Dear, my all readers...
Minggu depan sepertinya akan sesuatu yang bakal sesuatu yak :) #paantuh
Gak usah nanya! doain akoh aja biar sehat-sehat biar sesuatu nya jadi sesuatu #paansih
Selamat Menikmati :) :)
~~~~~~~~~~~~~~
Kerasnya isak tangis separuh nafasnya, membuat ia tak sanggup berada jauh dan mendengarkan suara itu lebih lama lagi.
*Braakkkk
"Sayangg......." panggil Evan perlahan.
Dilihatnya wajah nyaman itu, wajah yang selalu melukiskan kisah bahagia setiap waktu. Tanpa jeda sedikit pun. Wajah yang selalu mampu mendampingi segala kekurangan yang pasti ada.
Namun kini wajah itu terlihat berbeda. Paras pucat pasi dengan air mata yang terus menetes menghiasi wajahnya.
"Sayang... maafin mas ya."
Di liriknya perlahan sang empunya suara. Wajah penuh penyesalan itu kini berlutut di bawah tubuh sang belahan jiwa.
Sayangnya separuh jiwa itu nampaknya belum sanggup berdiri diatas kebohongan. Rasa sakitnya menusuk kala mengetahui apa yang ia banggakan malah mengecewakannya.
Tanpa kata, Sera malah meninggalkan Evan yang masih teguh pada posisinya. Ia berlarian kecil menuju ruangan yang pintunya masih berfungsi.
Ia mengulangi hal yang sama seperti sebelumnya.
Malam ini, keduanya sama-sama tak memiliki alasan untuk terlelap. Bahkan rasa kantuk tak hadir sedikit pun untuk memaksa mereka beristirahat.
"Yang... maafin aku..."
Tangan Evan terulur untuk mengusap pintu itu perlahan. Ia berharap dalam sanubari sang istri masih ada sebesar zarah untuk memaafkan kesalahannya.
Di balik pintu, Sera pun melakukan hal yang sama dengan imamnya. Tangannya terenyuh mengusap pelan pintu itu kala mendengar ucapan maafnya.
Namun, lagi-lagi ego mereka terlalu kuat untuk dikalahkan. Sehingga mereka masih bisa bertahan dengan dirinya masing-masing.
Mungkin bagi orang lain hal ini terlalu berlebihan jika dijadikan alasan untuk kita bertengkar, mas. Tapi bagiku, ini adalah kesalahan terburuk yang pernah kamu tunjukkan sama aku. Dan aku sama sekali gak butuh pendapat orang lain tentang kita.
Pintu berwarna coklat itu seakan menjadi saksi bisu keegoisan mereka. Ruangan yang biasanya dijadikan kamar tamu, kini menjadi tempat persembunyian Sera dari penjelasan alasan sang suami.
"Kenapa kamu bohongin aku, mas. Kamu kan tau aku juga pernah jadi bagian dari pembangunan Stylosa sebelum berjaya," gumam Sera sambil terus menangis.
***
Pagi ini, pemandangan di lantai satu salah satu rumah elit di Jakarta masih sama seperti semalam. Sepi, senyap, seperti tak ada kehidupan.
Ya, kehidupan tanpa sang pemilik separuh jiwa, seperti terasa tak lagi memiliki hidup. Sudah tak ada artinya lagi.
"Tuan... maaf, tuan dari semalam tidur disini?" tanya bi Imah sambil membangunkan Evan yang tengah tiduran tanpa terpejam didepan pintu kamar tamu.
Perlahan Evan membuka matanya penuh. Sakitnya tersadar bahwa yang membangunkannya bukanlah sang istri, melainkan asisten rumah tangga. Cukup miris.
"Sera masih didalam, bi. Dia marah sama aku," ucap Evan bersalah.
Bi Imah memang satu-satunya asisten rumah tangga yang usianya sudah senja. Namun semangat bekerjanya masih sangat tinggi. Sikap keibuannya menjadikan ia begitu nyaman menjadi tempat curhat siapapun, tak terkecuali sang tuan rumah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta High Class (SUDAH TERBIT)
Romance(PRIVATE) (SUDAH TERBIT) Menikah dengan orang yang tidak aku cintai? Bagaimana bisa? Apalagi dia terlihat seperti laki-laki yang dingin dan cuek. Aku bukan wanita yang berani memulai duluan. #Anindya Seravina Atmaja Kamu bukan tidak mencintaiku, tap...