Bunyi riuh klakson kendaraan yang saling bersahutan mendominasi jalanan yang ada saat ini.
Macet. Sudah menjadi pemandangan yang lumrah di jalanan ibu kota setiap harinya.
“Duh, 10 menit lagi bel nih. Mana macetnya panjang banget lagi,” ucap Jesica seraya berdiri dari atas atap mobil yang bisa dibuka itu untuk melihat kemacetan.
“Lo sih pake acara dandannya lama segala,” timpal Airin sambil menatap bosan mobil lain di depannya, seraya tangannya memegang kemudi mobil.
“Iya deh sorry,” Jesica mengerucutkan bibirnya.
“Itu sekolah udah keliatan, tapi kitanya kok nggak nyampe-nyampe sih dari tadi. Ibarat doi tuh yah, udah deket, udah keliatan, tapi susah gitu gue gapainya,” cerocos Jesica panjang lebar yang entah apa didalam pikiran anak itu saat ini.
“Dih, mulai yah,” Airin memasang ekspresi jijik melihat kelakuan sahabatnya itu.
15 menit kemudian
“Pak tolong bukain pintu gerbangnya, sekali aja," mohon Airin tanpa henti kepada Pak satpam.
“Yaelah Pak, kita kan baru 5 menit doang telat, masa udah nggak bisa masuk," celetuk Jesica.
“Heh, mau 5 menit, 10 menit, 15 menit kek, namanya udah lewat pukul 07.15 yah terlambat dong,”
Ih, pengen gue tarik deh tuh kumisnya. Umpat Jesica dalam hati.
“Nah kan, gara-gara lo ngegas, jadi makin susah kan ngebujuknya,” kesal Airin kepada Jesica.
“Udah mendingan kita pulang aja. Percuma lo ngebujuk terus tuh si pak kumis, liat kumisnya aja gue udah kesel. Ayok," Jesica langsung menarik tangan Airin untuk pergi menuju mobil.
Belum sempat mereka masuk ke dalam mobil, tiba-tiba ada seseorang yang menarik tangan Airin.
“Eh, mau bawa gue kemana?" Airin melotot melihat tangan seseorang yang kini sudah menggenggam tangannya. Ia hanya bisa berlari kecil mengikuti langkah panjang cowok itu.
Jesica yang melihat itu cepat-cepat mengikuti langkah Airin dan cowok yang belum mereka kenali wajahnya itu, karena posisinya yang sedang membelakangi mereka.
Mereka lalu sampai di belakang gedung sekolah.
“Kan-?" belum sempat selesai Airin bicara, cowok itu sudah membekap mulutnya.
“Sttt. Nanti kedengeran Rin,”
“Lepasin tangannya,”
“Oh iya sorry Rin,” Kano perlahan melepaskan tangannya.
Cowok itu adalah Kano, anak XI IPA 1.
Posisi Kano saat ini berada sangat dekat di hadapan Airin dengan tubuhnya yang semakin condong kedepan, menghapus jarak antara dirinya dan Airin. Ia speechless dengan kecantikan wajah cewek dihadapannya itu.
“Woy, kalo pacaran jangan di sini dong,” suara keras itu langsung membuyarkan lamunan Kano.
“Mana ada gue pacaran, gue sama Kano nggak ada hubungan apa-apa astaga,”
“Eh, udah udah. Kok malah ribut. Emang kalian nggak mau masuk?”
“Yah mau lah,” celetuk Jesica.
“Yaudah sekarang diam dan ikutin instruksi gue. Kalian nanti naik pake tangga ini, trus gue yang stay di sini pegang tangganya. Di sebelah juga udah ada tangga, dan gue udah nyuruh Juki juga buat jaga di situ. Yang paling penting fokus dan jangan buru-buru, pelan-pelan aja. Soalnya lumayan tinggi ini temboknya, gue nggak mau lo nanti kenapa-kenapa Rin,” ujar Kano panjang lebar, sekaligus menunjukkan sifat possessive-nya itu kepada Airin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Philophobia
Teen FictionTentang dua orang yang memiliki phobia jatuh cinta yang sama, tentang semesta yang melukis kisah di antara keduanya. Cerita tentang luka, kebahagiaan, dan kisah cinta yang tidak biasa. Reinhard Anggara, cowok jenius blasteran China-Indonesia dengan...