Rindu ini datang lagi. Membingungkanku. Membuatku tersesat dan tak tahu arah lagi.
-Vena-
...
Pagi ini Vena berangkat sekolah lebih pagi dari biasanya. Dia bahkan melewatkan sarapan yang dibuat ayahnya pagi ini. Sebenarnya, alasan Vena berangkat lebih pagi daripada sebelumnya adalah untuk lebih mengetahui siapa itu Raka.
Raka yang dia tahu hanyalah seorang kakak kelasnya yang pandai dan selalu menyabet rangking pararel di angkatannya. Penampilannya yang culun membuat dia tak memilki teman. Kalaupun ada orang di sekelilingnya, pasti itu karena mereka meminta Raka mengajarinya soal bahkan yang lebih parah, mereka menyuruh Raka melakukan ini dan itu.
Vena pernah melihat Raka disuruh membeli makanan di kantin, contohnya.
Ya, hanya itu yang Vena tahu. Maka dengan berbekal keberanian di pagi-pagi buta jam lima pagi, dia memasuki ruang kelas Raka. Masih sepi, tidak ada seorangpun disana. Dengan perlahan dia berjalan masuk dan menelusuri meja-meja di ruang kelas itu. Ada banyak coretan kecil di meja, sama seperti di kelasnya juga.
"Budaya coret-coret bangku nggak akan pernah hilang, ya?" gumam Vena.
Dia berjalan hingga berhenti di bangku paling belakang. Pojok belakang sebelah kanan. Tanpa Vena sadari, tangannya terulur di bangku itu dan mengelusnya pelan.
"Rakash," ujarnya sambil mengelus kertas nama yang tertempel di bangku itu.
Vena jongkok sedikit untuk mengetahui apa ada barang yang Raka tinggalkan di kolong bangkunya. Sepertinya, dewi fortuna berpihak pada Vena, Vena menemukan buku kimia milik Raka.
Vena membuka buku itu dan bergumam saat melihat jawaban-jawaban yang ditempelkan di buku paket itu.
"Wah, pantesan dia selalu jadi rangking satu,"
"Venata?" ujar sebuah suara di belakang Vena.
Terkejut, Vena menjatuhkan buku kimia milik Raka dan menimbulkan suara yang cukup keras. Berbalik, Vena mendapati sepasang mata Raka sedang menatapnya.
"Lo ngapain di bangku gue?" tanya Raka sambil membetulkan letak kacamatanya.
Degup jantung Vena mulai tak teratur. Dia berpikir keras untuk mencari alasan atas ketertangkap-basahannya berada di bangku Raka.
"Eng, saya mau ketemu kak Raka!" ujar Vena yang tentunya ditatap curiga oleh Raka.
Jangan sampai gue ketahuan sebelum gue bongkar rahasia Raka.
Raka berjalan ke bangkunya dan meletakkan tasnya di kursi. Mengambil buku kimianya yang dijatuhkan Vena dan melemparnya kasar ke atas meja. Hal itu cukup mengintimidasi Vena.
"Jujur sama gue, mau lo sebenarnya apa?" tanya Raka dingin.
Raka dan Kara itu orang yang sama tapi kenapa sifat dan perilakunya bisa berbeda sekali?!
Gila, jangan sampai tertipu.
"Engg, begini kak. Saya cuma mau nanya.. nanya id LINE Kara! Iya itu! Saya kebetulan fans nya Kara terus berhubung ternyata Kak Raka ini kakaknya Kara jadi--"
"--fans? Kemarin lo bahkan bilang kalau lo nggak tahu lagunya Starlight. Dan sekarang lo bilang lo itu fans nya Kara? Lucu juga lo," sindir Raka.
Vena meremas ujung rok nya keras. Baginya, diintimidasi oleh Raka seperti ini cukup membuatnya hampir kehilangan suplai oksigennya. Nantinya, otaknya akan buntu karena tidak mendapat asupan oksigen.
KAMU SEDANG MEMBACA
Still Waiting For A Reason✔
Teen FictionAdalah empat insan yang mencari sebuah alasan sebagai cara untuk bertahan. Adalah empat insan yang ingin bersama, namun semesta terlalu kejam untuk tak mewujudkannya. Adalah empat insan yang saling menyalahkan, terjebak dalam kubangan yang sama, me...