~ chapter 30 : Escape

2.4K 63 0
                                    

"Apa itu?" tanya Carron dengan menyipitkan kedua matanya pada map cokelat yang diberikan Nichole sebelum dia datang.

Setelah kepergian Nichole, aku hanya mematung dan diam. Map berwarna cokelat yang ada di atas meja sedikitpun tak kusentuh. Aku takut, takut kalau benar Walton membunuh ayahku. Jika benar, aku akan sangat kecewa padanya. Tapi hati kecilku mengatakan bahwa bukan Walton.

"Hey.. Chriss??" tanya Carron sekali lagi sambil mengayun-ayunkan tangannya di depan wajahku.

"Kau sakit?" tanyanya lagi. Segera aku menampar diriku kembali ke dunia nyata.

"Ohh, bukan apa-apa", jawabku dengan sedikit kaku.

"Maaf aku terlambat hampir satu jam, Chriss. Kau tahu, aku ketua unit mahasiswa jadi aku harus membereskan beberapa urusan. Maaf", jelasnya dengan merapatkan kedua tangannya seperti memohon padaku.

"Ya, aku marah. Tapi aku bisa maklum dengan itu. Jadi ada apa dengan Darren?" tanyaku mulai serius.

"Saat ada pemberitaan di televisi tentang ayahmu yang tiba-tiba meninggal, aku, Jose, dan Darren segera pergi ke New York. Aku mengajak kedua orang tuaku dan begitu juga dengan Josephine untuk datang ke mansion keluargamu. Kami sangat menyayangkan itu, Chriss", ucapnya sambil menggenggam tanganku.

Aku kembali sedih mengingat hal yang begitu menyakitkan itu. Susah payah aku agar tetap kuat meki kutahu itu hanyalah sia-sia. Terlebih Nichole mengatakan kalau Walton adalah dalang atas kematian ayah. Semua itu akan terjawab jika aku membuka map cokelat ini. Tapi nanti, setelah sampai di mansion.

"Ohhh.. Maafkan aku. Kau terlihat sedih sekarang", ujar Carron dengan nada menyesal.

"Tidak apa, Carry. Lanjutkanlah", jawabku lalu tersenyum.

Dia menghela napas pelan. Seperti sedang mengatur pembicaraan.

"Darren mengetahui kalau Walton adalah suamimu. Brittany juga sudah tahu. Mungkin juga semua orang di Penn", katanya dengan ragu-ragu.

"Chriss, saat Darren tahu hal itu, dia tampak stress. Aku tak mengerti dengannya. Bahkan dia pergi meninggalkan mansion dan pergi ke penthousenya yang ada di Los Angeles setelah itu. Dia tampak kecewa. Apa dia menyukaimu?" jelasnya diikuti dengan kedua mataku yang terbelalak. Aku menelan ludah.

"Tidak mungkin dia menyukaiku, Carry. Kau tahu itu", selaku. Aku yakin, Darren pasti memiliki masalah lain yang membuat dia harus pergi ke L.A.

"Tapi, Chriss. Cobalah untuk berbicara dengannya. Aku takut, dia melakukan hal bodoh", pinta Carron. Aku tahu, ini lazim dilakukan oleh seorang adik pada kakaknya. Terlebih dia adalah sahabatku.

"OK."

***

Aku keluar dari mobil ketika Marcus membukakan pintu untukku. Dia adalah Marcus Linton-asisten pribadi ayah. Katanya dia yang akan mengantarkanku ke mana pun selama aku berada di sini. Umurnya masih muda. Terlihat 25-28 tahun.

"Thanks a lot", ujarku sambil tersenyum kemudian masuk.

Di sana aku melihat Clara duduk bersama Ibu, dan dia memeluk Ibu. Aku tahu, dia sedang menangis. Terdengar dari isak tangisnya yang cukup keras. Aku menghela napas dan menghampiri mereka.

"Clara", sapaku. Dia menatapku dan melepaskan pelukannya dari Ibu. Segera dia berdiri dan berlari kecil menghampiriku.

"Maafkan aku yang tidak bisa hadir, Chriss. Aku menyesal", ujarnya sambil menangis.

Aku mencoba untuk menahan airmataku. Alhasil, air mataku jatuh jika mengungkit tentang ayah. Sejak berumur 10 tahun, Clara sudah ditinggal oleh Daniel dan Bella-orang tuanya karena kecelakaan pesawat. Kau tahu, dia mengalami itu di umurnya yang masih sangat kecil. Kemudian Matthew dan Hellyn mengangkatnya sebagai putrinya kedua mereka.

Just MarriedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang