Genma menatap horror seseorang yang ada dihadapannya. Ia tak menyangka dia yang menahan penjaga memasukannya kedalam ruang isolasi. Genma memicingkan matanya. Sosok dihadapannya itu berdiri disisi gelap luar sel nya. Ia memang dipenjara, namun tempatnya di paling ujung sehingga cahaya yang masuk pun remang-remang.
"Sebenarnya siapa kau? aku tak butuh bantuan dari siapapun untuk keluar dari sini," gumamnya sambil duduk bersandar ke tembok penjara.
Orang itu tidak menjawab, Genma kesal dibuatnya. Ia bangkit, mencengkram sel tahanan. Auranya terasa gelap, jika saja dekat, mungkinkah orang itu akan habis ditangannya malam ini?
"Jangan banyak bicara, dibantu bukannya berterimakasih, kau justru merendahkan, dasar pecundang.."
"Suara itu, Oy! jangan sembarangan kau!"
"Hahahaha..."
.
.
Iris bulan purnama itu mulai terbuka, Ia seharusnya tengah tertidur pulas namun sesuatu seolah berbisik dan memintanya untuk bangun. Ia duduk di atas tempat tidur. Selintas terbayang wajah seseorang yang senyumannya menghangatkan, namun Ia tak dapat melihat wajahnya dengan jelas.
Ia melihat seorang gadis.
"Nak, kenapa kau terbangun?"
Dari ambang pintu seoran wanita tua berbicara. Ia membawakannya teh hangat. Wanita tua itu menatap bingung si pemuda yang nampak melamun namun tatapannya begitu hampa penuh kerinduan.
"Nak, kau baik-baik saja?" tanyanya.
Suara itu membangunkan si pemuda dari lamunan, Ia mengangguk dan menerima teh dalam gelas itu dari tangan si wanita tua.
"Sebenarnya apa yang terjadi padaku, aku melihat seorang gadis, aku mengenalnya namun.. Aku tak tahu siapa dia.." ujar pemuda itu sendu.
"Ibu pun tak tahu nak, tapi sekarang lebih baik kau tidur karna ini masih malam dan kau belum pulih sepenuhnya.."
Pemuda itu mengangguk. Setelah meminum teh dari dalam gelas Ia kembali membaringkan tubuhnya dan kembali mencoba untuk memejamkan mata.
"Nii-san..."
"Hah!"
.
.
Hinata disana, melamun dihadapan sebuah jendela kaca. Malam ini hujan turun deras sekali. Ia tak bisa tidur karna suara petir yang menggelegar membuatnya takut. Semakin hari terasa semakin berat untuknya, Ia bertemu dengan cinta seumur hidupnya, namun disisi lain Ia harus mencintai seorang pemuda yang begitu bergantung dan mencintainya. Dia membutuhkan Hinata.
Air mata mengalir tanpa disadari oleh si pemilik manik bulan itu. Ia mengingat bagaimana Itachi menghindarinya hari ini. Rasanya begitu sakit.
Sementara Sasuke yang ternyata memiliki penyakit serius selalu menunggunya setiap hari di rumah sakit. Berharap Hinata menjenguknya, berharap Ia bisa melihatnya tersenyum.
"Tuhan, kenapa ini begitu sulit.."
Jika saja sang kakak masih ada, mungkin saat ini Ia tengah menangis terluka dalam pelukannya. Setidaknya ada yang dapat meredakan perasaannya yang begitu perih saat ini, namun nyatanya Ia sendirian, Neji sudah tiada.
"Neji-nii, aku rindu sekali padamu..."
Teringat siang tadi setelah sekolah Ia menjenguk Sasuke di rumah sakit. Kebetulan pemuda itu sedang tidur. Hinata melihat raut wajahnya yang damai meski begitu terlihat pucat. Hinata mengusap surai sehitam arang itu, namun begitu melihat ke pintu. Ia mendapati Itachi pergi.
Sekali lagi Hinata mendapatkan luka.
Namun bagaimana dengan Itachi?
.
.
Itachi, lelaki itu tengah membaringkan tubuhnya di sofa, seperti biasa, ditemani Neko. Sesekali pemilik manik sehitam mutiara hitam itu menghela napas berat. Apa perasaannya pada Hinata selama ini salah?
Ia menatap mawar putih yang masih berada didalam tempat sampah. Ia selalu merelakan apa yang Ia miliki untuk Sasuke, namun kali ini, apa Ia harus merelakan cinta seumurhidupnya untuk sang adik juga?
Apa tak boleh Itachi bahagia?
Apa tak boleh Itachi memiliki seseorang yang dicintainya?
"Kenapa hidup ini tak adil.." gumamnya.
Itachi mengingat kejadian saat Ia bersama dengan Hinata, saat sebelum Ia mendengar siapa yang Hinata cintai. Semuanya begitu indah, bak jajaran memori yang tersusun rapi dalam benaknya.
Namun jika Hinata memang mencintai Sasuke, apa yang bisa Ia perbuat, tak ada cinta yang dapat dipaksakan. Ia ingin Hinata bahagia bersama siapa pun yang dicintainya. Ia tak ingin memaksakan apapun pada gadis itu.
Sedalam apapun Itachi mencintai Hinata, jika nyatanya bertepuk sebelah tangan, akan tetap seperti itu.
"Kalau memang itu yang kau mau... Baiklah Hinata, aku akan benar-benar menjauhimu, semoga dengan ini, kau bahagia.."
.
.
Hinata menangis tersedu didalam kamarnya. Ia memeluk lutut, menumpahkan seluruh perasaannya disana. Hinata benar-benar mencintai Itachi, tapi Ia tak mungkin mengingkari kata-katanya untuk Sasuke.
Sasuke menaruh harapan besar di sisa-sisa hidupnya pada Hinata.
"Apa yang harus aku lakukan.. Apa...."
Hinata tak bisa menyimpan perasaannya untuk Itachi, bahkan meskipun untuk satu detik saja. Apa Ia harus memungkiri hatinya sendiri?
.
.
.
TBC
AN:
#digamparkarnapendek
Yo'-')/ Ndei kembali.. maaf lama dan maaf pendek-3- dan maaf gaje, dan pokoknya maaf :'v
dan ndei tau kok ini sudah sangat krik krik :'( dan maaf kalo banyak typo, ngetiknya ngebut:"
*dibuang karna AN nya gak penting*btw tetap setia yaaa~
lopelope
ndeigetsu
YOU ARE READING
Psychopath
FanfictionItaHina, AU Dalam dunia ini, tidak ada yang tidak mungkin. Benarkan Hinata?