Sinar matahari tampak terik pagi ini. Nara mengusap keringat yang membasahi keningnya. Mendengus kesal karena apel tak juga selesai.
"Kenapa sih tiap pagi harus apel? Gue aja tiap malam Minggu gak ada yang ngapelin. Lah ini malah disuruh apel terus." gerutu Nara yang dapat terdengar jelas oleh Kania.
Kania terkekeh kecil seraya menggelengkan kepalanya, "ini lagi apel Nara, bukan lagi pembukaan sesi untuk curhat."
Nara berdecak, "apaan sih lo, Kan?"
Kania mengedikkan bahu. Setelah itu keduanya sama-sama kembali mengikuti apel pagi dengan tertib.
"Selamat pagi semua!" sapa cewek cantik dengan rambut sebahu bernama Tasya itu di tengah lapangan.
"Pagi Kak." Jawab peserta MOS serempak.
"Oke kali ini saya akan menyampaikan pengumuman. Jadi mohon didengarkan baik-baik!" Tasya menghela napas sejenak, "untuk kalian peserta MOS, hari ini kalian ditugaskan untuk mencari tanda tangan pengurus OSIS minimal 10 tanda tangan. Dan untuk kalian yang bisa mendapatkan tanda tangan paling banyak, kalian berkesempatan makan malam bareng pengurus OSIS di hari terakhir MOS. Oh ya satu lagi, bagi kalian yang berhasil foto bareng ketua OSIS, kalian juga berkesempatan untuk makan malam bareng kami pengurus OSIS." jelas Tasya.
Terdengar sorak-sorai peserta MOS menanggapi pengumuman dari Tasya, banyak dari mereka yang merencanakan ingin foto bersama Saka.
Lain halnya dengan Nara, ia terlihat sama sekali tak berminat dengan penawaran makan malam bersama pengurus OSIS.
"Nara, kita minta foto bareng Kak Saka yuk!" ajak Kania bersemangat.
"Enggak ah Kan, males gue. Lagian nih ya, type orang kayak Saka eh maksudnya Kak Saka itu susah banget buat diajak foto." Ujar Nara, "kecuali kalo sama gue." Lanjutnya dalam hati.
"Tau dari mana emangnya, lo?" Kania mengernyit bingung.
"Insting aja." Singkat Nara diakhiri dengan cengiran kuda khasnya.
Waktu berlalu dengan cepatnya. Nara bahkan sangat malas untuk mencari tanda tangan para pengurus OSIS. Lain halnya dengan peserta lain, mereka sangat bersemangat sekali, terlebih untuk meminta Saka untuk foto bersama. Namun sayang, Saka terus saja menghindar.
Nara mendengus. Waktu untuk mencari tanda tangan tinggal setengah jam lagi, tapi Nara belum mendapatkan tanda tangan sama sekali. Sekarang ia malah berlalu pergi menuju rooftop sekolah.
Nara duduk di salah satu bangku yang ada di sana. Ia memejamkan matanya menikmati semilir angin yang berhembus.
"Yang lain pada sibuk nyari tanda tangan, tapi lo malah enak-enakan di sini?" Terdengar suara bariton lelaki dari arah pintu rooftop. Lelaki itu adalah Saka, ia berjalan menghampiri Nara seraya bertepuk tangan.
Nara yang hafal dengan suara tersebut enggan menanggapi kehadiran Saka.
"Lo ngikutin gue, ya?" tanya Nara masih memejamkan matanya.
Saka berdiri di hadapan Nara, mencubit pipi gembul Nara agar Nara membuka matanya, "Pede banget jadi orang." Dusta Saka kemudian mengambil alih kertas yang dibawa Nara.
Nara mendengus.
Saka tidak kaget mengetahui kertas Nara yang masih kosong, ia tau bahwa Nara enggan meminta tanda tangan pengurus OSIS, "mau dihukum lagi lo?" tanya Saka.
"Bodo amat gue gak peduli." Balas Nara, "lagian apa sih gunanya minta tanda tangan ginian? Mendingan cari tanda tangan artis Korea." sambungnya.
"Mimpi aja sono!" cibir Saka.
Nara menatap Saka kesal. Tangannya bergerak mencubit pinggang Saka, "ngeselin lo!"
Nara beranjak dari duduknya, mengambil benda pipih dari saku roknya, "Saka," panggil Nara.
"Apaan?"
Nara mengedip-ngedipkan kedua matanya, "bantuin gue ya?"
"Kok perasaan gue gak enak ya," ujar Saka, kemudian sedikit menghindar dari Nara, "lo mau apaan dari gue?" tanya Saka to the point.
"Foto bareng gue, ya? Please." pinta Nara dengan puppy eyes andalannya.
Saka berdecih, "gak mau gue, tadi aja bilangnya gak peduli. Sekarang minta foto bareng gue. Situ sehat?"
"Sok gak mau lo, biasanya juga kalo di rumah, gue lagi foto lo ngerusuh." kesal Nara, "ya udah deh kalo lo gak mau, udah biasa dihukum ini." Nara berlalu pergi meninggalkan Saka. Dalam hatinya ingin sekali Saka memanggilnya. Dan benar saja, baru lima langkah, Saka sudah memanggilnya.
Saka berjalan menghampiri Nara. Mengambil handphone Nara, kemudian membuka aplikasi kamera di handphone Nara.
Saka memasang wajah datarnya, sedangkan Nara memasang wajah cerianya.
"Udah nih." Saka mengembalikan handphone Nara.
"Makasih Saka." Ujar Nara sontak memeluk Saka sekilas, "gue balik dulu, ya?" sambungnya berlalu pergi.
Nara berjalan menuju kelasnya. Wajah sumringah tergambar jelas diwajahnya. Seulas senyum terus saja bertengger di bibir tipisnya.
BRUKK
Nara meringis. Tubuhnya tersungkur di lantai. Karena terlalu fokus dengan handphone-nya, Nara tidak sengaja menabrak orang yang berjalan berlawanan arah dengannya.
"Liat-liat dong kalo jalan!" Suara bariton itu seketika membuat Nara kesal.
Nara bangkit. Tangannya mengusap pantatnya yang pedih. Dengan sinis Nara menatap orang di hadapannya - Vanno.
"Apa lo liat-liat?!" tanya Vanno dengan lantang. Matanya menatap Nara tajam.
Nara mendengus. Tak menggubris Vanno yang sedang marah.
"Ya ampun handphone gue," Nara mengambil benda pipih itu di lantai, menatap nanar handphone yang sudah tidak berfungsi lagi.
"Ini semua gara-gara lo!" Sekarang giliran Nara yang menyalahkan Vanno, "pokoknya gue gak mau tau, lo harus benerin ini sekarang juga!"
Vanno mengernyit, sangat kesal dengan Nara. Ia tak habis pikir dengan gadis manis di hadapannya ini. Bisa-bisanya ia malah menyalahkan Vanno, padahal sudah jelas bahwa Nara yang salah.
"Apaan sih lo? Yang salahkan elo, ngapain nyuruh gue benerin?"
"Bodo amat, pokoknya lo harus tanggung jawab!"
"Ada apa ini?" suara bariton Saka datang menghampiri. Saka menatap Nara dan Vanno bergantian. Mencoba meminta penjelasan atas apa yang sedang terjadi.
"Handphone saya rusak Kak." lirih Nara, dalam hatinya ogah-ogahan memanggil Saka dengan embel-embel Kakak, "ini semua gara-gara dia nabrak saya." Adu Nara seraya menunjuk Vanno dengan berani.
"Dia bohong." Vanno melakukan pembelaan, tak terima dituduh sembarangan oleh Nara.
"Emang bener kok, lihat nih hp aku mati."
"Sudah cukup! Sekarang kalian ikut saya ke ruang OSIS!" titah Saka dengan tegas.
Nara dan Vanno pasrah.
Sesampainya di ruang OSIS. Saka menyerahkan Nara dan Vanno agar diambil-alih oleh salah satu pengurus OSIS di sana.
Saka membisikkan apa yang telah terjadi kepada pengurus OSIS bernama Kevin tersebut. Ia menatap Nara sekilas, kemudian berlalu pergi.
Kevin menggeleng-gelengkan kepalanya, "gak bosen ya kalian setiap hari bikin gara-gara terus?"
Hening. Keduanya tak ada yang mau menjawab.
"Kalian lagi sariawan?"
Nara dan Vanno sama-sama menggelengkan kepalanya.
Kevin mendengus kesal, "mana hasil tanda tangan yang udah kalian kumpulin?"
Keduanya menyerahkan selembar kertas kosong yang sedari tadi mereka pegang.
Lagi-lagi Kevin menggeleng-gelengkan kepalanya, "Masih kosong?" Kevin bertepuk tangan. Tak percaya dengan apa yang ia dilihat, "kalian saya hukum!"
"Tapi saya tadi udah foto sama Sak eh maksudnya Kak Saka." Ujar Nara, "jadi saya tidak dihukum kan Kak?"
Vanno memutar bola matanya malas.
"Mana buktinya?"
"Handphone saya rusak Kak." Nara menatap nanar handphone kesayangannya.
"Karena gak ada bukti, jadi kamu tetap saya hukum."
Terlihat senyum kemenangan di bibir Vanno. Ia senang melihat Nara juga dihukum.
Nara menatap Vanno tajam, "ini semua gara-gara lo!"
Vanno mengedikkan bahu - tak peduli.