4

31.8K 1K 14
                                    


"Lelucon macam apa ini! Kau—kau masih perawan?" Bhisma menyembur marah disela napasnya yang memburu.

Seharusnya dia menyadari dari awal. Kulit Sandra yang sangat sensitif di bawah belaiannya. Payudara Sandra yang begitu kencang dan kenyal, seakan belum pernah tersentuh tangan lelaki. Juga vagina Sandra yang terlihat sempit dan sangat harum, begitu berbeda dengan wanita yang pernah dia sentuh.

Setelah beberapa kali berusaha menembus vagina Sandra, akhirnya Bhisma berhasil menerobos masuk. Namun dia dikejutkan dengan satu kenyataan, bahwa ujung penisnya terasa sedikit pedih ketika menembus selubung pertahanan terakhir milik Sandra. Dia tidak pernah membayangkan akan menemukannya, setelah pandangan negatifnya selama ini kepada wanita itu.

"Jangan melepaskannya, atau aku akan membunuhmu!" teriak Sandra parau. Dia mencengkeram bahu Bhisma dengan erat, hingga kuku-kukunya menancap di sana. Bhisma merasakan perih di sana, namun bisa diabaikan. Kenyataan itu masih membuatnya shock, bahkan dia merasa sangat berdosa ketika melihat airmata mengalir di sudut mata Sandra.

"Bodoh! Kenapa kau tidak mengatakannya?" Bhisma mengusap sudut mata Sandra dengan telapak tangan. Dia masih belum bergerak, meski kejantannya masih terkubur dalam di vagina Sandra.

"Aku hanya tidak ingin merusak imajinasimu kepadaku." Sandra berusaha menahan perih yang menerjang bagian selangkangannya.

"Hanya gadis bodoh yang melakukan hal seperti itu!"

"Ini hadiah ulang tahunmu dariku. Aku harap ini kejutan yang menarik, dan kau takkan pernah melupakannya."

Entah mengapa, wanita itu kini terlihat berkali lipat menariknya di mata Bhisma. Tanpa banyak bicara, dia kembali memagut bibir ranum Sandra, yang terasa berkali lipat manisnya. Kelembutan lidah Sandra seperti menggelitik perutnya, hingga batangnya semakin membengkak saja.

Bhisma mencumbu Sandra dengan kelembutan kekasih yang memuja. Tidak, kali ini Bhisma ingin meresapi segalanya dengan lebih lembut dan pelan. Mengetahui jika dia yang pertama untuk Sandra, membuat jiwa Bhisma seperti tergetar.

Semua sangkaan buruk, dan sikap setengah hatinya memudar seketika. Dia sudah membenci Sandra, karena menyangka dia hanya menikmati sisa lelaki lain. Demikian juga dengan sikapnya yang memilih menjauh dari wanita itu. Selama ini, dia hanya cukup mengawasi wanita itu dari jauh.

Namun dia mengajukan syarat menikahi Sandra, sebagai kompensasi kucuran dana yang dipinjamkan, juga karena satu alasan. Dia penasaran dengan Sandra. Wanita itu terlihat tidak mau menggoda dirinya, padahal beberapa hari diharuskan menemani dirinya. Wanita itu tampak tidak peduli.

Bahkan wanita itu meninggalkan dirinya begitu saja, ketika masa perawatannya sudah selesai. Tidak ada kabar apapun, hingga Hendrik Sanjaya mengajukan pinjaman utang ke bank miliknya.

"Aku akan bergerak sekarang. Ini akan sedikit sakit, tapi hanya sebentar saja. Ingat, aku tidak akan menghentikannya meskipun kau menangis darah sekalipun." Bhisma kembali memagut dengan rakus. Dia menggoda bibir Sandra agar membuka, hingga lidahnya mendesak masuk.

Sandra membalas pagutan Bhisma tak kalah panas. Dia tahu, Bhisma berusaha mengalihkan rasa sakit itu. Namun tetap saja, Sandra terengah-engah sambil meringis ketika Bhisma mulai bergerak. Rasa sakit dan perih itu membuat Sandra menangis lagi. Bhisma menghapus jejak airmata itu dengan lembut, sebelum kembali memanjakan bibir Sandra dengan pagutan-pagutan yang seperti takkan pernah berakhir.

"Jangan menangis, atau aku akan merasa sangat berdosa karena sudah melakukan ini kepadamu." bisik Bhisma lembut di sela ciuman membakarnya.

"Ini lebih sakit dari yang pernah kubayangkan."

Kamu akan menyukai ini

          

"Kau pikir aku tidak merasakannya? Kita akan melewati ini bersama, jadi kau harus selalu bersamaku."

Sandra mengangguk, sebelum menarik kepala Bhisma lebih dekat. Dia mulai membalas pagutan Bhisma, hingga membuat lelaki itu senang.

$$$

"Sudah lebih baik?" Bhisma menyeka butiran keringat yang mulai menghias kening Sandra. Dia senang ketika rintihan kesakitan Sandra, sudah berubah menjadi rintihan penuh desahan mendamba.

Sandra menatap malu-malu kepada Bhisma yang terus bergerak di bawah sana. Setelah seperti seabad menyesuaikan diri, kini Bhisma sudah merasa sangat nyaman. Ruang geraknya semakin bebas, meski dia harus menahan diri agar tidak ejakulasi cepat.

Vagina Sandra yang sempit, seperti meremas-remasnya dengan sangat nikmat. Kejantannya seperti dikocok dengan kedua dinding lubang kenikmatan Sandra yang berdenyut hangat. Bhisma tidak pernah merasakan, jika seks akan membuatnya menjadi segila itu.

Milik Sandra seperti meremasnya, membelai dengan kelembutan yang membuat penisnya semakin mengencang. Sebentar lagi dia akan meledak, hingga Bhisma tak kuasa menahan laju pompaannya yang semakin cepat.

"Bhismaaaa." rintih Sandra yang sudah melingkarkan kedua kaki di pinggang Bhisma. Dia tidak pernah menyangka, jika kesakitan yang dirasakan beberapa saat lalu, seperti tidak berbekas lagi. Semua tergantikan dengan kenikmatan tiada terkira, ketika sodokan demi sodokan Bhisma bersarang di kedalamannya.

Lubangnya seperti sangat penuh dengan milik Bhisma. Sesekali dia harus menahan napas, saat kulit kejantanan Bhisma yang berurat, bergesekan dengan dinding vaginanya. Dia benar-benar sudah setengah melayang. Kenikmatan itu sudah hampir tak tertahankan lagi.

"Bhisma, aku—aku."

"Tunggu aku, sayang. Kita sama-sama, ya." Bhisma semakin mempercepat sodokannya, hingga Sandra terengah-engah menahan getaran yang kian besar melanda tubuhnya.

Dia mendekap tubuh Bhisma erat, ketika gelombang yang nyaris membutakan mata itu menghantam dengan begitu dahsyat. Bhisma memberinya satu sodokan akhir yang keras dan dalam, sebelum lelaki itu mengerang penuh kepuasan sambil membenamkan wajah di rambut Sandra yang halus.

Sandra merasakan semburan hangat yang dahsyat di dalam rahimnya, sebelum milik Bhisma terasa kembali ke bentuk normalnya. Lelaki itu berguling ke samping tubuh Sandra, setelah pelepasannya selesai. Dia mengecup dahi Sandra, dan membawa tubuh wanita itu ke dalam pelukannya.

Mereka terdiam lama, sambil berusaha mengatur napas yang masih memburu. Keringat mereka mendingin dengan cepat, karena hawa dingin dari AC ruangan. Sebentar kemudian, ruangan itu hanya terhias dengkur halus mereka yang langsung tertidur pulas.

Lama sesudahnya, Sandra terbangun dengan tubuh terasa remuk redam. Dia meraba tempat di sebelahnya, namun tidak menemukan sosok Bhisma di sana. Dia mencoba bangun, namun rasa tidak enak menyerang bagian bawah tubuhnya.

Mukanya langsung memerah, mengingat apa yang sudah dilakukan bersama Bhisma. Dia menarik selimut menutupi tubuhnya yang polos, ketika mendapati Bhisma keluar dari kamar mandi. Wangi sabun dan save cologn yang maskulin segera menyeruak memenuhi ruangan itu.

Sekali lagi, Bhisma terlihat sangat enak untuk dimakan. Lelaki itu hanya memakai boxer yang tidak sanggup menyembunyikan tonjolan besar di dalamnya. Handuk lelaki itu tersampir di bahu, sepertinya baru digunakan untuk mengeringkan rambut.

"Kau sudah bangun? Maaf aku tadi tidak membangunkanmu, karena kau terlihat sangat pulas." senyum menghias bibir merah Bhisma, hingga membuat jantung Sandra mencelos. Lelaki itu tidak pernah tersenyum kepadanya, bahkan berbicara lembut jika bersamanya.

HEARTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang