Malam tiba. Jeon kembali pulang setelah mengantar Jisoo. Disambut hangat oleh wanita berparas dua puluh tahunan yang langsung memberikan handuk tebal berwarna putih dan juga air hangat untuk Jeon membersihkan diri.
"Mandi sana. Eomma tunggu disini" ucapnya melepaskan tas yang masih merekat dipunggung Jeon. Jeon mengangguk sekali saja beranjak menuju kamar.
Wanita berparas muda menghela nafas. Sudah waktunya memberitahu yang sesungguhnya mengenai Rain pada Jeon, putranya. Agar kelak Jeon dan Jisoo merasa bebas dirumah yang telah disiapkan olehnya dan orangtua Jisoo.
"Jisoo~" panggil wanita setengah baya membuka pintu kamar putrinya. Ditangkapnya ia sedang duduk ditepi kasur menatap gelapnya malam dalam balutan kimono putih.
"Mm, ne eomma?" Jisoo secepat kilat mengusap air mata yang membekas dipipi tirusnya.
"Kau baik-baik saja putriku?" wanita setengah baya itu duduk disamping putri bungsunya. Disentuhnya puncak kepala Jisoo yang masih basah.
"Mm" singkat Jisoo tak ingin memperpanjang.
"Eomma ingin bicara sesuatu padamu" ujar wanita setengah baya menatap nanar putri bungsunya. Sebelum melanjutkan pembicaraannya, wanita setengah baya itu menghela nafas dahulu sebagai awal keberaniannya. Dia tak berani menatap putri bungsunya itu yang kini tengah menatap layu langit malam melalui jendela. "Sebetulnya, eomma tak ingin bicara hal ini padamu sekarang Kim Jisoo" wanita setengah baya tak cukup berani.
"Bicaralah sekarang eomma. Apapun itu" pinta Jisoo datar. Seperti tak ingin bicara dan mendengarkan apapun, Jisoo butuh kesendirian. Menenangkan hatinya yang patah oleh mulutnya sendiri yang disetujui Jeon.
Wanita setengah baya mengedipkan mata beberapa kali mengumpulkan tenaganya untuk bicara. Liurnya semakin manja dalam mulut mengharuskan ia menelan dan mulai angkat bicara, "Jisoo, kau ini adalah putri eomma satu-satunya yang ada disamping eomma. Eomma tak ingin kisah hidupmu sama seperti eomma dan kakakmu, Jung-Ah" ujarnya mengusap-usap lututnya yang gemetar tak siap bicarakan hal ini pada putrinya. Jisoo diam mencoba masuk dalam pembicaraan ibunya. "Eomma tak ingin putri yang satu ini jatuh kelubang yang sama. Jatuh dalam kisah percintaan yang salah" tuturnya. Kedua mata Jisoo yang bulat mulai memerah dan berair. Jarinya mengepal seakan dirinya orang selanjutnya yang akan masuk kedalam lubang yang sama seperti kakak dan ibunya. "Eomma percaya pada Jeon. Dia mencintai dan menyayangimu sama seperti eomma. Maka dari itu, eomma berharap sekali padamu dan juga Jeon untuk membangun sebuah hubungan yang baik" tutur wanita setengah baya memandang nanar Jisoo. Jisoo menelan air liurnya. Kepalan Jisoo mulai mengerat. Matanya tak sanggup lagi menahan tangis.
"Eomma!" Jisoo memeluk erat wanita setengah baya. Dia tak ingin mendengar kalimat selanjutnya dari wanita itu. Air matanya membanjiri wajah kecilnya dan bahu sang eomma. Sungguh kasihan melihat eomma jatuh dalam alur sandiwaranya. Ia urungkan niat untuk bicara mengenai pembatalan tunangannya bersama Jeon karena sang eomma diam-diam mengharapkan hidupnya bahagia bersama Jeon.
Jeon tidak menyukainya. Jeon membencinya. Apa yang akan terjadi jika perasaan Jeon diketahui oleh orangtuanya? Celaka. Eomma pasti melangkah pada lubang kematian yang sudah menunggunya disana.
"Duduklah" pinta wanita berparas muda melihat kedatangan putranya bermain rambut dengan handuk. Jeon nurut. Ia duduk berhadapan. "Jeon," panggilnya ternyata tak cukup berani. "Eomma ingin bicara sesuatu padamu" tuturnya yang disetujui oleh Jeon, "Kau sayang eomma?", Jeon mengangguk, "Kau tak akan marah pada eomma? Mengenai apapun itu?", lagi Jeon mengangguk. "Sebetulnya, Rain..."
"Tunanganku kan?" yakin Jeon berhenti mengeringkan rambut. Eomma terdiam membuang padangannya kebawah. Ia bingung harus berkata apa pada putranya jika sosok Rain telah tiada.
Eomma menarik dan membuang nafas sekuat mungkin memberi aba-aba pada kalimat berikutnya, "Rain telah tiada" tuturnya menatap nanar Jeon.
Kening Jeon mengerut, "Maksud eomma?"
"Sebetulnya, Rain sudah meninggal saat kecelakaan itu terjadi" Eomma menunduk menangis enggan menatap Jeon yang mungkin sekarang menatapnya tajam penuh amarah.
"Eomma, jangan mengada-ada. Rain hidup. Buktinya, belum lama ini aku bertatap muka dengannya. Kemarin malam dia menjengukku. Eomma, jangan karena Jisoo, eomma mengubah semuanya" suara Jeon sedikit gemetar karena menahan emosi. Kepalanya terngiang sakit dan mencoba untuk diam dan meninggalkan eomma yang menunduk menangis.
Jeon berjalan menuju balkon. Angin kencang membelai tubuhnya dingin. Rambut basah mulai mengering tertiup angin. Ditatapnya bentangan langit malam ditemani beberapa bintang cantik menghiasi malam. Bola mata Jeon mulai berair. Bukan menangis yang diinginkan Jeon. Tapi, betapa kuatnya Jeon menahan emosi agar tak terlalu kasar melawan sang eomma.
"Jeon Jeongguk" panggil seorang wanita dari balik tubuh Jeon. Suara yang sudah tak asing lagi ditelinga Jeon. Jeon berbalik badan. Ditangkapnya seorang gadis berdress putih selutut dengan rambut panjang sebahu menatapnya nanar. Kali ini Jeon tidak seantusias sebelumnya. Ia memilih diam mempersilahkan gadis itu yang berantusias padanya. "Bagaimana dengan kabarmu?", Jeon baik-baik saja memberikan sebuah anggukan singkat. "Jangan membuat luka dihati eomma, Jeon" tutur gadis itu yang tak lain adalah Rain.
"Kenapa? Kau ingin katakan jika kau sudah mati?" entah darimana Jeon berani berkata seperti itu pada gadis yang dicintainya. Rain terdiam. Kedua matanya membesar memandang Jeon.
"Kenapa kau bicara seperti itu?" Rain tak percaya dengan sikap Jeon yang berubah. Jeon tersenyum miring membuang pandangannya.
"Katakan padaku mengenai dirimu" sambar Jeon kembali membalas pandangan Rain.
Rain menggigit bibir bawahnya, "Aku su-"
"Benar. Kau sudah mati. Pergilah, jangan datang kembali menemuiku" Jeon berbalik arah. Matanya berair dengan senyuman miring diwajahnya. Hati Jeon teramuk. Jari jemari yang ada dalam saku mulai menggulung erat.
"Aku akan pergi ketika kau hidup bahagia bersama Jisoo. Aku ingin melihat kau membalas hati Jisoo lalu setelah itu aku akan pergi tenang" jelas Jisoo rahangnya menguat. Air matanya jatuh tak percaya. "Jika bukan karena Jisoo, mungkin aku akan egois pada kehidupanku yang sesungguhnya. Aku akan egois bagaimanapun caranya kau harus ikut denganku. Berkat Jisoo, keegoisanku lenyap begitu saja. Kuharap kau dengar ini Jeon" ucap Rain terakhir kalinya. Ia hilang dari balik tubuh Jeon. Dan Jeon tidak memperdulikannya.
------
TBC
Jeon, kenapa kau jahat seperti itu😭 Kalo sayang ya bilang sayang Jeon jangan malu malu ayam eh kucing dong😭 ilangkan Rain nya😖 Ayoloh tanggung jawab😦
KAMU SEDANG MEMBACA
RAIN (Complete)
Fanfiction"Inilah hari terakhir kita" ucap Jeon Jeongguk menundukan kepalanya sejenak tak ingin melihat senyuman diwajah Jisoo memudar. ---- Penasaran?? Yok baca..