Rani kembali berpapasan dengan Rama di pintu keluar pesawat, karena memang kelas eksekutif lebih dulu turun sebelum kelas ekonomi. Rani melemparkan senyum ke arah Rama tanpa rasa kesal lagi seperti biasanya.
"Terima kasih atas perjalanan yang mengejutkan hari ini," ucap Rama sambil mengedipkan sebelah matanya.
"Sama-sama." Rani pun melemparkan senyum ke arah Rama tanpa rasa kesal lagi seperti biasanya. Jauh di lubuk hatinya, mulai muncul desir-desir aneh itu. Desir-desir yang belum pernah ia rasakan selama hidupnya. Inikah cinta? Akh, tidak mungkin secepat itu! Mungkin ini hanyalah sebuah rasa kagum yang timbul pada sikap heroik Rama dalam pesawat. Setelah semua penumpang turun, ia pun bergegas kehotel untuk berganti baju dan mandi, sebelum akhirnya terbang lagi ke Jepang. Ia harus bergegas dengan menyempatkan diri berkeliling dulu di sekitar kota Turki. Sayang bila ia hanya diam saja di hotel menunggu jadwal terbang berikutnya sore hari nanti. Meskipun hanya sebentar sekedar melihat-lihat kota Istanbul sembari berburu souvenir unik, demi menambah koleksinya.
Sebuah bangunan berbentuk kastil kuno Eropa, menarik perhatiannya untuk singgah. Tertulis di papan depan bangunan 'Masjid Aziz Mahmud Hudayi'. Namun yang tak kalah unik dari bangunan bersejarah yang dibangun di jaman kepemimpinan Utsmaniah Turki ini adalah saat ia melihat beberapa ekor kucing bebas berkeliaran di dalamnya. Tak hanya satu, tapi puluhan kucing yang beberapa diantaranya tampak sedang bercanda dengan para jamaah. Mungkin tepat kalau dikatakan masjid ini sebagai masjid kucing. Rani pun tergoda untuk ikut mengelus-elus seekor kucing liar berwarna hitam belang-belang kuning dengan lembut. Sebelum memutuskan untuk mengambil air wudhu. Hmmmm....Ternyata di mesjid ini memang ramah kucing. Terbukti tidak ada jamaah ataupun penjaga mesjid yang mengusir hewan-hewan menggemaskan ini. Bahkan imamnya sendiri sangat menyayanginya kucing-kucing tersebut dengan sesekali memangku dan mengusapnya. Rani begitu terharu menyaksikannya, ketika ia sudah berada di dalam mesjid beralaskan karpet merah. Lampu hias bergelantungan indah di atas kepalanya. Ia memang tak pernah melupakan shalat kemanapun pergi, sebagaimana pesan ayahnya.
"Jangan sekali-kali kamu melupakan Tuhan Nak. Kemanapun, dimanapun dan saat apapun kamu harus menunaikan ibadah wajib yaitu shalat lima waktu."
"Untuk apa yah, kita harus capek-capek shalat?" tanyanya kritis
"Tentu saja sebagai rasa syukur kita pada-Nya Rani," jawab ayahnya lembut.
Syukur. Kata itulah yang selalu membuatnya tak mudah mengeluh. Rasa yang sudah ditanamkan kuat oleh ayahnya sejak kecil. Bukankah dengan memliki wajah rupawan, kesehatan dan tubuh yang sempurna, tak pantas baginya kufur nikmat pada Sang Pencipta? Meskipun dirinya memiliki kekurangan yang vital sebagai wanita, tapi bila dibandingkan dengan nikmat yang Tuhan berikan padanya, sungguh tak pantas ia masih berkeluh kesah. Ia pun mengangkat tangannya sambil mengucapkan takbir dengan khidmat. Memulai shalat zuhurnya dengan penuh rasa syukur karena masih bisa menghirup udara kehidupan. Ditemani kucing-kucing yang ikut shalat, tanpa terganggu sedikitpun kekhusyukan jamaah dengan kehadiran mereka. Sungguh luar biasa, pemandangan unik yang mungkin takkan ia lihat di masjid-masjid lainnya di belahan bumi manapaun termasuk di Indonesia. Allah Sungguh Maha Besar.. Menciptakan mahkluk hidup yang begitu lucu, hingga bisa menghibur-orang-orang yang melihatnya. Bahkan Nabi Muhammad sendiri telah lebih dulu mencontohkan hal ini.
Rani merasa belum puas berkeliling Turki, namun ia tak ingin terlambat mengawal penerbangan berikutnya yaitu menuju Dubai, surganya dunia. Terbersit dihatinya untuk kembali lagi ke kota Rumi ini, apalagi ke masjid yang berisi banyak kucing tersebut. Setelah mengganti isi kovernya dengan baju-baju bersih, Rani pun siap bertugas. Tak lupa souvenir-souvenir cantik yang sudah ia susun rapi dalam kover.
Sepulangnya dari Dubai, tak dinyana mereka kembali berpapasan.
"Memang kalau jodoh selalu bertemu ya Mbak," Rama berkata sambi tertawa. Mata sipitnya seolah ikut tertawa juga.
"Gak usah panggil Mbak, ah. Rani saja," jawabnya sambil bersemu merah.
"Baiklah Rani, kamu mau terbang kemana lagi?" taya Rama merasa senang karena akhirnya Rani mau memperkenalkan namanya juga. Meskipun dia sudah tahu dari Erna, sahabat Rani. Namun rasanya begitu surpise saat Rani sendiri yang memperkenalkan namanya. Itu artinya Rani mulai membuka diri untuk menjalin pertemanan dengannya.
"Saya hendak menuju Yogya sekalian pulang, kamu sendiri?"
"Wah, kok seperti sudah diatur aja yah, saya juga hendak mulih ke Yogya Ran," jawab Rama antusias dengan mata yang berbinar-binar."
"Artinya kamu jadi penumpang saya lagi yah? Hehehe Rani tak dapat menahan tawa.
"Memang itu yang selalu saya harapkan."
Rani hanya diam, berusaha menyimpan rasa tersipunya rapat-rapat akibat tersanjung.
Cukup lama kebisuan hadir diantara mereka, karena memang Rani tipe orang yang tak mudah cepat akrab. Namun ternyata Rama peka akan hal itu, hingga akhirnya berusaha mengajak Rani tertawa dengan cerita-cerita lucunya. Akhirnya kebekuan dan kekakuan diantara mereka dapat dicairkan juga oleh Rama. Ternyata selain cuek dan memliki rasa peduli, Rama juga seorang yang humoris. Ada saja guyonan segar yang terlontar dari bibir maskulinnya. Bulu-bulu tipis kebiru-biruan, menghiasi dagu dan cambang putihnya. Tanpa terasa, Rani harus bergegas menuju pesawat sebelum para penumpang naik.
"Welcome back! Eh kok kamu terlihat lebih cantik hari ini Ran," Erna tiba-tiba mengejutkannya
"Akh, basi loe Er. Gue gak ada uang kecil nih."
"Duh, uang besar juga gue gak nolak Ran. Hahahaha..."
"Dasar loe!" Rani hampir saja ingin melepas sandalnya untuk melempar Erna. Yang disambut dengan aksi ngacir Erna secepatnya dengan senyum puas. Karena bisa kembali menggoda Rani dalam satu pesawat.
Selesai membantu para penumpang, Rani mendapatkan giliran untuk memberikan aba-aba tata cara menggunakan seatbell dengan benar juga pelampung bila terdesak saat darurat. Sementara itu seorang pria yang berhasil membuatnya berdebar-debar indah, menatapnya tanpa berkedip dari kursinya. Entah mengapa, Rani menjadi agak gugup merasa ada yang memandanginya penuh perasaan. Biasanya ia cuek saja dan bersikap tenang saat berdiri dihadapan mata-mata para penumpang yang mendengarkan instruksinya. Hampir saja ia melakukan kesalahan karena mendadak gugup. Uh! Payah juga nih, baru juga dipandangi seorang cowok baru dikenal. Apa kata dunia bila tadi lidahnya terpeleset karena nervous. Begitu selesai, Rani pun segera ke pantry pesawat demi menenangkan degup jantungnya.
Awan mulai menggelap. Beberapa menit lagi pesawat akan mendarat di bandara Adi Sucipto Yogya. Hujan deras nampaknya menyambut kedatangan mereka. Namun tiba-tiba jerit para penumpang menyadarkannya dari lamunan.
"Allahu Akbar!"
"Innalillahi."
"Arghhhhh!!..."
Beberapa orang panik dan saling bertakbir serta memanjatkan doa. Rani ikut merasakan kerasnya guncangan pesawat yang hendak mendarat. Degup jantungnya kini berbunyi sangat kencang melebihi kerasnya degup jantung saat ia ditatap oleh Rama.
"Mohon para penumpang harap tenang, pesawat dalam keadaan tergelincir, hingga terjadi crash landing," para awak cabin yang lain mencoba menenangkan. Sementara itu Rama terlihat bangkit dari kursinya dan mencari Rani. Ia begitu khawatir dengan Rani dan merasa takut terjadi sesuatu pada wanita yang ia cintai diam-diam itu. Bila tiba-tiba pesawat terbakar atau meledak..
Ternyata pesawat hanya tergelincir ke luar landasan saat mendarat dalam situasi cuaca yang sedang hujan lebat. Untunglah tak ada korban jiwa, Rani bernafas lega. Namun ada satu penumpang yang mendadak terkena serangan jantung akibat terkejut. Untunglah Rama yang sudah ada didekatnya menolongnya untuk memberikan oksigen secepatnya. Akhirnya.....
"Sekali lagi terima kasih yah Ram," ucap Rani lega.
"Sama-sama Ran, kamu tak seharusnya meminta ucapan terima kasih padaku, karena ini sudah kewajiban kita semua sebagai sesama penumpang. Oh ya, tapi boleh saya minta imbalan khusus darimu?" todong Rama
. "Oke...Imbalan apa yang kamu minta? Tanya Rani sedikit gelagapan. Tak menyangka Rama meminta balasan. Pamrih juga nih cowok, dasar!...lagi-lagi Rani hanya bisa membatin. Tapi entah mengapa, tiba-tiba tak pernah lagi ada rasa kesal pada Rama hilang, berganti dengan rasa simpati.
"Mulai saat ini, kamu jangan lagi menolak menjadi sahabat dekatku," ucap Rama serius.
"Baiklah, saya mau jadi sahabatmu," jawab Rani tersenyum
"Sahabat terbaik dan terdekatkan?"
"He-eh! Sahabat terbaik dan terdekat.
Slow motion....Mata mereka berdua pun beradu pandang dengan menyimpan bara rindu dan rasa suka yang semakin besar tanpa diundang. Awalnya sebagai seorang sahabat. Lama-lama semoga berubah menjadi lebih jauh lagi yaitu sebagai sepasang kekasih. Rama menyimpan harap itu diam-diam. Dia akan terus berusaha mengambil hati Rani, sampai jatuh takluk padanya. Baginya Rani kini adalah sebuah tantangan dalam hidupnya. Semua wanita yang pernah singgah dihatinya satu persatu terbang, lepas dan musnah di telan awan seputih kapas. Hanya Rani dan Rani saja yang kini terpasang erat di sanubarinya