22

5.3K 655 86
                                    

Tampan sedikit nggak percaya dengan ucapan Rara. Mana ada Teo ngambek karena itu? Teo mungkin punya alasan lain yang lebih “bisa diterima”. Rara terlalu mengada-ngada. Tampan juga tahu, Teo nggak mungkin mencurahkan hasratnya begitu saja pada Rara. Tampan tahu Teo seperti apa, Teo bukan tipikal cowok yang sembarang curhat tentang perasaannya. Apalagi mengenai hal “seintim” itu.

Bukannya Tampan nggak mau.

Tapi…

… Apa ini nggak terlalu awal?

Maksud Tampan… ia pikir ini belum saatnya.

Menurut umur memang sudah, tapi kesiapan mental untuk melakukan itu… Tampan rasa, ia belum siap.

Tampan nggak tega menyetubuhi Teo. Tampan jelas akan menginyakan, kok. Namun dengan catatan, semua itu harus keluar dari mulut Teo sendiri, dan didengar dengan telinga Tampan pribadi. Rara itu nggak bisa dipercaya, sumber tersesat yang pernah ada. Tampan tahu, Rara membecinya ketika awal kenal dulu. Mungkin rasa itu masih ada sampai sekarang. Dan ini muslihatnya untuk melancarkan aksi isengnya dengan mengumbar kebohongan.

Tapi… bagaimana kalo itu benar?

Rara sahabat Teo, Teo dekat dengan Rara, Rara teman sekelas Teo, pun juga Teo yang sering bersama dengan Rara. Mereka sudah seperti sodara kembar beda ibu. Kemanapun selalu bersama. Kalo dinalar, apa Teo tega untuk menyembunyikan secuil perasaan ganjil di hatinya pada Rara? Jelas, Teo pasti minta solusi. Teo pasti akan curhat. Mungkin mengenai apapun. Termasuk… hal yang macam itu tadi?

ARGH! Tampan pusing!

“Nggak ada stok muka lain, apa? Cemberut mulu.” Tampan bertanya pelan. Memandangi wajah yang terlihat bete sejak kemarin lalu. “Mana nggak bilang ‘sayang’ lagi pas ketemu!”

“Emang perlu?” Teo melirik. Jujur, ini tatapan paling mengerikkan yang pernah Teo kasih ke Tampan. Sadis!

“Nggak, sih.” Tampan tertawa garing. “Pengen denger aja kamu ngomong gitu.”

Teo mengalihkan pandangannya lagi. Sepertinya, buku komik itu lebih menarik dibanding kehadirannya sekarang ini. Tampan seperti nggak dianggap. Kalian tahu nggak, sih, rasanya dicuekkin? Padahal, Tampan sudah menunggu momen-momen seperti ini.

“Atau jangan-jangan, kamu udah bosen yah sama aku?” lagi-lagi Tampan bersuara lembut. Namun ucapannya itu disambut tolehan cepat dengan alis mengerut.

“Kok ngomongnya gitu??” Teo meninggi. Emosi.

“Terus… alasan dari semua ini tuh kenapa? Aku bingung, apa semua ini ada hubungannya sama aku? Kalo misalnya enggak, kenapa aku ikut dicuekkin? Kalo iya, aku pengen tahu alasannya kenapa?” Kalimat Tampan menahan tatapan Teo. 

Entah kenapa, Teo jadi menelan ludahnya sendiri. Apa Teo sudah kelewat batas? Lihat ekspressi Tampan itu! Teo nggak tega! Tampan kelihatan bingung dengan semua ini. Jelas! Karena Teo juga enggan memberitahunya. Namun, perlu diingatkan. Demi kejutan! Rencana ini belum selesai. Teo masih dalam misi.

“K-kamu nggak salah apa-apa, kok!” Teo mencoba ketus kembali. Berkedip cepat.

“Terus? Salahku diman…” Teo sudah terlanjur berdiri. Melangkah dua kali, namun kembali berbalik.

“A-aku masuk kelas dulu!” Teo meremas jarinya ragu. “K-kamu juga langsung masuk kelas!”

Tampan jelas mengerut. Namun sebelum sempat ia bertanya, kaki itu kembali bergerak. Melangkah cepat menuju lorong. Dikala derap langkahnya memudar, rasa penasaran ini justru makin menguat

Di sepanjang derap langkahnya, Teo mengutuk dirinya sendiri. Teo nggak bisa terus seperti ini. Rasanya Teo nggak tega terus pura-pura marah di depan Tampan. Teo ingin secepatnya mengakhiri sandiwara kecil ini. Rasanya bener-bener nggak nyaman!

TAMPANTEOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang