[BAB 13]

505 36 1
                                    




Gino benar-benar melakukan tugasnya. Laki-laki itu bak cctv yang memantau kemana saja perginya Verica. Ia benar-benar harus meredam egonya bahkan, rela menjilat ludahnya sendiri. Bagaimana dulu ia mati-matian menyingkirkan gadis itu yang bak parasit, tapi kini justru laki-laki itulah yang menempeli Verica.

Sampai saatnya tiba, Gino harus mengikuti permainan ini. Saat tiba waktunya, akan ia buat gadis itu benar-benar menyingkir dari hidupnya.

Saat ini Verica yang sedang berjalan bersama Alea kali itu harus menunda langkahnya tatkala Gino tiba-tiba saja muncul dihadapannya dengan tatapan tertancap lurus ke Verica.

God!” Verica memutar bola matanya jengah. Kali ini ia benar-benar risih.

Gino justru mengukirkan senyumnya. "Kan gue khawatir sama lo."

Alea yang berada di sebelah Verica melongo. Ia masih belum terbiasa dengan kelakuan orang yang katanya 'sepupu' temannya itu.

"Ya enggak seharian juga kali, No. Sekalian aja ngikutin sampe toilet," hardik Verica merasa gemas.

"Hmm. Boleh juga tuh." Gino justru menyeringai, matanya justru mengerling jail ke arah Verica yang sudah memutar bola matanya.

"Terserah lah." Verica merasa tak ada habisnya jika ia berdebat dengan laki-laki itu. Alhasil ia memilih menarik lengan Alea, mengajak teman sebangkunya itu untuk segera enyah dari tempat itu.

"Mau kemana Ver?!" tanya Gino setengah berteriak. Alhasil membuat orang-orang di koridor menoleh menatap ke arahnya.

"Fotokopi!" balas Verica sambil bersungut-sungut sebal.

"Hati-hati! Awas kangen!" seru Gino. Senyum lebarnya ia perlihatkan terang-terangan.

Benar saja kini seisi koridor langsung menatap ke arah Verica. Dalam hatinya ia mengumpati Gino yang sengaja membuatnya menjadi bahan gosipan satu sekolah.

~• •~

"Tuh kan bener. Pake sok sok an ogah lagi," cibir Arha yang duduk di kursi panjang kantin.

"Terus si Claresta gimana?" tanya Riko setelah menyedot es tehnya.

"Putus," jawab Gino santai. Laki-laki itu kemudian melahap batagor di piringnya seakan tak terjadi sesuatu.

"Bangke emang," celetuk Kavian yang sedang bermain game di ponselnya.

"Untung aja kemarin kagak beneran gue embat," sambar Arha sembari menyenggol bahu Gino.

"Kaya dianya mau sama lo aja nyet," balas Ervan sambil melemparkan kulit kuaci.

"Tapi nih ya. Roman-romannya bakalan sulit nih bro," ucap Riko setelah selesai mengosongkan gelas es tehnya.

"Lo nantangin gue nih?" balas Gino setelah memasukkan suapan terakhirnya.

"Telen dulu anjrot," tukas Riko yang duduk di hadapan Gino sehingga rawan bisa terkena muncratan dari mulut Gino.

"Eh tapi nih ya, kok gue liatin tuh cewek nempel mulu sama kembaran lo," celetuk Kavian sembari memasukkan ponselnya ke dalam saku. Ia sudah menyelesaikan permainannya.

Gino tiba-tiba meletakkan sendoknya keras, sehingga membuat suara nyaring antara logam yang beradu dengan piring keramik. Mendengar ucapan Kavian setitik emosinya kembalik terpantik. "Verica tetep bakal jadi pacar gue," jawab Gino lugas. "Udah, gue cabut dulu." Gino bangkit dari duduknya dan segera melengang meninggalkan keempat temannya.

"Bayar dulu nyet!" seru Ervan namun Gino tak menggubrisnya.

~• •~

Verica merogoh ponselnya saat benda itu bergetar sesaat di dalam saku seragamnya. Ada notifikasi pesan masuk dari Bella, salah satu teman dekatnya saat bersekolah di Paris.
Bella J : “Ver, I got a news! Its about him. The bitch who slept with.

Verica menghela napasnya berat sembari memasukkan kembali ponsel tersebut kedalam saku seragamnya. Ada rasa sesak yang tiba-tiba mengimpit dadanya, namun, ia memilih untuk tetap melanjutkan melangkah keluar dari lobby dan menuju parkiran sekolah. Disana, dirinya menemukan Derfin yang tengah bersandar pada kap mobil bercat putih itu.

“Udah lama?” tanya Verica begitu sampai dihadapan Derfin.

Laki-laki itu menegakkan tubuhnya. “Enggak, gue juga baru kelar. Yaudah, yuk.”

Baru akan menarik pintu mobil Derfin yang sedang terpakir tiba-tiba saja Gino menarik lengan Verica, membuat gadis itu berputar 180° menghadap Gino. Napas laki-laki itu yang memburu bisa Verica rasakan.

"Jangan bilang lo lupa sama keputusan lo. Sekali lo dateng ke gue jangan harap lo bisa lepas gitu aja, ngerti?" desis Gino.

Gino segera menarik tubuh Verica menjauh dari mobil saudara kembarnya itu. Menyadari hal itu, sontak saja Derfin membanting pintu mobilnya dan menghentikan langkah Verica. Langkah Gino otomatis berhenti, masih dengan menggenggam tangan kanan Verica ia membalik tubuhnya.

"Verica ikut gue," balas Derfin, matanya beradu tajam dengan manik mata Gino.

Bisa terlihat rahang Gino mengatup kuat-kuat, mencoba menahan diri. "Dia udah jadi orang gue. Dan kali ini gue gak bakal biarin lo ambil lagi orang-orang gue." Dalam satu kali sentakan Verica yang masih mencerna kejadian tersebut langsung tersentak menuju sisi Gino.

Dengan tatapan tajamnya, ia membawa gadis itu ke atas motornya. Meninggalkan Derfin yang masih berdiri di tempat yang sama sembari mengepalkan tangannya.


~• •~


Setelah perjalanan yang hanya diisi suara dari deru mesin motor Gino, akhirnya mereka sampai di lingkungan perumahan tempat Gino tinggal. Kali ini, ia langsung mengantarkan gadis itu menuju rumahnya.

"Tumben Den Gino pulang cepet." Bi Ijah yang baru selesai mengepel lantai menyapa Gino yang baru saja memasukki pintu rumah disusul Verica.

Rumah itu lengang. Jelas saja, pasti Randy masih berkutat dengan dokumen atau rapat di kantornya. Sementara Arista pasti sedang mengurus toko rotinya.

"No, kita perlu bicara," ucap Verica saat Gino baru saja akan memutar kenop pintu kamarnya yang berada di sebelah kamar Verica.

Laki-laki itu batal masuk ke kamarnya, ia membalik tubuhnya menghadap ke Verica.

"Sejak kapan aku jadi orangmu?! Terus kenapa kamu kayaknya sensi banget sama Derfin?" tukas Verica.

Tanpa ba-bi-bu tiba-tiba Gino menarik tubuh Verica, membuat tubuh gadis itu benar-benar menempel dengan dinginnya dinding rumahnya. Lengan kanannya tepat berada di sebelah wajah gadis itu. Napas Gino yang kembali menderu dapat Verica rasakan di pipinya. Ya, sedekat itulah mereka. Gadis itu menelan ludahnya. Bola mata Verica yang sedikit bergetar terkunci oleh manik mata Gino. Tatapannya benar-benar mengintimidasi mangsanya.

"Sejak lo datang sendiri ke gue. Sejak lo buat keputusan untuk gak menjauh dari gue. Sejak saat itu, lo punya gue. Lo punya Gino Zeoland, ngerti?" ucap Gino dalam.

Laki-laki itu kemudian masuk kamarnya. Meninggalkan Verica yang masih mematung di tempat itu. Bahkan, tanpa sadar sejak tadi ia menahan napasnya.


——

Charming Twin Boy Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang