Lagi-lagi Dia

40 7 2
                                    

Aku mencoba terlihat biasa saja meski hati ini entah kenapa tak karuan rasanya. Duduk disamping Bintang dengan riuh sorakan penonton membuat telinga ini bising. Ini sebabnya aku benci keramaian, suara ini yang tak mau ku dengar. Suara yang seolah-olah telah menghilangkan Guntur sebelum petir menyambarnya.

Aku berlari ke ujung lapangan, berniat mencari kamar mandi terdekat karena kepalaku sudah mulai pening. Selang berapa detik seseorang meneriakiku.

"Awas ada boolaa." teriaknya kencang kearahku. Sontak aku menengok 45 derajat kesamping, tapi sialnya bola itu sudah mengenai tepat kearah wajahku dan penglihatan mataku mulai samar-samar menjadi dua bagian lalu aku tak sadarkan diri.

"Lo gak apa-apa kan?" tanya seorang laki-laki itu padaku. Masih tidak terlalu jelas siapa dibalik suara itu, kucoba rebahkan badan dan memfokuskan pandangan. Aku tercengang kaget setelah menyadari siapa orang di pinggir ku ini. Itu Raka, Raka yang dari kemarin terus ada di pikiran ku entah kenapa. Lantas kenapa dia bisa ada disini sekarang?

"Jingga? Are you oke?" tanya Raka sekali lagi memastikan aku baik-baik saja.

"Kenapa lo bisa ada disini?" tanyaku langsung karena penasaran.

"Maaf tadi gue yang nendang itu bola sampe kena lo dan lo langsung pingsan, jadi gue langsung bawa lo ke puskesmas ini." jelasnya.

"Oh iya makasih kalo gitu udah mau nolongin gue, eh tapi pertandingannya masih lanjut kan?"

"Gapapa kali, lagian itu juga salah gue udah bikin lo pingsan, soal itu ga usah khawatir karena masih ada pemain cadangan yang gantiin gue, lagian pertandingannya udah kelar ko." ucapnya memastikan.

"Menangkan?" tanya ku.

"Engga sih, di detik terakhir kebobolan jadi skor 3-1, tapi gapapa lah mungkin emang bukan rezekinya menang buat kali ini."

"Yah, maaf gara-gara aku tim kalian jadi kalah." ucapku menyesal.

"Santai ajalah gausah dipikirin." ucapnya lagi.

Pintu terbuka dan Bintang pun masuk seraya membawakan kantong plastik berwarna putih dan aku yakin isinya tak salah adalah makanan.

"Eh lo udah sadar? nih gue bawain makanan buat lo biar gak lemes lagi." ucap Bintang dan menyodorkan makanannya kepadaku.

"Yey, sudah kuduga kau membawakan ini untukku wahai Bintang, tahu aja sahabatnya kelaperan abis pingsan." ucapku dengan nada memanja.

"Alay ah lo, cepet makan udah gitu kita pulang." gerutunya padaku.

Kami bertiga pun makan ditempat yang sama, bedanya Bintang dan Raka makan nasi padang dan aku hanya bubur polos. Terlihat menggiur dimata rendang nya, tapi Bintang melarangku memakannya karena katanya aku masih harus makan bubur polos.

Selepas makan kita semua bersiap-siap untuk pulang. Raka akan mengantar ku, karena Bintang sudah dijemput oleh supirnya.

Di depan gedung puskesmas Raka menyimpan motor vespa nya yang berwarna biru. Lucu rasanya di zaman yang banyak laki-laki menggrendungi motor matic bahkan mobil sekalipun tapi dia memilih menggunakan motor classic ini.

Aku memakaikan helm yang diberinya, menaiki motor bersamanya diiringi sepoi angin sore, tapi sepertinya awan mendung. Aku mulai ketakutan hujan turun. Ku pegang erat-erat jaket yang dikenakan oleh Raka saat ini.

"Lo kenapa? Kedinginan?." tanyamya heran melihat tingkahku.

"Eng.. gapapa ko Ka." ucapku meyakinkan.

Angin mulai kencang dan hujan tiba-tiba turun begitu saja. Aku yang kala ini ketakutan dibuatnya memeluk Raka dengan erat. Raka langsung menepi di kedai kopi untuk tempat berteduh, aku langsung turun tanpa disuruh dan memeluk Raka untuk kedua kalinya tanpa pikir panjang. Aku benar-benar takut. Sungguh takut. Raka lalu membuka jaketnya dan memakaikan nya padaku.

"Lo gapapa kan Ga?." tanyanya sekali lagi untuk memastikan.

"Gue takut Ka, gue takuutt." lirihku sembari menangis dipelukannya.

"Udah gausah nangis, ada gue disini, lo tenang aja yah. Gak bakalan terjadi apa-apa sama lo selagi gue disamping lo." ucapnya menenangkan.

Aku mengangguk pelan mengiyakan apa katanya. Entah kenapa rasanya hatiku tenang setelah mendengar ucapannya tadi, ada gejolak dihati ini yang tak bisa kuhentikan, takut yang kurasa berubah menjadi bahagia.

Hujan setengah berhenti, masih ada gerimis setelahnya. Raka menyuruhku untuk pulang lebih segera karena langit mulai gelap, tapi aku belum berani jika hujan belum benar-benar berhenti. Akhirnya kita mengopi sejenak sembari melepas penat.

Aku belum bisa bersuara karena ketakutan tadi, dan sepertinya Raka juga berusaha tak bersuara dahulu karena ingin aku tenang terlebih dulu. Sampai akhirnya aku angkat bicara. "Maaf ya Ka, jadinya malah belum bisa pulang gara-gara aku." ucapku parau karena sisa tangisku.

"Gausah minta maaf mulu, lebaran juga belum." ledeknya.

Aku hanya terkekeh melihat tingkahnya. Dan malam itu menjadi perbincangan yang seru karena kita mulai bertukar cerita. Sampai akhirnya langit sudah sangat gelap dan hujan pun sudah tak turun ke bumi lagi. Aku dan Raka bergegas pulang.

Sesampainya di gerbang rumah dia pamit pulang karena sudah terlalu malam untuk sekadar minum teh.

"Gue balik dulu Ga." ucapnya

"Yah, take care Ka, makasih udah mau nganterin sampai rumah and maaf udah bikin repot."

Dia mengganguk dan berlalu pergi. Melihat punggungnya semakin lama semakin menghilang ada rasa yang tak bisa ku jelaskan. Lagi-lagi dia membuat hati ini tak karuan, dan teruntuk hari ini bisa dibilang aku teramat senang. Terimakasih Raka untuk hari ini. Aku harap kau terus seperti itu untuk esok hari.

Hallo kalian pembaca yang tercinta💙
Maaf baru update lagi niih, dari kemarin sibuk liburan hehehe.
Vote yaah kalau memang dirasa suka dan kasih saran kritik juga boleh jika dirasa ada yang kurang.
See u next time❤

Aku, Kamu, dan Apa Yang Kita Akan RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang