Makin hari, aku dan Jimin semakin akrab. Tak hanya kami berdua, Doyeon dan Ruby juga akrab dengannya. Perlahan sifat asli Jimin mulai terlihat, dia adalah anak yang periang juga pelawak yang receh. Ia juga mudah tertawa dengan hal-hal sepele. Tak lupa Taehyung yang selalu menemani Jimin kemana pun.
Para cewek berkumpul di kelas 2 A sedangkan para cowok berkumpul di kelas 2 B, alias kami berbeda kelas. Terkadang kami suka berjanjian istirahat bersama, pulang sekolah bersama hingga kerja kelompok bersama.
Bel istirahat berbunyi.
Hari ini Doyeon tidak masuk, sudah dua hari ia tak masuk tanpa keterangan. Aku khawatir dengannya tapi masih tak ada waktu karena kerja kelompok yang terus terusan. Aku dan Ruby berjalan ke kantin. Kami mengambil makanan kami dan duduk di bangku panjang dekat dengan taman disekolah. Disana sudah ada Taehyung, tapi tak ada Jimin.
"Ciao, Taehyung!", sapa Ruby yang mengambil tempat duduk tepat disebelah Taehyung.
"Sok sok-an pake bahasa Prancis dih", ucap Taehyung sedikit kesal.
"Itu bahasa Italia, bro", Ruby tampaknya berusaha ingin bercanda dengan Taehyung tapi sepertinya laki-laki berambut coklat itu tak merespon.
Aku yang duduk didepan mereka berdua menatap Taehyung dengan curiga, seperti ada sesuatu yang aneh ditambah Jimin yang tak bersamanya. "Ada apa, Tae?", tanyaku sambil menyuap sesendok makanan.
"Tidak ada apa-apa", laki-laki itu menjawab singkat.
Ruby terdiam, begitu juga denganku. Aku tak mengerti permasalahan anak laki-laki, jikalau perempuan pasti sudah bisa ditebak, pasti tentang doi yang mengecewakannya, tapi laki-laki? Makanan dipiringku setengah tandas, berbeda dengan Taehyung. Sedari tadi ia hanya mengaduk makanannya tanpa berniat memasukkan makanan itu kedalam mulut.
"Benar-benar tidak ada apa-apa? Kalau begitu dimana Jimin?", tanyaku yang mulai gregetan melihat tingkah Taehyung.
"Dia di ruang guru, entahlah- aku khawatir dengannya maka dari itu aku tak nafsu makan", ucapnya, bibirnya itu manyun.
"Aigoo Taehyung-ah, kau berfikirlah positif. Jimin pasti baik-baik saja kok", Ruby menepuk pelan pundak Taehyung dan tak lama Jimin datang dengan wajah yang tak kalah kusut dari wajah Taehyung. "Wah panjang umur", tambah Ruby.
Jimin mengambil tempat duduk disampingku, ia menaruh kepalanya diatas meja makan. Tangannya menggantung, seperti sebentar lagi akan terbang nyawanya. Aku khawatir dengan Jimin. Ia terlihat pucat, apakah ia sakit?
"Jimin-ah", panggilku dengan pelan.
"Ya?", ia membalasnya, tetapi tak melihatku.
"Makan gih, kau terlihat pucat-", aku menyodorkan sebuah roti cokelat kearahnya. Jimin mengangkat tubuhnya dan menatapku. Aku mengangguk dan Jimin meraih roti itu. Jimin memakannya dengan lahap, sekejap roti itu sudah menghilang dimakan Jimin.
Melihat sahabatnya makan dengan lahap, rupanya membuat nafsu makan Taehyung meningkat. Apakah seperti ini sebuah persahabatan laki-laki? Aku pernah mendengar sedikit kalau Jimin dan Taehyung sudah bersama sejak mereka bayi. Mungkin mereka memiliki sebuah ikatan batin yang sangat erat.
"Kau tak menghabiskan makananmu? Tinggal dua lahap lagi bukan?", ucap Ruby yang memecah lamunanku tentang persahabat dua anak laki-laki itu. Aku malah jadi salah tingkah. Aku pun memakan sisa makananku sampai habis dan meminum minuman yang ku punya.
"Jung, nanti langsung pulang ya", ucap Jimin singkat.
"Lho, tapi aku baru aja mau ngajak kalian jenguk Doyeon", ucapku dengan nada sedikit protes.
"Baiklah, habis dari rumah Doyeon aku ada urusan denganmu", Jimin beranjak dari duduknya. "Ayo Tae kita cabut"
Seketika aura mereka berdua berubah jadi lebih ceria. Aku menukar pandang dengan Ruby, kami berdua menggeleng tak paham dan ikut beranjak menuju kelas, seperti Jimin dan Taehyung.
---
Jarum jam bergerak sangat lamban.
Aku ingin cepat-cepat pulang, segera bertemu dengan Doyeonku. Berulang kali aku mengecek jam yang ada ditangan hingga jam yang ada di dinding kelas. Lalu, empat puluh lima menit kemudian bel pulang berbunyi. Entah mengapa ada sesuatu yang menggerakkan tubuhku untuk berdiri dan berteriak "Yay!". Seluruh kelas memandangku, aku langsung duduk dan melipat wajahku, terdengar suara cekikikan dari belakangku, tak salah lagi itu berasal dari Ruby.
Guru pun keluar dari kelas, diikut dengan beberapa murid yang tak sabar keluar, termasuk aku. Aku menggandeng kuat-kuat tangan Ruby sampai gadis itu kesakitan. Tak perlu ke kelasnya, Jimin dan Taehyung sudah menunggu didepan kelas. Kami berempat mulai berjalan menyusuri lorong sekolah, Ruby pun menceritakan hal memalukan tadi saat dikelas, suara tawa Ruby memang yang paling hebat, suara itu menggelegar dan memantul dilorong.
Kami menuruni tangga dan berjalan ke parkiran sepeda. Masing-masing membawa sepeda sendiri kecuali Ruby, Ruby pun aku bonceng. Sebelum ke rumah Doyeon, kami mampir ke toko untuk membeli beberapa makanan. Saat sampai di rumah Doyeon, ternyata gadis itu sedang berjongkok di halaman rumahnya, melihat air mancur yang ada didepannya. Gadis itu masih memakai piyama berwarna biru langit serta rambutnya yang terurai.
"Doyeon-ah!", teriakku. Doyeon mendongak dan segera berdiri- namun sedikit goyang seperti akan terjatuh. Doyeon menghampiri pagar rumahnya dan membukakan pagar itu untuk kami, Ruby dengan inisiatifnya membantu Doyeon membuka pagar. Sepedaku, Jimin dan juga Taehyung diparkir didalam.
"Apa yang kau lakukan disitu hah?", ledek Ruby sambil memeluk erat Doyeon, begitu juga denganku.
"Boleh ikutan ga?", ceplos Taehyung, kami bertiga langsung menatap tajam laki-laki itu, kami pun tertawa bersama.
Doyeon mempersilahkan kami untuk masuk. Kami juga memberinya makanan yang sempat kami beli tadi. Kami berlima duduk diruang tamu. Ada ibunya Doyeon dirumah, ibunya menyambut kami ramah. Setelah itu Ruby bertanya mengenai penyakit Doyeon. Doyeon bilang hanya kelelahan, seperti gejala tipes. Sebenarnya dia harus beristirahat lagi, dan ibunya Doyeon ternyata lupa mengantar surat ke sekolah, akhirnya surat itu di titipkan kepadaku.
Tak mau berlama-lama, kondisi Doyeon juga semakin lemas. Kami pun pamit pulang. Setelah keluar dari rumah Doyeon, Jimin menarik tanganku dan berbisik. Ia menyuruhku untuk pergi ke suatu tempat. Kami semua berpencar, Ruby dan Taehyung langsung pulang sedangkan aku entah mau kemana.
Jimin mengayuh sepedanya dengan santai. Mengajakku mengobrol ringan tentang suasana yang disekeliling kami. Sepeda kami melaju didekat pinggiran sungai, matahari pada sore hari ini membuat pemandangan jadi dua kali lipat lebih indah dari sebelumnya. Langit yang sudah berwarna oranye, serta air yang memantulkan cahaya matahari itu sangatlah indah. Tak jauh, Jimin menunjuk sebuah bangunan, seperti halte.
"Yang terakhir sampai harus traktiran!", teriaknya yang langsung mencuri start. Aku pun mengayuh sepedaku dengan kencang. Membalap Jimin dan tentu saja aku yang menang.
"Aku yang menang haha", aku tertawa puas.
"Kau curang", ucap Jimin yang masih terengah-engah.
"Mana ada, hwek!!", ujarku sambil menjulurkan lidah. Jimin menggeleng dan mengajakku untuk masuk ke bangunan itu. Memang benar seperti halte, bangunan ini terbuat dari kayu yang sudah lapuk, lumut yang ada dikayu itu menandakan kalau bangunan ini tidak terawat. Disana ada bangku panjang yang terbuat dari kayu. Jimin menyuruhku duduk disana bersamanya.
Saat pantatku menyentuh bangku, tiba-tiba hujan mengguyur kami. Untunglah bangunan ini masih cukup baik untuk melindungi kami dari air. Jimin mengeluarkan sebuah kotak, ternyata itu kotak bekal. Ia memberiku sepotong sandwich. Kami berdua pun memakannya.
"Jadi- kita mau ngapayin di syini?", ucapku sambil mengunyah.
"Telan dulu baru bicara, tahu?", Jimin menjitak keningku. "Setelah makanan habis aku akan berbicara"
Lalu kami berdua hening, hanya suara deras hujan yang terdengar. Tak lama sandwich kami sudah tandas. Jimin memperbaiki posisinya agar lebih nyaman. Dia pun menghela nafas panjang, seperti mempersiapkan sesuatu yang amat berat.
"Aku mempunyai masalah- masalah yang sangat serius"
---
{Hai ><
Wdyt 'bout pt2? Ku harap makin bagus ya.. Oh iya maaf kalau ada typo dan semacamnya, wajar bagi manusia yang tak sempurna huahaha .g
See you next chapter. Dont forget for vomment;)}