6th (The First Snow)

2.4K 361 24
                                    

Gadis itu sedari tadi tampak asik membaca buku sembari sesekali ia mengemut lollipop berbentuk hati yang ia pegang. Dia sesungguhnya bukan lah penikmat buku. Ia membaca buku hanya untuk mengisi waktu luang dimana ia harus menunggu seseorang yang sedari tadi belum menampakkan batang hidungnya.

“Dimana sih? Janjinya akan bertemu jam lima sore. Ini sudah telat sepuluh menit.” Gadis itu mendumal sembari melihat ponselnya yang menunjukkan waktu pukul lima lewat sepuluh menit.

Bersamaan dengan itu, seseorang tampak menutup mata si gadis menggunakan telapak tangannya. “Coba tebak ini siapa?”

Gadis yang tadinya tampak bosan, kini justru tersenyum lebar. Ia meraih tangan seseorang yang menutup matanya itu. “Siapa lagi kalau bukan kamu, Choi Minki!” seru gadis itu sembari menoleh ke arah asal suara.

Pemuda itu—Choi Minki dengan jahil mengambil lollipop milik si gadis dan menggigitnya, membuat bentuk hati itu patah menjadi dua.

Si gadis tampak mengerucutkan bibirnya. “Ya! Kenapa kau buat hatiku patah?” protesnya pada Minki.

Minki mengulurkan tangannya dan mengusap puncak kepala si gadis. “Itu kan hanya permen saja. Hatimu yang sebenarnya tidak mungkin kubuat patah.”

“Kenapa kamu datang terlambat?” Si gadis bergelayut manja pada lengan Minki.

“Maaf. Tadi ada hal yang harus kukerjakan terlebih dulu. Jangan marah ya. Kalau kamu sudah marah itu, sulit membuat mood kamu kembali seperti semula.”

“Apanya yang ingin menjadi manito−ku. Menghadapi aku yang sedang marah saja kamu mengeluh,” cibir si gadis.

Minki mencubit pipi si gadis dengan gemas. “Manito itu kan tugasnya menjagamu, bukannya menampung keluhanmu. Kalau itu sih tugasnya customer service,” guraunya. “Nah ayo, kita pergi sekarang. Kamu sudah memberitahu orangtuamu kan bahwa kamu akan pulang malam sekali?”

Gadis itu mengangguk. “Aku sudah meminta izin kepada kedua orangtuaku. Mereka bilang aku harus dikembalikan dengan utuh. Katanya Appa, kalau kamu sampai nakal padaku, maka Appa akan menghajarmu,” ucap si gadis sembari cekikikan.

Pemuda itu menatap si gadis dengan kilat mata jenakanya. “Nakal yang dimaksud oleh ayahmu itu seperti apa?” bisiknya di telinga si gadis. Ia sengaja menghembuskan napasnya di dekat telinga si gadis, membuat si gadis bergidik.

“Ya! Ini yang dimaksud nakal oleh ayahku! Awas kalau kamu macam-macam, Choi Minki!” gerutu si gadis dengan tampang galaknya.

Minki tertawa dan tangannya terulur untuk mengacak-acak surai kecokelatan si gadis. “Astaga. Kamu begitu menggemaskan, Jennie Kim!”

Minki kemudian beranjak dari tempatnya dan menggandeng tangan Jennie. Mereka kini berdiri di halte bus sembari menunggu kedatangan bus yang tampak sedang melaju ke arah mereka.

Minki dan Jennie mengambil tempat duduk yang paling belakang. Mereka sengaja mengambil tempat itu karena biasanya Jennie akan tertidur jika sedang menaiki kendaraan dan Minki ingin Jennie tertidur dengan tenang tanpa harus mendengar suara orang yang sedang berbicara. Kebetulan, pada saat itu bangku belakang terlihat sepi.

“Tidur lah. Aku akan membangunkanmu jika kita sudah sampai,” ucap Minki pada Jennie.

Dan Jennie segera menuruti perkataan Minki. Gadis itu sudah bersiap-siap memejamkan matanya, ketika Minki meraih kepalanya untuk bersandar pada bahu pemuda itu.

Baik Minki mau pun Jennie kini sama-sama merasa gugup. Jantung mereka berdua bedetak dua kali lebih cepat dari biasanya. Jennie bahkan sudah tidak merasa mengantuk lagi. Gadis itu justru sibuk menenangkan debaran jantungnya yang kian menjadi-jadi seolah hendak meledak pada saat itu juga.

Paper Hearts (Jennie X Jungkook, Privated) ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang