3.Berbeda Namun Juga Sama

44 11 1
                                    

Sebulan berlalu, Edgard tidak lagi memikirkan tentang siapa pemilik jubah itu. Baginya yang terpenting sekarang adalah tentang cartel dan pekerjaannya.
Edgard lebih memilih tentang siapa ia bekerja sama dan mengabaikan halyang tidak penting lainnya.

Siang ini, Edgard berencana melakukan transaksi senjata api dengan cartel Red Dragon. Mereka memilih sebuah kota tua yaitu Volterra, kota yang sangat menarik karena pernah dijadikan tempat shooting film yang menceritakan vampir yang jatuh cinta dengan manusia.

Sesuai perjanjian mereka bertemu disana, Edgard ditemani Arland menuju kesebuah lorong yang tertutup dan minim cahaya. Namun langkahnya terhenti saat sebuah bayangan melintas di persimpangan lorong di sebelahnya yang temaram.

Otaknya mengingat kembali akan sosok gadis berjubah itu, Ia pun melemparkan langsung tas yang berisi senjata transaksi pada Arland dan memintanya untuk melakukan transaksi sendirian tanpanya.

Edgard mencoba mencari bayangan itu di lorong yang dilihatnya tadi sambil berjalan pelan. Matanya fokus berkeliling hingga ia mendapati sosok jubah itu dibalik tiang temaram.

Edgard mendekati sosok itu sampai jarak satu meter. Ia melangkah berhati-hati takut jika gadis itu menyadari akan kehadirannya.

“Hei.“ Seru Edgard, sosok berjubah itu menoleh dan nampak sedikit terkejut meihat Edgard yang tiba-tiba berdiri di dekatnya.

“Kita bertemu lagi.” lanjut Edgard, gadis didepannya hanya menoleh ke kanan ke kiri mencoba mencari jalan kabur. Saat ia menemukan celah antara dirinya dan Edgard untuk tempatnya kabur, dia berlari namun sialnya Edgard menarik ujung jubahnya hingga terlepas dari tubuhnya.

Memperlihatkan kaos panjang dan celana skinny jeans yang dipakainya, Edgard berpikir bahwa warna hitam cocok sekali untuk gadis tanpa nama itu.

Karena jubahnya ditarik secara paksa, dia tersandung hingga jatuh lantai semen yang dingin. Seketika ia menutup wajahnya yang tertimpa sinar siang hari walaupun hanya sedikit.

Edgard yang melihat gadis itu terjatuh dan tak kunjung bangun dari posisinya itu segera menarik lengan si gadis dan menariknya bangun. Si gadis itu bangun dan merapika rambutnya hingga menutupi sedikit wajahnya.

Edgard menatap wajahnya yang cantik, entah kenapa saat ia melihat mata gadis itu Edgard seakan terhipnotis. Matanya yang campuran antara warna biru dan hijau menandakan ia seorang heterochromia.

Namun mata itu terlihat cocok dengan rambut coklatnya yang lurus, kulitnya yang putih, dan bibirnya yang merekah pink alami. Entah kenapa jantung edgard kembali berdetak kencang dan ingin rasanya melumat bibir itu.

Tanpa persetujuan, Edgard mengecup bibirnya. Rasanya yang manis terasa memabukkan bagi Edgard, Edgard menggigit bagian bawah bibir itu hingga bibir itu terbuka membuatnya lebih mudah mengakses lidah dan mulut gadis itu. Gadis itu hanya terdiam saat Edgard menciumnya, hingga Edgard melepaskan ciuman itu untuk mengambil napas.

Gadis itu menitikkan air mata lalu menampar pipi Edgard dengan keras hingga membekas merah. Edgard kaget saat gadis didepannya itu menangis karena diciumnya, demi tuhan tak ada seorang pun wanita di dunia ini yang menolak apalagi menangis ketika dicium oleh Edgard yang tampan.

Edgard memegang pipinya yang terasa panas, sedangkan gadis itu masih menatapnya dengan mata yang berair. Edgard ingin melotot marah karena gadis itu berani sekali menamparnya namun melihat bulir air mata yang menganak sungai di paras ayu itu membuat hatinya terbersit rasa sesal dan bersalah.

Namun segera dienyahkan perasaan yang membuatnya merasa memiliki kelemahan itu.

“Berani sekali kamu menamparku.” Marah Edgard

Blood, Dark, and LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang