Lucy Tengah menikmati sarapan paginya bersama kedua orang tuanya dan juga kakak laki-lakinya, mereka tampak tenang sekali menikmati makanan masing-masing tidak ada suara yang lain selain suara dentingan sendok yang beradu dengan piring. Sebenarnya Lucy orang yang tidak bisa diam tapi tidak juga hyperaktiv hanya saja ia lebih suka suasana yang hangat---catat hangat bukan ramai! Berbanding terbalik dengan kakak nya yang jauh lebih suka suasana yang sejuk, hening dan sebagainya.
Ngomong-ngomong kakaknya Lucy sedikit kesal dengan laki-laki itu pasalnya semenjak laki-laki itu putus dengan sah---ahh bukan maksudnya mantan sahabatnya itu dia jadi lebih dingin dan cuek, ya walaupun memang kakak nya itu orang yang sangat cuek dan terkesan dingin dari dulu tapi itu tidak separah saat ini!
Ia sempat berfikir apa dia harus membawa kakaknya itu kepada seorang Psikolog?
Bukan apa-apa dia hanya sedikit takut saja jika kakak nya terkena gangguan mental karna putus dari gadis itu. Andai saja dulu kakaknya ini tidak menjalin hubungan dengan gadis itu pasti sekarang di--
"Ayo berangkat!" Lucy menatap Lucky dengan mulut yang masih terbuka lebar ia baru saja akan memasukan sesendok terakhir nasi goreng miliknya kedalam mulut namun sebelum itu berakhir kakaknya sudah melengos begitu saja setelah mencium tangan kedua orang tua nya.
"Aishh, abanggg tungguin napa!" Kesalnya, ia langsung meminum susu hangat miliknya yang sudah disediakan diatas meja makan. Kedua orang tuanya menggelengkan kepala melihat tingkah laku kedua anaknya.
"Pelan-pelan sayang."
"Aduh ma gabisa, yaudah aku berangkat dulu ya. Byee muahh." Lucy mencium kedua tangan dan pipi orang tuanya dengan cepat, jika ia terlambat satu menit saja Lucky pasti akan meninggalkannya seperti kemarin-kemarin.
"ABAANGGG TUNGGUIN DONG!"
OoO
Mobil Lucky sudah memasuki area sekolah, mereka hanya membutuhkan waktu 15 menit saja dari rumah karna jarak dari rumah menuju sekolahnya itu tidak terlalu jauh. Dan selama 15 menit itu Lucy merasa sedang bersama manusia batu yang sepertinya untuk mengeluarkan sepatah kata saja sangat mahal sekali. Tapi, ketahuilah bung sebuah kata itu tidak bisa dibeli! Okeh baik lupakan saja!
Lucy langsung menebarkan senyuman termanisnya setelah keluar dari mobil sang kakak. Banyak murid yang menatap kearah mereka dengan tatapan kagum wajar saja karna mereka memang salah satu The Most Wanted girl and boy di HF High school.
Senyuman diwajahnya perlahan meredup saat matanya tak sengaja melihat seseorang yang ia anggap spesial dihidupnya tengah berjalan dengan mesra bersama sah---aishh MANTAN SAHABATNYA!
"LIO?! ADLINA?!" Teriak Lucy dengan kesal. Lucky yang tadinya akan pergi meninggalkan adiknya langsung terhenti saat mendengar satu nama yang dipanggil adiknya, karna penasaran ia mengalihkan pandangannya kearah dua orang yang bergandengan tangan yang sedang berjalan kearahnya dan Lucy.
"Hai lucifer, hai juga kak."
Lucy menatap geram kearah gadis yang ada dihadapannya ini, bagaimana tidak geram? Saat ini dia tengah melihat kekasihnya sendiri sedang bergandengan tangan dengan rivalnya, dan dengan tampang tanpa dosanya gadis itu menyapa ia dan kakaknya?
"Lepasin tangan cowok gue, pelakor!" Pekik Lucy sembari menepis tangan Adlina yang masih menggenggam tangan kekasihnya. Adlina mengusap pelan tangannya karna merasa sedikit sakit.
Adlina tersenyum kecut. "Kalo gue pelakor, situ apa? Perusak Hubungan Orang gitu?" Tanya adlina dengan mata yang melirik kearah Lucky yang hanya diam saja tidak mengeluarkan sepatah katapun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Caught In a Lie [SlowUpdate]
RandomPeluang orang terdekat untuk nyakitin kamu itu lebih besar dari pada musuh kamu sendiri. Karna pada dasarnya mereka jauh lebih tau apa kelemahan kita dibanding musuh kamu yang hanya mengetahui keseharian kita.