#6 Pilihan

1.7K 84 2
                                    

Nadine menenggelamkan wajahnya pada lekuk tangannya. Ia terlalu pusing untuk berada di situasi dimana tidak ada siapapun yang memihak padanya.

Apa yang Nadine hendak lakukan itu salah? Menghukum orang yang bersalah, apa itu sebuah dosa? Nadine hanya berniat untuk mengusir Mauryn saja dari rumah. Lalu memanggilnya kembali setelah beberapa bulan kedepan. Nadine terluka, sama sama terluka dengan bundanya, ia kecewa pada Mauryn. Orang yang ia percayai selama beberapa tahun, kini terhempas jauh darinya karena satu kesalahan yang fatal. Sungguh, Nadine juga membenci hal ini. Mengusir teman, sekaligus saudaranya bukanlah hal yang mudah.

Tapi, dia tetap harus adil. Siapapun yang melakukan kesalahan harus dihukum. Itulah prinsipnya, Nadine selalu memakai nama hukum untuk segala kesalahan. Nadine berharap, berharap bahwa Mauryn akan berubah dengan seiringnya waktu berjalan. Ia ingin, bahkan sangat ingin Mauryn sadar akan kesalahannya, dan tak mengulangi kesalahannya.

Mauryn pikir apa? Apa Nadine, bunda, dan papanya akan bersikap iba karena kedua orangtua kandung Mauryn tiada? Bahkan Nadine pun sudah melupakan hal itu dan menerima Mauryn dengan sepenuh hati. Tapi kenapa Mauryn bisa berfikiran seperti itu?

Orangtua Mauryn memang sudah tiada, beberapa tahun yang lalu, yang bagi Nadine adalah om dan tantenya sudah meninggal.

Sebenarnya, Nadine dan Mauryn dulu terikat dalam suatu hubungan juga. Mereka saudara jauh. Tapi, karena sebuah kecelakaan pesawat yang menewaskan kedua orangtua Mauryn, lantas, bunda dan papanya, yang tak lain kakak dari orangtua Mauryn itu memutuskan untuk mengurus surat pengadopsian Mauryn, karena Bunda dan papanya yang tidak setuju jika Mauryn dititipkan pada panti asuhan. Setelahnya, Mauryn sah menjadi anggota keluarga Millen.

Bunda dan papa nya menyayangi Mauryn, dan Nadine. Mereka tidak pernah membeda bedakan keduanya. Bunda memang lebih akrab dengan Mauryn, sedang Nadine lebih dekat pada papanya. Tapi bukan berarti papa tidak akrab dengan Mauryn, ataupun Nadine yang tidak akrab dengan bundanya. Semuanya sama bagi Nadine dan Mauryn selaku seorang anak di rumah ini. Mereka bahkan bisa dibilang keluarga yang harmonis dari kebanyakan keluarga.

Beranjak remaja, Mauryn pun pergi ke Amerika untuk meneruskan pendidikannya, bunda dan papanya setuju walaupun awalnya mereka menolak meninggalkan Mauryn di sebuah kota yang asing. Nadine sendiri netral, ia biasa saja. Bukan berarti ia tak peduli Mauryn akan pergi ke tempat yang jauh, tapi ia menghormati keputusan dari salah satu anggota keluarganya.

Tahun terus berlalu, kedua orangtua Nadine pun juga berniat pergi ke L.A untuk mengurus pekerjaan kantor. Nadine diam saja. Ia sendiri sangat menyayangkan kepergian dari orangtuanya, tapi seperti yang dia bilang, ia akan selalu menghormati kedua orangtuanya. Selalu. Dan karena itulah selama 3 tahun terakhir ini, ia menjadi anak broken home, dan mulai menyibukkan diri dengan belajar.

Ting..

Nadine mendongak sebentar, begitu mendengar bel rumah berbunyi. Itu pasti Mauryn. Siapa lagi yang akan pulang di malam hari selain Mauryn?

Nadine menghela nafasnya, ia harus melakukan yang ia anggap benar, walaupun resiko yang ia hadapi ke depannya sangat besar. Tidak apa bundanya tak berpihak padanya. Semuanya harus adil disini.

Nadine pun kembali menarik nafasnya panjang, lantas menegakkan tubuhnya, lalu segera berlalu dari kamar menuju ke kamar Mauryn.

***

"Darimana lo?" Tanya Nadine ketus.

Merasa ditanya oleh Nadine, Mauryn pun mendongak keatas, menatap Nadine, lalu menaikkan sebelah alisnya saat koper miliknya kini berada di tangan Nadine.

"Itu koper gue kan?" Tanya Mauryn memastikan.

Nadine mengacungkan koper yang berada di tangannya. "Ini? Emang koper ini siapa lagi yang punya?"

Cold Girl VS Bad Boy Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang