"kit, mana pakaianmu?"

2.9K 250 7
                                    

Yang katanya mau tinggal di tempat tinggal pacarnya, Krist rupanya tidak benar-benar prepare untuk itu.
Setidaknya itu menurut dugaan Singto.

Tas besar yang digendong Krist dipunggung nya tadi ternyata hanya berisi buku-buku dan peralatan sekolahnya yang lain.

Tidak hanya tidak membawa pakaiannya, Krist bahkan tidak membawa pakaian dalamnya selembar pun.

"Tidak apa-apa phí, aku akan pakai punya p'sing saja?"

"Eum? Tunggu tunggu, Pakai.. punyaku?"

"Eum. Aku sudah memikirkan itu sebelumnya, dan aku setuju untuk pakai pakaian yang aku butuhkan walaupun itu harus berbagi dengan p'sing.."

Huh? Setuju? Singto cengo.

"Kit? apa aku....?"

"Aku tau phí.. but sharing is caring, right?
Lagipula apa phí akan pelit pada pacar sendiri ?😞"

Kemudian Singto hanya bisa diam-diam menghela nafasnya perlahan.
Bukannya Singto tidak memiliki kemampuan untuk menjatuhkan argument asal kekasihnya itu.
Tentu saja Singto bisa jika dia mau. Dialah senior disini, bukan?
Hahh..
Hanya saja Singto merasa itu tidak akan berguna.
Untuk apa membahasnya detail?
Toh Krist juga sudah cukup sering menginap sebelumnya dan sesuka hati memakai, membawa pulang pakaian Singto yang dia pakai dan meninggalkan pakaiannya sendiri di apartemen sang pacar.

Lama-lama, tanpa dia sadari, lemari baju Singto berganti isi menjadi pakaian Krist semua.
Tidak semua sih, tapi sudah hampir separuh isi lemari itu adalah pakaian 'peninggalan' Krist.
Walaupun si pemilik akan tidak mempercayai jika diingatkan.

Tidak masalah, phí.
Tidak masalah.

"Jangan memasang wajah yang itu phí, aku tidak bisa tidur nanti..."

Tidak ada lagi yang bisa Singto lakukan kecuali kembali melanjutkan aktifitasnya.
Krist memang bebas melakukan apapun. Mengeluhkannya juga tidak akan berguna.

Sementara Singto sudah mulai larut dengan kegiatannya, Krist mulai menyusun buku-buku dan beberapa peralatan sekolahnya di tempat yang dia pikir pas.

"Phí, bukumu terlalu banyak"
Singto mengalihkan perhatiannya ke Krist yang berdiri tidak jauh dari tempatnya duduk

"Kenapa kamu mencampurnya? Pindahkan punyamu ke bagian bawah. Dan ambil kotak di gudang untuk menyimpan barang-barang itu terlebih dulu?"

"Kenapa disimpan di gudang phí? Ini sudah tidak dipakai lagi?"

"Aku tidak mengatakan akan disimpan disana..."

"Tapi tadi phí bilang?"

"-ambil satu kotak di gudang untuk menyimpannya-"

"Ooh.. jadi mau disimpan dimana?"

"Lakukan saja apa yang harus kamu lakukan pertama. Yang lain gampang nanti"

Singto kembali ke aktifitas nya.
Krist pergi ke gudang untuk mendapatkan satu kotak yang bisa menyimpan alat-alat memotret sang pacar.

"Kamu mau mandi dulu atau makan dulu?"

"Mandi"

"Mau makan diluar atau...?"

"Disini saja"

"Mau mencari bersama atau...?"

"Phí cari sendiri saja. Aku mau selesaikan ini.."
Singto bangun dari duduknya.
Meninggalkan meja belajarnya dan meraih dompetnya.

"Kalau itu sudah selesai, letakkan saja disana"

Singto menunjuk ke bawah meja belajarnya dan Krist hanya merespon dengan anggukan.

"Dimana Kit?"
Singto memastikan

"Dibawah mejamu"
Singto mengangguk sekali lalu mulai beranjak menuju ke pintu keluar untuk mencari makanan buat makan malam mereka.

Setelah selesai mandi, Krist jadi merasa butuh tidur.
Ngantuk.
Tidak repot-repot mengingat dirinya belum makan malam, atau pacarnya yang sedang diluar untuk mencari makanan.
Atau rambutnya yang hanya dia keringkan dengan handuk (tidak menjadi kering secara total)
Yang dia pikir hanya kelopak matanya yang semakin berat untuk dipertahankan agar tetap terbuka.
Jadi dia menyerah dan hanya melepaskan handuk yang melilit bagian bawab tubuhnya
lalu hanya dengan mengenakan celana dalamnya, Krist segera membuka selimut besar diatas kasur itu dan membiarkan dirinya terjatuh dalam lelap.

Hari memang sudah malam meskipun belum terlalu malam.

Ketika Singto sudah masuk kembali ke kamar apartemennya, pandangannya segera disuguhi tubuh Krist yang sekitar 80% terbungkus selimut dengan mata terpejam khas orang tidur nyenyak sedangkan dadanya bagian atas terbuka seperti tidak memakai baju.
Krist tidak mungkin memakai baju atau kaos yang kebesaran yang memungkinkan nya melorot.
Singto juga yakin, dia atau Krist tidak punya pakaian yang seperti itu.

Singto mengambil duduk disisi Krist tidur lalu mengusap rambut bagian depan sang pacar.
Bukan berniat membuatnya semakin nyenyak,
Tapi untuk membuatnya bangun.
Karena baru pukul tujuh malam jadi
Krist harus memotong tidurnya yang mungkin tengah nyenyak itu agar terlebih dulu makan.

"Bangun.."

"Jam berapa...?"

"Tujuh"

Krist membelalakkan matanya seketika.

"Malam"

"Huh?"
Krist masih memproses dikepalanya

"Jam tujuh malam"
Singto masih memperhatikan anak laki-laki dihadapan nya itu yang tiba-tiba duduk dengan wajah terkejut setelah mendengar Singto menjawab pertanyaan bangun tidurnya tadi ketika anak itu tampak diam memikirkannya.

"Tujuh malam?"
Diam lagi.

"Ah phí!! Aku kira tujuh pagi!"
Krist meraung kesal.
Singto hanya tersenyum melihatnya.

"Mana bajumu? Kenapa tidak pakai baju?"

"Malas"

"Bangun dan cari"

Singto menarik selimut yang masih membungkus tubuh Krist, lalu dengan bersungut sungut, Krist mulai beranjak untuk mematuhi perintah.

"Tidak malu berkeliaran dikamar orang hanya pakai celana dalam"
Sambil menyiapkan makanan mereka, Singto mengeluarkan tanggapannya akan kelakuan bocah itu.

"Terserah. Kamar orang yang aku berkeliaran ini kan kamar pacarku"
Krist mencoba membantah setelah berhasil memasukkan tubuhnya pada selembar kaos bertangan panjang.

"Ada bajumu, kenapa suka memakai bajuku?"
Menyerahkan sumpit pada Krist yang sudah duduk

"Bajuku sudah kecil, phí,,"
Singto mencibir

"Lalu tambah lebih banyak lagi berat badanmu"
 
"Ini bukan gendut, phí.."

"Apa aku mengatakan begitu?"

"Secara tidak langsung iya"

"Kamu terlalu banyak berpikir. Makan saja"

Pada akhirnya kedua laki-laki yang beda usianya hanya terpaut satu tahun itu menghentikan 'diskusi' mereka dan mulai menikmati makanan yang terhampar diatas meja kecil dihadapan mereka.




CUT

coupleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang