Charmender // Kim Seokjin

8 1 0
                                    


Malam ini, Seokjin akan datang ke apartemenku. Aku selalu memperingatkan dirinya agar tidak datang lagi ke apartemen. Aku akan mengalah untuk seorang Kim Seokjin dengan mengunjunginya ke dorm, tetapi ia selalu tidak mengizinkanku. Aku hanya khawatir jika ada sasaeng yang mengikutinya dan menyakitinya, tetapi ia selalu mengatakan semuanya akan baik-baik saja.

Ketika peringatan itu kutujukan padanya, Seokjin malah balik memperingatkanku. Ia memberitahu kalau tidak baik bagi seorang gadis cantik sepertiku untuk keluar malam-malam. Seokjin akan datang pada malam hari karena pada malam hari semua member mendapat waktu luang mereka. Lagi-lagi aku khawatir.

Apa Seokjin tidak istirahat jika ia mengunjungiku?

Aku mulai merasa bersalah.

Setiap kali Seokjin datang ke apartemen, aku selalu melihat wajahnya yang tenang. Tetapi dibalik wajahnya yang tenang, aku tahu ia benar-benar letih. Aku tidak tega.

Terkadang Seokjin akan datang dan membuatkanku makanan. Aku ingat bagaimana ia marah ketika aku terkena maag untuk pertama kalinya. Ia benar-benar absen dari jadwal latihan dan berada di apartemenku seharian penuh. Ia mengurusi semua kebutuhanku mulai dari memasakkanku makanan hingga membelikanku obat.

Apakah aku hanya sebuah beban baru baginya?

Aku mulai berpikir untuk mengakhiri hubunganku dengan Seokjin jika memang aku adalah beban untuknya.

.

Pintu apartemen terbuka, aku tahu siapa orang itu. Aku melihat dirinya dari sudut mataku.

"Ah, di luar sangat dingin,"

Malam ini aku akan mengatakannya, aku harus.

"Eh, kau tidak menyambut kekasihmu yang tampan ini? Hehehe..." ia berkata sambil melepas topi dan maskernya.

Aku hanya diam, menunduk.

"Kau kenapa? Kau sakit? Kenapa hanya diam? Hm..?" ia berjalan mendekat.

"Aku ingin bicara." ucapku singkat.

Nada itu terdengar sakit. Aku tidak ingin menyakitinya. Maafkan aku, Seokjin.

Seokjin diam, ia duduk berhadapan denganku. Aku berusaha menatap matanya. Rasanya aku ingin menangis.

"Ada apa, sayang?"

Selesai kalimat itu diucapkan, lidahku kelu. Semua kata yang telah aku susun, tidak dapat kukeluarkan. Aku bingung mulai dari mana. Hingga pada akhirnya, sebuah kalimat muncul di benakku. Tanpa pikir panjang aku langsung mengucapkannya.

"Mari kita putus."

Aku sangat-sangat menyadari perubahan raut wajahnya. Ia pasti sangat tidak mengerti mengapa aku mengatakan hal ini. Ini kejam.

"Aku tidak mengerti," ia meminta penjelasan.

"Bagian mana yang tidak kau mengerti?"

"Bagian ketika kalimat itu terlontar dari bibirmu!"

Aku kaget, aku melihat Seokjin benar-benar marah untuk kedua kalinya.

"Kenapa kau mengatakan hal seperti itu?! Siapa yang mengajarimu?"

Mataku panas, tiba-tiba sebuah air mata keluar dan mengalir begitu saja di pipiku. Aku menangis tanpa mengucapkan apapun. Aku menangis sambil menatap Seokjin. Alisnya hampir bertaut. Ia murka.

Aku tidak dapat berbicara. Aku takut. Aku menunduk dan menangis lagi.

"Angkat kepalamu, tatap aku, dan bicara."

Suaranya berat, dalam, dan menusuk. Aku menatap lantai dan berusaha mengatur tempo napasku. Aku tidak bisa mengaturnya. Akhirnya, aku menangis sesenggukan. Hening. Hanya suara tangisku yang terdengar. Aku berusaha menahan tangisku, tetapi tidak bisa. Aku menutup wajahku dengan kedua tangan. Aku sangat takut kehilangan Seokjin.

Aku mendengar suara langkah kaki. Entah menjauh atau mendekat, aku tidak melihatnya. Aku merasa sofa di sebelahku terisi. Aku ditarik ke dalam sebuah pelukan hangat. Hatiku bergetar.

"Kau tahu, pasti ada maksudnya kau mengatakan hal seperti itu. Jangan malu untuk mengatakannya padaku. ada apa, Sayang?"

Suaranya sangat lembut.

Aku langsung menangis sejadi-jadinya. Masih dengan keadaan menutup kedua wajah. Aku berpikir keras bagaimana cara untuk menghentikan tangisan ini dan mengatakan hal yang sebenarnya pada Seokjin. Ia mengusap-usap punggungku, berusaha menenangkanku.

"Aku tidak akan marah,"

Ketika aku sudah menjadi lebih tenang, ia melepaskan pelukannya. Aku agak kecewa, sebenarnya. Lalu, aku ke kamar mandi sebentar dan membersihkan air mata yang ada di wajahku.

Sewaktu aku kembali, Seokjin sudah berada di atas kasurku. Ia menungguku. Dengan mata yang sembab aku menatapnya. Aku duduk di depannya dan mengumpulkan semua keberanianku untuk berbicara.

Sebelum aku berbicara, ia tersenyum. Sungguh, ia tahu cara menenangkan diriku.

"Sekarang bicaralah."

"Seokjin-ah, maafkan diriku. Aku tidak bermaksud begitu, sungguh." Aku berkata sambil memainkan jariku.

Seokjin melipat kedua lengan di depan dadanya. "Aku hanya tidak ingin kau kelelahan dan menjadi sasaran para antis, kau tahu?"

"Sebenarnya, aku benar-benar takut kehilangan dirimu. Aku sangat mencintaimu, Charmander,"

"Stop."

Seokjin langsung menarikku dalam pelukannya. Aku bersandar pada dadanya yang bidang. Ia mengayunkan pelukan ini ke kiri dan ke kanan.

"Aku belum selesai."

"Ssstt," ia menghela napas. "Aku tidak bisa menahan diri lagi, kau terlalu imut. Aku tidak ingin kehilangan dirimu. Aku selalu menantikan waktu luang agar dapat bertemu denganmu. Aku selalu ingin berada di dekatmu agar kau tidak berpikir yang aneh-aneh. Aku tidak akan selingkuh. Aku juga pernah bilang kalau semua akan baik-baik saja. And I'm totally yours, babe."

Aku melemah di pelukannya.

"Maaf karena aku marah tadi."

Tiba-tiba aku menangis lagi.

"Yah, kau kenapa? Astaga.." ia kelabakan menenangkan diriku yang tiba-tiba menangis lagi.

"Sayang, jangan menangis," ia mengecup ujung kepalaku. "Ah, maafkan aku."

Lalu aku berhenti menangis dan hanya memeluknya. Aku gemetaran.

"Tenang ya, aku akan selalu ada untukmu." Untuk kedua kalinya ia mengecup kepalaku. "Kalau begitu, izinkan aku menginap malam ini, okay?"

Aku menatap Seokjin.

"Besok aku libur."

Seokjin memelukku sambil berbaring.

"Berjanjilah padaku dua hal, jangan mengatakan hal seperti itu lagi dan jangan menangis, oke?"

Aku mengangguk-anggukan kepalaku.

"Tapi apakah-"

Bibir berwarna merah muda itu mendarat di atas bibirku sebelum aku menyelesaikan pertanyaanku.

"Diam loh ya,"

"Eh?"

Lagi.

"Seok-"

Lagi.

"Hei!"

Lagi.

"Aku tidak akan berhenti sampai kau diam."

Kali ini aku diam. Aku baru menyadari raut lelahnya ketika ia menutup matanya. Aku bangkit dan memberikan kecupan di kepalanya.

"Jaljayo, my prince~♥"

[END]

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 18, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ONESHOT Fanfictions [BTS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang