih memilih mundur dan membiarkan Nata mencari yang lain. Semoga Nata bahagia.

Nata merelakan Rizal. Nata tahu, beratnya hubungan dipisahkan jarak. Wajar Rizal tidak sanggup. Seperti halnya Akas, masih satu kota saja dia menyerah apalagi Rizal.

Kalian jangan menilai Rizal penyerah. Mungkin saja, Rizal seperti itu demi kebaikan Nata. Coba bayangkan, mereka tetap menjalin hubungan, jauh di sana Rizal  menjalin hubungan juga dengan orang lain atau sebaliknya. Namanya apa? Saling menyakiti secara diam?

Lebih baik seperti sekarang kan, melepaskan sebelum menyakiti datang. Merelakan sebelum dipaksa harus merelekan. Segala sesuatu yang terlalu lama, akan sakit jadinya.

Kalo jodoh, gak kemana.

Ya. Percaya saja dengan perkataan itu. Merpati putih pun jika tahu tuannya, tidak akan salah rumah dan selalu pulang sesuai dia datang. Kecuali, dipertengahan jalan, ada merpati lain yang lebih mempesona. Bisa apa?

Nata masih berdiri di ambang pintu dengan menundukkan wajah. Air matanya masih menetes seolah tidak pernah habis.

Nata merogoh saku dan mengeluarkan hpnya. Dia me-spam sms ke Rizal tentang apa yang Nata tidak bisa dia katakan saat bersama. Inti dari spam sms itu hanya satu yaitu kekecewaan. Ya Nata kecewa, Nata belum bisa menerimanya, Nata kira dia gila.

Nata menonaktifkan hp dan menutup pintu, masuk ke kamar untuk kembali mengisi diarynya. Nata mengurung diri. Nata kembali mengaktifkan hp dan berkali-kali miscall ke Rizal, padahal Nata tahu, Rizal sedang diperjalanan pulang ke rumah.

Suara deru motor matic terdengar mendekat ke rumah Nata. Nata kira, itu Rizal yang kembali karena akan meminta mengulang dari awal. Nata cepat membuka pintu dan menemui si empunya motor, ternyata di atas motor duduk Aldi bukan Rizal. Melihat raut wajah Nata sedih, mata Nata sembab hidung bibir Nata merah, Aldi langsung mendekat dan memegang pipi Nata.

"Lu nangis? Kaaan, jangan nangis. Siapa yang bikin lu nangis?" tanya Aldi peduli.

Nata hanya menggeleng dan memasuki ruang tamu. Tanpa diminta, Aldi mengikuti Nata masuk.

"Lu kenapa? Crita dong" Aldi memegang tangan Nata dan meminta Nata menghadapnya untuk menceritakan semuanya.

Nata masih sesenggukan menahan tangis. "Akas lagi?" tanya Aldi. Nata menggeleng.

"Terus siapa?" Nata menatap mata Aldi, mencari ketulusan kepedulian di iris matanya, bukan hanya belas kasihan.

"Gu-guu-e min-minttaa-ma-af" Nata memulia bicara terbata-bata.

"Gue ambilin minum dulu ya" Aldi beranjak ke dapur untuk mengambil air putih untuk Nata sekalian dirinya dan beberapa jajanan yang ada.

"Ini minum dulu, biar tenang" Aldi menyodorkan gelas ke Nata yang langsung diterima oleh tangan kanan Nata, Nata meminumnya beberapa tegukkan. Aldi kembali duduk di samping Nata dan menunggu Nata berbicara.

"Kalo Lu butuh curhat, ke gue aja"

"Anuu.. Mmm, sebelum kita deket, gue deket sama cowok tapi jauh, beda kota." Nata memulai curhatnya. Aldi mendengarkan tanpa memberi saran dan membiarkan Nata mengutarakan masalahnya.

Jatuh ( C O M P L E T E D ) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang