Kejadian yang lalu benar-benar membuat Prilly trauma. Saat itu ia terbangun dalam keadaan yang sangat pusing, tapi ia masih bisa mengingat kejadian itu. Kejadian di mana ia harus berjuang mempertahankan harga dirinya. Namun, sepertinya hal itu sudah terlambat. Kejadian itu sudah terjadi. Dan sampai saat ini pun, ia masih belum cerita apapun ke Ali. Ia takut, bahkan sangat takut jika Ali akan meninggalkannya.
Saat itu pula, ia pulang waktu dini hari. Orang tuanya sudah kalang kabut mencari di mana anaknya. Apalagi Ali, ia tidak bisa tidur sebelum mendapat kabar tentang Prilly. Tapi Bimo tepat memberi pemikiran positif jika Prilly dalam keadaan yang baik-baik saja.
Bahkan, Dika menepati janjinya. Ia membiarkan Prilly bahagia dalam hidupnya. Tapi satu kebahagian terbesarnya telah direnggut oleh Dika. Sekarang Prilly hanya mempunyai satu kebahagian, yaitu Ali. Ia berharap agar Ali mau menerima Prilly apa adanya.
"Hei," ucapan Ali membuat Prilly tersentak dan tersadar dari lamunannya. Memang benar, akhir-akhir ini ia banyak diam di rumah. Bahkan gaun spesial untuk Tiwi dan gaun pengantinnya pun diselesaikan oleh Mama Ully. Semua orang yang kenal dekat dengan Prilly pun ikut keheranan melihat tingkah Prilly yang cenderung diam. Padahal setiap harinya ia selalu ceria dan tersenyum ke setiap karyawannya. Namun sekarang malah kebalikannya.
Prilly mencoba tersenyum, namun tak sampai ke matanya. Dan Ali pun menyadarinya, "kamu kenapa sih akhir-akhir ini? Cerita dong ke aku."
Prilly menggeleng pelan.
"Semua udah beres tuh. Kita tinggal foto aja." Ali mengusap puncak kepala Prilly.
Prilly menoleh ke arah Ali. Setitik air mata pun terjun bebas begitu saja. Ali mengeryitkan dahinya, apa apa dengan Prilly? Ali dengan cepat memeluk tubuh Prilly yang rapuh.
"Kamu yakin bakal milih aku buat jadi ibu dari anak-anak kamu?" tanya Prilly pelan, bahkan sangat pelan. Mungkin terdengar seperi gumaman yang hanya terdengar oleh Ali.
Ali menarik tubuhnya dalam dekapan Prilly. Memegang bahu Prilly dan menatapnya lekat-lekat. "Apa kamu melihat adanya keraguan dari mata aku?"
Prilly membuang muka. Ia tidak sanggup jika terus bertatapan dengan Ali seperti ini. Menurut Prilly, ia sangat jahat telah membohongi Ali seperti ini. Ali laki-laki baik, dia tidak pantas mendapat wanita buruk seperti dirinya.
Melihat reaksi Prilly seperti itu. Ia meraih kepala Prilly, menangkupkan tangannya di pipi Prilly dan di arahkan padanya. Namun manik mata Prilly yang berkaca-kaca tidak sanggup untuk melihatnya, ia masih memalingkan pandangannya.
"Hei, sayang, tatap aku." Titah Ali yang membuat Prilly menurut. "I love you so much!" Ali berucap penuh makna. Alhasil, air mata yang sedari tadi Prilly tahan, sudah tak dapat ia bendung lagi. Ali mencium kening Prilly cukup lama, hingga membuat Prilly terpejam merasakan kecupan Ali yang sangat menghangatkan. Setelah melepaskan kecupan itu, Prilly langsung memeluknya sangat erat.
"Janji, kamu nggak bakal ninggalin aku dalam keadaan apapun! Janji, bahwa kamu akan setia sampai kapanpun, dan janji kamu bakal tua sama aku!"
"Iya janji sayang! Aku nggak bakal ninggalin kamu, aku bakal setia sama kamu, dan aku bakal tua bersama kamu."
Prilly larut dalam pelukan Ali. Bahkan, ia sangat enggan untuk melepaskannya.
"Woi! Li, Pril, kapan fotonya?! Set-nya udah selesai nih! Pelukannya nanti aja! Keburu subuh lagi ini mah!" Seru salah satu fotografer yang akan mengabadikan momen yang sangat indah ini.
Sontak Ali dan Prilly melepaskan pelukannya dan terkekeh pelan. Setelah itu, Ali menarik tangan Prilly pelan menuju set yang telah di atur sedemikian rupa. Disana, telah tertata rapi taburan bunga mawar yang di bentuk hati. Ali dan Prilly memakai baju berwarna putih. Foto Pre wedding dilaksanakan di dua tempat. Yang pertama, seperti di hamparan rumput yang sangat luas dan yang kedua di lakukan di pantai impian mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Please, Marry Me!
HumorTernyata benar. HATTERS itu adalah penggemar yang tertunda. Aku membencinya, mungkin karena dia selalu wara-wiri di televisi. Sepertinya televisiku ini sudah dipenuhi oleh satu nama; Aliando Syarief. Tapi siapa sangka, setelah aku bertemu denganya...