01. Meet Again

95.7K 10.1K 962
                                    

Banyak orang yang menyayangkan keputusan gue saat menikah muda dulu, ya, pernikahan muda pada awalnya memang hanya berisi keindahan-keindahan belaka. Memutuskan menikah di usia yang terbilang cukup muda yaitu dua puluh tahun bersama dengan teman seangkatan gue saat SMA dulu yang bernama Azka Layendra memang indah pada awalnya.

Kegiatan ranjang yang menggairahkan, bermesraan tanpa takut kena razia satpol PP, menertawakan hal-hal kecil saat masa berpacaran dulu merupakan hal yang indah untuk dilakukan. Semua berjalan lancar hingga enam bulan pernikahan kami berjalan. Seiring berjalanannya waktu, perbedaan pendapat di antara kami yang semakin menumpuk akhirnya menjadi polemik pelik di dalam kehidupan rumah tangga ini. Semakin lama cekcok di antara kami semakin tidak bisa terelakan, dan kami memutuskan untuk berpisah─lebih tepatnya gue yang menggugat cerai waktu itu.

Menyandang status janda pada umur yang terbilang muda yaitu pada usia dua puluh dua tahun terkadang menjadi beban tersendiri untuk gue, bahkan sampai usia gue menginjak angka dua puluh enam saat ini. Banyak laki-laki yang ingin mendekati, tetapi mereka berpikir ulang saat mengetahui status gue yang sudah janda. Ya kalaupun ada pasti ada tapinya.

Well, apa yang salah dengan status janda? Janda juga manusia bukan?

"Eh, Janda, nanti malem bos mau ngajak kita makan malem, di traktir!" kata Ten dengan cengiran khasnya yang membuat gue sedikit geram.

"Heh! Berhenti panggil gue Janda, yang ada semakin nggak laku gue!" protes gue dengan sebal kepada Aruten Abyan Gaharu atau teman gue yang akrab di panggil Ten ini.

"Ah elah nggak ada orang ini!" timpal Ten dengan cuek.

Ya, Ten memang tergolong orang yang cukup iseng. Tetapi dia masih menghargai gue untuk tidak menyebut status keramat gue di muka umum. Ten hanya meledek gue dengan status kejandaan gue di saat berkumpul dengan teman-teman dekat gue saja.

"Di garong lo Ten lama-lama!" tegur Ima Adeeva Nuria atau yang akrab disapa Ima yang hanya dianggap angin lalu oleh Ten.

"Lo bisa ikut nggak?" tanya Ten ke gue.

"Emangnya kenapa sih?" tanya gue dengan heran, pasalnya saat ini Ten terlihat begitu memaksa.

"Kita semua mah cuma hiasan doang, Bos tuh intinya mau ngajak lo sebenernya! Kalau lo nggak ikut ya kita bisa-bisa nggak jadi di traktir," kata Ten dengan enteng yang membuat gue menghela napas.

"Bilangin ke Bos Sony, meskipun gue janda gue nggakmau jadi istri kedua! Gue masih punya harga diri," kata gue yang membuat Tita dan Ima yang sedang berada di kubikel mereka masing-masing bertepuk tangan.

Bos Sony merupakan atasan gue di divisi ini, dan beliau sudah memiliki istri dan dua orang anak. Bos Sony sendiri sering iseng menggoda gue untuk menjadi istri keduanya di sela-sela banyolannya. Tetapi gue bisa membedakan yang mana yang hanya sebuah lelucon, dan yang mana yang serius, dan untuk ukuran banyolan, Bos Sony tidaklah main-main.

"Itu namanya sikap!" kata Anes sambil mengangguk semangat.

Rara Pratista dan Joana Aneska Hendrawan adalah sahabat-sahabat gue di kantor selain Ima dan juga Ten. Meskipun di antara keempat perempuan yang ada di sini hanya gue satu-satunya yang menyandang gelar tersebut, tetapi mereka tetap mendukung dan tidak memandang gue dengan sebelah mata.

Status pernikahan bukanlah sebuah tolak ukur dalam pertemanan bukan?

"Gue bukan kayak pemain sinetron atau FTV yang sering lo tonton Ten, yang mau aja jadi simpenan Bos cuma karena status gue Janda," kata gue yang membuat Ten menghela napas.

"Kalah deh gue kalau debat soal ginian sama lo lo pada," ujar Ten mencoba menghentikan perdebatan di antara kami.

"Oh, iya Git! Gimana kemarin kenalannya sama temen Tita?" tanya Ima dengan penasaran.

Ya, kemarin memang gue sempat bertemu dengan teman Tita yang masih berstatus single, muda dan juga sudah mapan dan seumuran sama gue. Gue awalnya sempat sangsi kenapa orang itu tetap mau bertemu dengan gue meski Tita sama sekali tidak menutupi status gue. Dan di saat gue bertemu, gue tahu apa alasannya.

"Dia bisex," jawab gue yang membuat ketiga teman gue plus Ten memekik heboh.

"Anjir! Kok bisa?! Lo tau darimana?" tanya Tita sedikit histeris.

"Jaman sekarang bullshit kalau orang nggaknyari kriteria pasangan hidup yang mendekati sempurna, apalagi dengan status gue yang kayak gini. Nggak semua keluarga bisa nerima gue."

"Terus apa hubungannya sama lo tau?" tanya Anes.

"Ya gue korek informasi lah dari dia, gue bilang dia tau kekurangan gue dan gue minta dia jujur sama gue akan kekurangan dia kalau emang mau ada niat serius ama gue," jelas gue panjang lebar.

"Dan jawabannya?" tanya Ten.

"He likes both boys and girls, dengan kata lain dia bisex."

"Dan respon lo?" kini Ima yang bertanya.

"Well, gue nggak mau berbagi, apalagi dengan laki-laki. Ngebayangin dia main sama cowok terus main sama gue aja udah buat gue bergidik ngeri. Gue lebih baik sendiri deh," jawab gue yang membuat Ten ikut bergidik ngeri.

"Kenapa? Lo gitu juga?" tanya gue dengan sarkas ke Ten.

"GUE MASIH NORMAL GILA!"

***

Dengan terpaksa gue mengikuti acara traktiran Bos kali ini, sebenernya bukan terpaksa juga sih. Lebih ke pengiritan jatuhnya. Uang makan malam ini bisa gue sisihkan untuk beli sepatu atau tas model baru nantinya.

Hari ini ternyata tidak hanya divisi gue saja yang di undang, ternyata anak-anak divisi lain pun datang. Hal itu membuat gue merasa tidak nyaman. Banyak orang yang memandang gue sebelah mata hanya karena status gue karena korban film atau sinetron.

Hello nggak selamanya janda jadi perebut suami orang dan PHO seperti yang kalian lihat di film-film! Gue tetap wanita terhormat.

"Hari ini saya mau mengenalkan orang yang udah membuat saya mentraktir kalian malam ini. Anggap aja ini permulaan kerjasama antara perusahaan kita dan perusahaan beliau," ucap Bos Sony gue yang gue hiraukan. Semenjak masuk ke dalam restaurant ini gue memilih sibuk dengan ponsel gue karena pandangan tidak enak yang di layangkan oleh anak-anak divisi lain.

"Selamat malam semuanya,"

Suara ini...

Tiga tahun berpacaran dan dua tahun menikah membuat gue hafal pemilik suara ini. Meskipun empat tahun sudah gue tidak mendengar suara ini lagi.

"Ini Pak Azka, perusahaan beliau yang akan bekerjasama dengan kita nanti," ujar Bos Sony saat memperkenalkan mantan suami gue.

Iya, mantan suami.

Apakah dia sudah menikah lagi adalah pertanyaan yang pertamakali hadir di dalam benak gue saat ini.

Mantan suami gue sekarang terlihat jauh lebih baik dibandingkan saat masih bersama dengan gue dulu. Mungkin ungkapan saat sudah menjadi mantan menjadi lebih menggoda memang benar adanya.

"Git, kok gue familiar ya sama muka orang yang di kenalin sama si Bos?" Tanya Anes sambil berbisik ke gue.

"Dia mantan suami gue Nes..."

[Sudah Terbit] Ombak di Palung HatiWhere stories live. Discover now