DEF - 16

13.9K 1.4K 39
                                    

"Abang sama Della duluan aja ya ke kelas!"

Fredella menatap Ernest curiga. "Emangnya abang mau kemana? Bentar lagi bel masuk juga! Pasti abang mau ngerjain Bu Popong lagi."tebak Fredella dengan yakin.

"Engga kok dek! Abang tuh cuma mau ucapin selamat pagi doang ke Bu Popong. Kan jomblo pada ngarep di ucapin selamat pagi."elak Ernest tersenyum manis.

Melihat senyuman di wajah Ernest malah membuat Fredella semakin yakin niat Ernest menghampiri Bu Popong.

Bahkan Fredella mendengar gosip yang beredar bahwa mereka bertiga biang onar disekolah sejak hari MOS pertama kali. Ya memang tidak sepenuh nya hoax sih gosip tersebut.

"Dek, anter abang ke kantin yuk."ajak Darwin.

"Pergi aja sendiri! Biasanya juga jarang minta anter."balas Fredella santai.

"Anterin dong dek! Abang kan malu beli nya."

"Emang abang mau beli apaan? Pake acara malu segala. Biasanya juga malu-maluin ah."tanya Fredella sedikit bingung.

"Beli susu. Kalau abang beli sendiri nanti di kira mesum."jawab Darwin sambil pura-pura tersenyum malu.

Fredella memutar bola mata malas mendengar ucapan Darwin. Seperti nya abang nya tidak bercermin dari kelakuan aslinya.

"Abang kan emang mesum. Udah doyannya buang kouta demi video ga jelas, udah gitu hidup lagi."ucap Fredella santai.

"Kalau ngomong jujur amat neng." Darwin menekukkan wajahnya bete. "Yaudah kalau gitu kita ke kelas aja. Biarin si ngenes ini berkarya."ucapnya sambil menarik tangan Fredella dan berjalan menjauhi koridor.

Ernest melambaikan tangannya sambil tersenyum senang. Karena Darwin telah membawa Fredella pergi dari sini.

"Bu Popong, I'm comming."ucap Ernest semangat.

Ernest melangkahkan kakinya menuju Ruang BK. Dia sungguh tak sabar untuk mengerjai Bu Popong karena pasti akan sangat seru.

"Bu Popong kangen sama Ernest ga ya?"tanya nya pada diri sendiri.

Setiba nya di depan ruang BK. Ernest mengetuk pintu dan sedikit menengok ke dalam.

"Selamat pagi Bu Popong Guruku tersayang."ucap Ernest tersenyum manis.

Bu Popong menghela nafas berat, dia sangat mengenali suara ini.

"Kalau ada yang penting boleh masuk! Tapi kalau mau iseng mending ke kelas aja belajar yang bener."ucapnya serius tanpa mengalihkan pandangan nya dari buku yang sedang dibaca nya.

Ernest tersenyum manis sambil melangkah masuk, dam dia pun memilih duduk di kursi depan bu Popong.

"Tentu aja ini penting Bu! Ada sesuatu yang mau Ernest laporin."

Bu Popong menghentikan sejenak aktivitasnya dari buku-buku itu, lalu menatap Ernest dengan malas. Karena dia tau pada akhirnya Ernest hanya memberikan pertanyaan zonk.

"Ya udah! Kamu mau laporin apa?"tanya Bu Popong.

"Gini bu, saya dapat sms berhadiah. Katanya saya dapat mobil."

Bu Popong memutar bola mata malas. Benarkan seperti dugaan nya bahwa pertanyaan Ernest adalah zonk.

"Itu penipuan gak usah kamu layanin."

"Ih emang ibu pikir saya cowok apaan pake layanin gituan di sms."ketus Ernest cemberut.

"Cowok ga tulen."jawab Bu Popong sekenanya.

"Tapi ya bu."

"Tapi apa?"tanya Bu Popong berusaha sabar.

"Tapi saya ga punya hp, Bu."ucap Ernest tersenyum polos.

"Terus ngapain kamu lapor kalau ga punya hp? Lagian ini ruang BK bukan kantor polisi yang urus penipuan."ucap Bu Popong benar-benar gemas akan sikap Ernest.

Bukan nya membalas ucapan Bu Popong, Ernest justru tertawa dengan santai. Sedangkan Bu Popong mengerutkan dahinya bingung apakah siswa nya ini sedikit gila pikirnya.

"Saya cuma mau bercandain ibu aja kok. Kalau gitu saya ke kelas dulu ya Bu!"pamit Ernest sambil tersenyum polos.

Ernest beranjak dari duduknya dan melangkah keluar ruang BK. Namun baru beberapa langkah saja, Ernest sudah menghentikkan langkahnya di pintu Ruang BK dan menoleh ke belakang.

"Ibu gak usah merasa kehilangan. Ernest pasti datang kesini lagi kok buat jailin ibu."kata Ernest terkekeh sambil mengedipkan sebelah matanya.

"Mending kamu sekarang ke kelas dan gak usah balik lagi kesini. Ibu malah seneng kamu ga kesini lagi."ucap Bu Popong tersenyum manis.

"Kalau Ernest ga kesini lagi, nanti ibu kangen loh."balas Ernest dengan penuh percaya diri.

"Mana ada kangen! Yang ada ibu malah darah tinggi."ucap bu Popong sebal.

"Dadah Bu Popong PanuanQu."kata Ernest sambil melambaikan tangannya.

Ernest melanjutkan langkahnya yang terhenti tadi. Sedangkan bu Popong hanya menggeleng-gelengkan kepalanya sambil sesekali menghembuskan nafas kasar.

"Dasar bocah yang satu itu! Ada aja ulahnya, terus juga ga sopan harusnya PanutanQu lah ini PanuanQu."

******

Darwin sedang bersandar dibahu Fredella sambil menunggu Ernest yang belum kembali ke kelas.

"Abang."panggil Fredella.

"Hmm."dehem Darwin sambil bermain game di ponselnya.

"Abang, ga kasian sama Kevin? Dari tadi dia berdiri terus disamping abang."

"Engga, biarin aja abang pinjem bentar doang bangku dia. Lagian juga bangku kosong masih banyak."jawab Darwin dengan santai.

"Abang pindah gih. Kasian Kevin berdiri terus."suruh Fredella.

Darwin menggelengkan kepala nya. "Bareng Gaga liburan ke bali, emangnya aku harus peduli."balas Darwin dengan berpantun.

Kevin mendengar pantun dari Darwin hanya menghela nafas kasar.

"Gapapa kok. Lagian gue ud---" ucapan Kevin terpotong, saat Ernest membuka suara dari arah pintu kelas. "Udah biasa ga di anggap kan. Apa lagi sama gebetan."

Kevin tersentak kaget dan menoleh ke belakang. Kadang sahabatnya yang satu ini kalau ngomong jujur amat apa lagi kalau bahas soal gebetan.

Ernest melangkah masuk ke dalam kelas dan menghampiri mereka bertiga.

"Lama amat sih, abis ngapain lu di BK?"tanya Darwin selidik.

"Biasa bang, abis bisnis."jawab Ernest ngasal.

Fredella mengerutkan dahinya bingung. "Sejak kapan Bu Popong mau bisnis sama abang?"

"Sejak tadi."jawab Ernest tersenyum polos.

"Disini masih ada orang loh."celetuk Kevin.

Ernest menoleh ke arah Kevin. "Oh lo orang ya. Gue kira cuma cowok jones yang ga punya pasangan."ucapnya tersenyum polos.

"Ngaca mas! Gue ketularan jones kan gara-gara temenan sama lo yang rajanya ngenes."ketus Kevin.

"Masa?"

"Iya."

"Bodo."ucapnya terkekeh.

The Journey Of Madness Triplets 2 [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang