Girl

6 2 0
                                    

Meski Renata adalah anak dari sahabat bosnya, tidak membuatnya menginginkan posisi yang tinggi, apalagi menjadi sombong di antara teman-teman kerjanya. Renata bekerja sebagai trainer, yang melatih siswa-siswa magang dan pekerja baru yang dikontrak selama tiga bulan pertama untuk belajar dan latihan kerja. Setidaknya penghasilannya sudah mencukupi hidupnya dan dapat membantu ekonomi keluarga, terutama ibunya. Memang ibu Renata masih bekerja sebagai pedagang makanan jadi. Namun status Renata yang tidak pengangguran sudah membuat dia dan ibunya bangga dengan hasil jerih payah yang halal.

***

Jam 12:21, istirahat kerja.
Ponsel Renata berbunyi, dan gadis itu langsung membuka SMS yang masuk. Ternyata pesan itu dikirim oleh Om Gunawan, pemilik supermarket tempatnya bekerja sekaligus ayah dari Reviano.
"Ren, nanti malam jam setengah tujuh Om ada acara makan malam dengan kolega-kolega Om di rumah, kamu datang ya. Om mau kenalin ke mereka, anak alm. sahabat Om yang sudah membantu merintis usaha Om."

Senyum terulas di bibir Renata, laki-laki itu tiada henti-hentinya bersikap baik padanya. Gadis itu sudah menganggap Om Gunawan seperti ayahnya sendiri.
"Baik, Om. Terima kasih." Balas Renata, lalu menekan tombol 'send'.

***

Jam 17:26.
Renata telah tiba di rumahnya sepulang bekerja. Dilihatnya ponsel, tak ada sms, missed call, atau BBM yang masuk. Karena hari sudah sore menjelang malam, gadis cantik itu bergegas mandi dan merapikan dirinya. Sebab sebentar lagi dia akan menghadiri undangan acara penting oleh orang yang dihormatinya.

Dia mengenakan mini dress mekar sepanjang lutut yang berwarna hijau mint, berhiaskan belt beraksen pita yang melingkar di sekeliling pinggang rampingnya. Sebuah gelang rantai keperakan dengan buah berinisial 'R' terkait di pergelangan tangan, pemberian dari seseorang yang berharga baginya. Renata menjepit poni panjangnya ke belakang, menggeraikan rambut coklat panjang lurus hingga ke pinggang. Sepasang sepatu berwarna krem berhak rata setinggi 4 cm menghiasi kaki jenjangnya, lengkap dengan tas mungil bertali rantai tergantung di pundaknya. Penampilan gadis itu nampak sempurna.

Renata memakai helm dan jaket kulit hitam kesayangannya, bergegas mengendarai sepeda motornya dengan kecepatan 60 km/jam. Karena mengambil jalan alternatif yang tidak macet, dia telah sampai di rumah Om Gunawan dalam waktu kurang dari sepuluh menit.

***

Renata memarkirkan sepeda motornya di halaman belakang rumah Om Gunawan yang luas. Kemudian dia membuka helm dan jaket kulitnya, menggantungkan kedua benda itu di stang motornya.

"Kak Renata!" seru seorang gadis cantik semampai berkulit putih dan berambut hitam, berbalut dress ungu panjang berleher tinggi dan berbelahan rok hingga setengah paha.

"Meri! Kamu cantik banget." Puji Renata. Dia dan gadis bernama lengkap Meriana Alexandra itu berpelukan sesaat.
"Lho Kak Ren nggak bareng Kak Vian?"
"Nggak, Mer. Oh ya, Papa dan Mama kamu di mana, Mer?"
"Ada di dalam. Masuk yuk, Kak." Ajak Meri. Dua gadis itu melangkah masuk ke dalam kediaman megah Om Gunawan.

"Renata, selamat datang." Sambut Om Gunawan sambil mengulurkan tangan kanannya.
"Terima kasih, Om." Balas Renata sambil menjabat tangan Om Gunawan.
"Rena cantik, lama nggak ketemu sayang." Ucap seorang wanita berusia empat puluh lima tahun, dia memeluk lalu menempelkan pipi kiri dan kanan pada wajah Renata.
"Apa kabar, Tante Mira?"
"Baik, sayang. Kamu datang sendirian? Kok Vian nggak jemput kamu. Terus sekarang nggak tau lagi dia ada di mana, astaga anak itu ya," Mira menggerutu.

Tiba-tiba orang yang dibicarakan muncul dari pintu samping ruang keluarga.
"Hai, semua. Maaf kayaknya aku sedikit telat." Sapa Reviano.
Semua mata tertuju pada laki-laki itu. Bukan, lebih tepatnya kepada sosok wanita dengan mini dress oranye tanpa lengan yang berdiri disamping Reviano.

"Kenalin, ini temanku, namanya Jesica. Jes, ini mamaku, Mira. Adikku Meri, dan anak sahabat Papaku namanya Renata."
"Malam, Tante, Meri, Renata." Kata Jesica seraya tersenyum.
"Malam, Jesica. Selamat datang di rumah Tante. Ayo sekarang kita semuanya ke ruang makan, kebetulan teman-temannya Papa Vian udah sampai di ruang tamu. Jadi sekalian kita mulai acara makan." Ajak Mira, sementara Meri dan Renata hanya membalas Jesica dengan senyum, lalu semuanya beranjak ke ruang makan.

Secara tidak sengaja terjadi kontak mata antara Reviano dan Renata, Reviano tampak merasa bersalah karena lupa menghubungi Renata terkait acara ayahnya ini. Sementara Renata yang merasa terkejut hanya berusaha memalingkan pandangan matanya, mengalihkan perhatiannya sendiri dengan berbaur bersama Meri dan Tante Mira.

Makan malam mewah di ruang makan besar dengan tata ruang yang klasik namun elegan di rumah milik Om Gunawan berisikan perbincangan ringan antara keluarga dan para kolega bisnis. Ada enam orang tamu yang bertandang ke rumah Om Gunawan, yaitu dua pasang suami istri pengusaha. Masing-masing pasangan membawa satu orang asisten pribadi mereka.

"Pak Budiman dan Pak Kurniawan, perkenalkan ini anak sulung saya namanya Reviano, dan adiknya Meri. Yang di depan Reviano itu adalah Renata, anak almarhum sahabat saya yang sudah membantu saya merintis usaha. Dan yang di samping Reviano itu temannya, namanya Jesica." Terang Om Gunawan. Yang disebut namanya masing-masing hanya tersenyum kepada sang tamu.

"Oh begitu, Pak Gunawan. Ngomong-ngomong kapan nih ada undangan sampai ke kita?" tanya Pak Kurniawan.
"Hahaha, kalau itu ditunggu saja, Pak Kurniawan. Terserah mereka kalau urusan itu." Jawab Om Gunawan.
"Asal jangan lupa undang kita lho, Pak Gunawan," timpal istri Pak Budiman.
Lalu mereka tertawa, kemudian melanjutkan jamuan makan dengan menikmati satu per satu hidangan istimewa mulai dari makanan pembuka hingga makanan penutup yang sudah disajikan tuan rumah.

Secara garis besar, acara makan malam bersama itu terbungkus rapi dengan bahan perbincangan yang seru, sesekali diselingi candaan ringan. Namun tidak bagi Reviano dan Renata, mereka merasa canggung dan kikuk, baik satu sama lain maupun pada diri mereka sendiri. Tidak ada obrolan secara langsung di antara mereka, dan Renata sendiri cenderung menghindari kontak mata dengan Reviano. Setelah kurang lebih dua jam, para pasangan pengusaha itu memohon diri dari kediaman milik keluarga Om Gunawan.

***

Renata berdiri di teras yang menghadap halaman samping rumah Om Gunawan. Dia menatap kolam ikan dengan aliran air di celah-celah ukiran batu dinding taman, menghasilkan alunan gemericik air yang menemaninya. Gadis itu tidak tahu apa yang sedang dirasakannya. Di satu sisi dia merasa senang telah diundang dalam acara penting keluarga Om Gunawan. Namun di sisi lain ada suatu perasaan aneh terhadap Reviano, yang dia sendiri tidak tahu apa. Cemburu? Tidak mungkin, karena dia merasa tidak pernah jatuh cinta dengan pemuda itu. Tiba-tiba lamunannya buyar oleh suara seseorang.

"Renata."
Yang dipanggil namanya refleks berbalik melihat si pemanggil.
"Jesica?"
"Iya, kita belum berkenalan secara langsung." Kata Jesica sambil mengulurkan tangan. Renata menjabat tangan Jesica secara cepat.
"Aku dengar kamu anak sahabatnya Om Gunawan?"
"Iya." Jawab Renata singkat.
"Udah lama kenal Reviano?" Jesica bertanya lagi.

Renata terdiam sejenak menatap Jesica. Dia merasa aneh dengan pertanyaan itu, terasa menginterogasi, padahal mereka baru saja saling bertemu.
"Iya, dari kecil." Sahut Renata.
"Oh gitu." Balas Jesica. Lalu keheningan menyelimuti mereka berdua yang berdiri bersampingan, yang terdengar hanya suara gemericik air.

"Kamu di sini, Jes? Sama Renata juga." Suara Reviano mengalihkan perhatian dua gadis itu.
"Eh, hai Vian," sapa Renata.
"Hai, Nat." Suasana canggung dan kikuk kembali hadir menguasai mereka berdua.
"Ehm, aku pulang dulu ya, udah malem." Renata pamit sambil berusaha mengakhiri rasa canggung dan kikuk di antara mereka berdua, mungkin termasuk bertiga.
"Kuantar, Nat?"
"Nggak usah, aku bawa motor sendiri. Aku masuk ya, mau pamit sama Om dan Tante. Malem Vian, Jesica." Kata Renata sambil berjalan masuk ke dalam rumah besar Om Gunawan tanpa menunggu jawaban dari Reviano ataupun Jesica. Mata Renata sempat bertemu dengan milik Jesica, dia dapat merasakan sesuatu yang aneh dari gadis itu. Sesuatu yang tidak dapat dijelaskannya dengan kata-kata.

***

Sesampainya di rumah, Renata langsung merebahkan diri di tempat tidurnya. Ternyata ibunya telah pergi tidur, maklum sekarang jam sudah menunjukkan hampir pukul setengah sebelas malam. Rasa kantuk dan lelah menjalari tubuhnya. Dia mengangkat tubuhnya melawan segenap rasa yang memberatkan itu, memaksa bangkit dengan langkah gontai ke kamar mandi untuk mencuci muka dan menggosok gigi. Selanjutnya mengganti baju dengan setelan piyama yang diambil dari lemari tuanya, naik ke tempat tidur dan merapatkan mata untuk melewatkan malam hingga menuju pagi.

To be continued

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Oct 07, 2017 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

BEVOLUTIONWhere stories live. Discover now