Kalau boleh serakah, bolehkah aku memiliki hatimu dan hatinya sekaligus?
Daniel? Siapa?
Ku coba ingat nama Daniel. Otakku tak berputar, biasa saja. Masih diposisinya dalam kepala dengan cenat cenut. Bergeser pun tidak, apalagi lepas meloncat keluar.Daniel, seingatku namanya tak asing. Dalam pikiran menumpuk pada akhirnya kutemukan namanya tergores tipis "teman SD".
Tanpa pikir panjang lagi, kujawab panggilan darinya, "halo?"
"Nilam kan? Aku Daniel"
"Iya. Kenapa nih kok tumben?"
"Cuma mau tanya aja. Tau rumahnya Ica kan?"
"Ya jelaslah. Mau tanya alamat rumah Ica ya?"
"Hehe.. udah tau sih, cuma nggak ketemu-ketemu"
"Kok enggak?"
"Jadi gini Nil, kalo kamu mau bisa nggak nganterin aku ke rumah Ica besok Minggu? Aku ga maksa sih"
Dan begitulah. Kalian pasti tau apa yang aku jawab. Iya. Aku mau. Besok Minggu setidaknya aku punya kegiatan buat ngelupain Awang dari otak.
Kalo dipikir-pikir, Daniel yang berhasil ngebuat aku keluar dari kamar.
***
Malam minggu. Malam sepi. Sendu tanpa bahagia. Hanya sedikit yang ku ingin. Kehadiramu disisiku. Kepedulianmu terhadapku. Senyum, serta segala hal manis untukku. Mungkin aku egois. Tapi bisakah kau kembali seperti dulu? Kamu yang begitu peduli, kamu yang kebingungan bahkan hanya karena aku tak membalas chatmu dalam 5 detik.
Jika bisa. Seandainya saja.
Ingin kupeluk dirimu dalam pikiranku, sebagaimana rasa patah hatiku yang tahan mendengar kata kasar darimu.
Ingin kucium wajahmu di samping rinai air mataku, sebagaimana rasa kecewaku menghiasi ruangan pekat dalam nadiku.
Sering aku berpikir. Seandainya ketika masa-masa kita bersama harusnya kudokumentasikan, agar ragaku tak tenggelam dalam kesedihan dan luka jika merindumu.
Ingin aku bercinta dengan rasa penatku. Tuk memenuhi gairan yang bergejolak dalam rasa kekecewaan.
Kamu mungkin tertawa membacanya,
Tapi bagiku ini sungguh hal kramat.
Bahkan nalarku kasihan melihat jerihnya perasaanku. Bisakah waktumu kau beri untukku? Meski hanya sedetik saja. Pernahkah aku ada dalam pikiranmu?
Aku rindu. Pada Awang. Sederhana. Tapi, bukankah Awang tak sudi memikirkan ku?
***
Semburat sang mentari mengelabuhi ayam. Mereka berkokok ikhlas untuk manusia, bahkan ketika mereka sadar sering disembelih dan dimakan. Mereka tetap setia berkokok untuk manusia.
Seperti itulah perasaanku. Meski selalu tersakiti, aku tetap aku yang masih mencintainya.
Sekolah? Ketika aku dan Awang masih bersama semua sangat menyenangkan. Tapi, untuk apa sekarang? Melihat Awang berkedip manja dengan Talita?
KAMU SEDANG MEMBACA
Ludah - Ludah Rasa
RomanceObsesi yang tak pasti membuat seseorang bisa mengakhiri kisah cintanya dengan alasan sederhana. Namun, bagaimanakah komentar yang dilontarkan oleh hati? *terbit setiap hatiku tersakiti