Mungkin kids zaman now sangat menggandrungi K-Pop, artis Korea dan semua yang berbau ke-Korea-an. Tapi tidak denganku. Semua yang berbau ke-Korea-an itu seperti mencungkil kembali luka lama yang sudah kukubur. Namaku Putri, aku seorang gadis berusia 29 tahun, dengan tubuh tinggi semampai (kalo bahasa kids zaman now bisa dibilang body goal), kulit putih, rambut coklat (bawaan lahir), mata coklat, bibir merah tipis, dan hidung mungil yang pesek. Mungkin bagi keluargaku, bisa dibilang kecantikanku di atas rata-rata anggota keluarga yang lain. Karena umumnya mereka berumur di atas empat puluh tahun. Aku berasal dari Bengkulu.
Petualanganku bermula saat aku nekad bekerja di Korea sebagai TKW. Aku bekerja di sebuah pabrik di Korea dengan upah yang bisa dibilang sangat lumayan dibanding di Indonesia ini. Dengan gajiku beberapa tahun belakangan, Alhamdulillah aku bisa membelikan ayahku sebuah traktor untuk menggarap lahan persawahan miliknya. Aku tinggal di sebuah asrama khusus TKW Indonesia, di kamar berukuran lumayan besar, cukup untuk aku menata perabot hasil "mungut" dari furniture buangan orang-orang Korea. Mungkin kalo di Indonesia, perabot tersebut bisa dibilang masih sangat layak pakai. Maklum mau irit, jadi kalo ada yang gratis kenapa engga.
Menginjak tahun ke enam di negeri gingseng ini, rasa bosan mulai menghinggapiku. Mimpi ingin dapet gaji lebih tinggipun mulai menari-nari di benakku. Walhasil, dengan iming-iming ingin dapat penghasilan lebih besar, sebelum habis kontrak keluarlah aku dari perusahaan yang sebelumnya menjadi sponsorku. Dan resmilah aku menjadi penduduk ilegal negeri ini. Aku kabur dari asrama, dan bermukim sementara waktu di rumah salah satu warga Indonesia. Hari - hari kujalani penuh kekhawatiran. Dan benar saja salah satu kekhawatiranku terjadi. Polisi imigrasi datang ke rumah tinggal temanku. Karena mereka mendapat laporan banyak penduduk ilegal di kawasan tersebut. Dan akupun terciduk.
Aku panik, jantungku berdebar sangat kencang seperti beduk yang sedang dipukul sangat kencang. Aku langsung berlari menghindari kejaran polisi imigrasi Korea. Aku berlari keluar rumah, spontan. Aku telusuri jalan raya yang penuh kemacetan. Saat itu aku memakai pakaian seadanya. kaos dan celana pendek tanpa alas kaki. Ku tapaki aspal panas di siang terik itu. Ku pacu lariku sepertikuda yang sedang menarik delman, semakin kencang dengan nafas terengah-engah. Ada saja hal yang menyebalkan terjadi, tiba-tiba ponsel yang ku taruh di saku celana bergetar sangat kencang, sehingga menghambat lariku. Dalam hati aku marah " siapa yang menelpon di moment seperti ini?". Berkali-kali ponsel tersebut terus bergetar, sehingga membuyarkan konsentrasi proses pelarianku. Langkahku gontai, perlahan menajdi pelan. Pandanganku seperti nanar, dan tiba-tiba ada yang mendekap tubuhku dari belakang sangat kencang......saat ku menoleh, ohhh polisi imigrasi Korea berhasil menangkapku. Ingin ku kutuk rasanya si penelpon itu.
Dan tibalah aku di sebuah tempat dengan jeruji tinggi, ku lihat pemandangan berbagai ras bangsa ada di tempat itu. Mereka melihatku aneh. Setidaknya nasib kami sama, yaitu sama-sama berada di dalam penjara imigrasi, dan kami adalah imigran gelap. Hari-hari kulewati di tempat itu, sampai akhirnya tibalah waktuku untuk dideportasi ke Indonesia. Saat itu, aku meminta salah satu polisi untuk membelikan aku tas. Dia bilang tidak bisa, dengan sedikit memohon, aku bilang masa kamu tega membiarkan saya pulang dengan membawa pakaian dibuntel menggunakan sprei, sudah seperti maling ayam saja. Untungnya polisi tersebut mau berbaik hati memberikan tas untukku.
Tanganku diborgol sepanjang jalan menuju bandara, aku sempat berontak, dan meminta mereka untuk melepas borgol dengan alasan kemanusiaan. Tapi mereka hanya tertawa, dan berkata, tidak bisa nanti kamu kabur lagi. Akhirnya ku siasati meminta mereka untuk menutup ke dua tangaku yang dibrogol ini menggunakan jaket. Setidaknya ini masih bisa menyelamatkanku dari rasa malu. Sesampainya di pesawat, saat akan berangkat petugas imigrasi tersebut melepas borgolku dan berkata, sekarang kamu sudah di pesawat dan sebentar lagi akan beangkat, jika kamu mau kabur silahkan, kamu bisa lompat dari jedela....mereka berlalu sambil tertawa puas. Dan meninggalkan rasa benci di hatiku.
Sesampainya di kampung, aku disambut seperti artis tenar, kehebatanku yang bekerja di Korea, sampai bisa merenovasi rumah dan membelikan traktor untuk orang tuaku sudah terdengar sampai ke pelosok desa. Mereka sangat mendewakanku. Andai saja saat itu mereka tahu, bahwa salah satu warga kebanggan mereka sempat menjadi imigran gelap dan dideportasi. Ya untungnya, namaku tetap harum dan menjadi pahlawan devisa. Mereka tidak perlu tahu bagian pahit perjalananku di negeri gingseng itu.

YOU ARE READING
Korea Sepintas Jalan
AdventureMungkin kids zaman now sangat menggandrungi K-Pop, artis Korea dan semua yang berbau ke-Korea-an. Tapi tidak denganku. Semua yang berbau ke-Korea-an itu seperti mencungkil kembali luka lama yang sudah kukubur. Namaku Putri, aku seorang gadis berusia...