Chapter 2

144 61 101
                                    

Sore itu di sebuah kafetaria sederhana. Tetapi lumayan ramai. Reina tidak henti-hentinya mengendus kesal. Harus berapa banyak lagi dia mengumpat tentang pria di hadapannya ini? Lihat saja wajah menyebalkan Arfan yang tengah menatap Reina dengan senyum mengerikan itu. Dan lihatlah sekeliling mereka orang-orang menatap mereka dengan tatapan tidak wajar. "Oh ayolah, kapan semua ini akan berakhir" batin Reina.

Reina meletakan cangkir sedikit kasar.

"Kau yang pergi atau aku?"

Arfan membanting punggungnya pada sandaran kursi sambil menyilangkan tangannya di depan dada. "Aku hanya ingin bicara."

Reina memutar bola mata malas. "Sayang sekali aku tidak ingin bicara denganmu." gadis itu segera meraih tasnya berniat meninggalkan saja pria itu daripada kepalanya semakin pusing. Tapi saat dia berdiri Arfan menendang permukaan bawah meja dengan ujung sepatunya.

Cangkir di atas meja itu bahkan ikut berbunyi dan bergeser beberapa senti, membuat Reina berjengit kaget. Bukan hanya dia, tapi juga orang-orang yang berada di sana.

"Apa kau gila? Berhenti melakukan hal bodoh" ucap Reina dengan suara tertahan. Reina berusaha menahan amarahnya.

Arfan tersenyum jahil. "Siapa yang mengizinkanmu pergi? Duduk." Perintah nya, menunjuk kursi dengan rahangnya agar Reina kembali ke tempat semula. Baiklah, Reina kembali duduk di tempat. Dia pikir ini lebih baik daripada pria sinting itu membuat keributan lain. Yah walaupun hatinya jengkel setengah mati tapi akhirnya dia menurut juga.

"Bicaralah." Ujarnya tanpa menatap Arfan. Arfan terdiam beberapa saat.

"Soal kemaren..." Suaranya menggantung. Kalimat itu berhasil membuat Reina menoleh malas padanya.

"Aku tidak mau mendengar ucapanmu yang berputar-putar. Cepatlah bicara."

Helaan nafas terdengar sebelum dia angkat bicara "Kau membuatku bingung. Kemarin bahkan juga hari ini kau terus saja ingin marah-marah padaku"

"Aku hanya tidak ingin..." ucap Reina menggantung.

Kalau saja Reina sudah mengenal Arfan lebih lama, Dia pasti akan mengatakan semuanya, sayang Reina baru mengenal Arfan sekitar 6 bulan terakhir.

Dia terus menutupi semua tentang komposisi otaknya dengan ke inteligent-annya. Itu membuat Reina sedikit bergedik ngeri, Reina seakan terjebak pada seorang mafia berdarah dingin.

"Kau pasti menstalk media socialku bukan? Dan itulah alasanmu menjauhiku, benar?"

Reina menatap Arfan kaget.

"Jangan bodoh, bagaimana bisa kau bilang begitu?" Reina benar-benar tidak berani menatap mata Arfan.

"Aku sudah menjelaskan kepadamu bukan? Soal toilet itu, aku hanya mengambil mainan kunci bola basketku yang mengelinding ke toilet wanita. Apalagi yang membuat mu bertingkah aneh seperti ini. Kau menstalk medsosku kan? " Ucap Arfan sambil tersenyum jahil dan sedikit menaikan alis sebelah kirinya.

Oh astaga Reina merasa terpojokan sekarang.

"Tapi bagaimana kau bisa tau nama akunku padahal aku tidak pernah memberitahumu." dia melipat tangannya diatas meja mencondongkan tubuhnya agar lebih mendekat pada Reina kemudian dia tersenyum menyindir.

Oh ya ampun apa yang harus Reina lakukan. Perasaannya jadi sangat tidak enak. Haruskah dia menegakkan kepalanya?

"Kau tau semua postinganmu membuat ku ingin muntah"

Afran menaikan alis kirinya sejenak dan melihat Reina intens.

"Dont see me with your fuckin' face!! Go away. Now!" ucap Reina spontan. Arfan menganga dan matanya membulat. Kaget. Ya Afran kaget dengan ucapan Reina. Tetapi sekon selanjutnya Arfan malah tertawa terbahak-bahak.

Reina menundukan kepalanya. Jari-jarinya yang masih mengait di pegangan cangkir semakin kuat. Haruskah dia menumpahkan saja minuman panas itu dan berlari jauh sejauh mungkin?

"Different from the moment I first saw you"

"apa?" Reina dongkak kan kepalanya, dia dapati wajah damai Arfan. Itulah yang dia suka dari Arfan terlepas dari segala tentang komposisi otaknya.

"Bukan apa-apa. "

Bagaimana bisa Arfan selalu berkata kalimat ambigu yang sangat sulit Reina artikan.

Selama beberapa sekon. Hanya keheningan tercipta.
Reina beranikan diri untuk melirik Arfan. Arfan masih saja melihat Reina dengan tatapan mengerikan itu.

"why dont you understand!. Dont see me!"

"kau orang teraneh yang pernah ku temui" terserah lah dia mau bilang apa yang terpenting dia tidak lagi menatap Reina.

Reina ambil benda petak tipis yang sering di sebut handphone. Menscroll-nya, mencoba membuat suasana membosankan berharap Arfan bosan lalu pergi.

"Kau stalking lagi? Sampai kapan kau bisa menghilangkan hobi mu itu, eoh?" Ucap Arfan dengan nada menyindir.

Reina alihkan pandangannya. Kemudian berucap "sampai aku bosan" setelah dia rasa jawabannya cukup, lantas Reina kembali melanjutkan kegiatannya yang tertunda.

"dont be a stalker anymore. Coz u can be mine"

"Eeeumm?.."

To be continue

Dont StayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang