Kesembilan -Akan kulakukan

37.3K 1.3K 63
                                    

Sialan bagaimana aku bisa melupakan Bam bam selama ini, apa yang sebenarnya sedang terjadi? Arghh sepertinya aku mulai gila.

Aku lalu mencoba mengambil handphoneku. Handphone?sialan apa aku juga melupakannya?. Tidak, sepertinya aku meninggalkan ponselku diransel dan saat aku pingsan, saat aku pingsan, aku meninggalkan ranselku diloker sekolahan dan saat itu.

Arghh sialan sialan sialan!. Aku mengumpati diriku sendiri tentang seberapa cerobohnya aku dan berjanji tidak akan mengulanginya.

Aku langsung bolak balik memutari meja ruang tamu dengan perasaan gundah yang tidak bisa aku deskripsikan, aku takut jika terjadi sesuatu yang buruk dengan Bam bam saat ini.

Brak!!

Dengan cepat aku menoleh kearah pintu,menatap seseorang yang berdiri disana dengan pendangan melotot kaget. Disana, berdiri seorang namja yang kondisinya sangat memprihatinkan menurutku. Bam bam, dia sangat berantakan.

Aku mendekatinya, aku khawatir, aku cemas, bagaimana bisa dia sampai membuat dirinya seperti ini.

Saat aku sudah didekatnya, aku mencoba menyentuh pundaknya namun dia menepis tanganku dengan kasar. Memandangi dia dengan pandangan cemas, sementara perasaan cemasku semakin menjadi ketika kulihat bercak darah pada seragamnya yang terlihat sobek- sobek, dengan wajahnya yang tidak bisa terbaca.

Aku mengigit bibirku kasar, menahan diri untuk tidak menangis. Bahkan badanku terasa kaku dan hanya bisa bergetar hebat saat dengan sadar aku melihat Bambam melewatiku, memasuki kamarnya dan membanting pintunya dengan keras.

Aku sekuat tenaga bersikap tenang, walau aku tau aku mencemaskannya setengah mati. Ini bukan pertama kalinya Bambam pulang dengan keadaan seperti ini, namun jika aku ingat, ini adalah pertama kalinya dia terluka sampai seperti itu. Aku tidak pernah tau, apakah dia berkelahi atau dipukuli, yang jelas aku harus segera merawatnya.


Aku beranjak, mengabaikan gemetar pada kedua kakiku saat melangkah menggambil kotak obat dan bergegas untuk menuju kedalam kamar Bam bam yang syukurlah tidak terkunci.

Aku mendudukan diriku pada ranjang Bam bam, sedikit banyak menenangkan diriku sendiri. Aku memang tidak melihat, tapi aku bisa mendengar air shower yang mengalir dari dalam kamar mandi, dan ringisan kesakitan yang keluar dari bibirnya.

Aku membekap mulutku sendiri dan menyakinkan diriku sendiri untuk tidak menangis. Dan dengan cepat bersikap biasa saat Bam bam sudah keluar kamar mandi dengan pakaian baru, memperlihatkan dengan jelas memar dan sobekan- sobekan pada kulitnya.

Aku mendekatinya,tapi dia malah mengalihkan pandangannya kearah lain dengan pandangan kosong. Tersenyum getir, aku masih tidak bisa memahaminya. Walau kami tidak sedarah, aku selalu berharap bisa memahami adik kecil yang hanya bertaut beberapa bulan kelahiran denganku ini.

Aku merapatkan tubuhku padanya, mengulurkan tanganku, membawa wajahnya yang terlihat memar- memar kepada tangkupan tanganku, mengarahkannya padaku.

Aku mentap sesosok yang tidak terlalu ku kenali disini, sosok yang selalu melingkupiku dengan lautan ketulusan dan kasih sayang sudah tak lagi disini. Tersisa jiwa yang dingin yang tak mau melihatku. Sudah cukup aku menahan rasa kesepian saat Bam bam menghindariku, mendiamiku, dan tak pernah memperdulikan dirinya sendiri. Aku tak perduli apakah dia membenciku atau tidak, aku tak perduli. Yang aku tau aku tak ingin Bam bam terluka, cukup aku, tidak ada yang boleh menyakiti adik kecilku. Tidak ada.

Tanpa ku suruh,air mata dengan pasti sudah mengalir pada kedua pipiku. Membuatku terisak tanpa tau malu didepannya. Aku tak bisa, aku tak mau melihat Bam bam terluka. Dia keluargaku yang masih tersisa, dan demi apapun aku benar-benar menyayanginya.

Bam bam melihatku, bisa kulihat raut cemas dan menyesal pada wajahnya. Walau hanya sebentar dan langsung digantikan dengan poker face yang terasa dingin dan tak terbaca saat menatapku saat ini.

Aku mengusap pipinya pelan, tersenyum getir dengan air mata yang dengan tidak tau diri masih mengalir di pipiku.

" Berhentilah menghawatirkanku Taehyung." kalimat itu yang pertama kali terucap dari bibir Bam bam, semakin membuatku terisak.

" Hyung akan berhenti,saat kamu berhenti untuk melukai dirimu sendiri Bam bam.. " kataku menunduk, namun tetap mengusap lembut pipi Bam bam dengan jari- jemariku, berharap dia mampu merasakan apa yang kurasakan dari sentuhanku.

" Hyung selalu bertanya - tanya, apa kesalahan yang telah hyung buat sehingga kamu sedemikian membenci Hyung Bam bam..." lanjutku masih terisak, dapatku rasakan Bam bam menyentuh tanganku, menyingkirkannya dari pipinya.

Aku terdiam, mengepalkan tanganku dalam diam.

" Jangan buang- buang waktu mengkhawatirkanku, lebih baik kamu memikirkan dirimu sendiri." katanya sambil mencoba beranjak dari hadapanku, namun aku menahan tangannya.

Aku tersenyum menguatkan diriku lagi, menarik Bam bam dan mengajaknya duduk di atas ranjang dan mulai mengobati lukanya. Bam bam tau, seberapa keras dia pergi dalam keadaan seperti ini, aku akan semakin keras berusaha untuk tetap menahan dan mengobatinya. Apapun caranya bahkan jika aku harus bersujud dan memohon padanya, seperti yang dulu- dulu.

Bam bam hanya diam saat aku mengobatinya, dia tidak menampilkan ekspresi yang berarti, bahkan aku tak menagkap raut kesakitan saat ku baluri sobekan pada kulitnya yang cukup dalam. Dia bersikap biasa seakan tidak terjadi apapun, sementara aku yang merasakan sakit dan perihnya menjadi dirinya, meringgis kesakitan.


"Aku,berhutang pada seseorang dan tak bisa melunasinya." katanya pelan setelah aku selesai mengobatinya, aku terdiam mendengarkan.

"Aku minta padamu pinjamkan aku uang kali ini, aku akan membayarnya nanti." lanjutnya, aku menganguk mengerti. Berjalan ke kamarku yang hanya terletak di sebelah kamar Bam bam, mengambil beberapa lembar uang yang sengaja ku simpan untuk keadaan darurat.

"Lain kali jangan bicara seperti itu jika kamu membutuhkan sesuatu.Hyung tidak akan marah kalau kamu minta uang pada Hyung Bam bam,dan ku harap ini cukup. " kataku sambil menyerahkan uang itu kepada Bam bam, dia hanya termanggu, terdiam tapi tetap mengambil uang itu.

"Kau tau? ini tak cukup,hutangku 10 kali lipat lebih banyak dari uang ini. " aku kaget, uang yang ku berikan pada Bam bam tidak bisa dikatakan sedikit untuk kalangan ekonomi menengah seperti kami. Aku diam tersentak, sebenarnya apa yang dilakukan anak ini sampai punya hutang sebanyak itu.

" Tapi.. hyung hanya punya itu. Sebenarnya apa yang kau lakukan sampai punya hutang sebanyak itu?" kataku semakin merasa khawatir.

" Kau bilang aku boleh minta bangsat!. Aku menyesal berutang padamu dan kau tau kau tak berhak menanyai urusanku, hyung!" katanya sambil berjalan keluar kamar dengan pandangan datar.

" Jangan kecewakan aku, kau harus memberiku uang itu besok. Aku tak mau tau, atau aku akan benar-benar pergi dari rumah ini." dan itu adalah kalimat terakhir yang ku dengar dari bibirnya sebelum dia benar benar meninggalkan ku sendirian dalam ruangan ini.

"Apa yang harusku lakukan, apa yang harus aku lakukan untuk mendapatkan uang sebanyak itu." Aku merebahkan diriku dikasur Bambam, meremas keningku yang tiba-tiba terasa pening.

Aku menatap langit-langit kamar Bambam dengan pandangan sayu.

" Aku akan melakukannya." Finalku  akhirnya dan langsung bergegas menuju salah satu bar tempatku biasa mencari uang secara cepat. Tempatku menjadi seorang pendosa.

tbc....

Are you have connect to me?

I LOVE U BITCH!KOOKVTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang