bagian 28

63 7 0
                                    

Peristiwa sebelumnya,

Jae Geum memutuskan kembali ke puri, tak mungkin ia akan membawa bunga poppy ini kesana kemari yang ia yakini akan ada banyak mulut liar yang siap memberondongnya dengan pertanyaan dan petuah yang jelas akan sangat panjang, dia harus menyembunyikan bunga ini dari semua orang.

Dia tahu akan berbahaya jika ia ikut campur dalam masalah wabah akibah bunga itu, bisa saja keluarganya bahkan para penghuni puri terkena masalah karenanya, tapi entah mengapa ada sebuah dorongan kuat yang membuatnya ingin menumpas para pembuat wabah, bukan karena ia simpati pada para penduduk tapi lebih pada hatinya yang terus menyuruhnya terjun menyelidiki perihal bunga itu.

“Jae Geum-ah, kau mau kemana? “ suara itu membuatnya membeku seketika, Yang menepuk bahunya, “Jae Geum-ah, “ panggil lagi Yang karena tak mendapat jawaban.

Jae Geum dengan ekspresi kekhawatiran berbalik dan menatap Yang, “Eonni, “ jawab Jae Geum sedikit kikuk.

“Kau, mau kemana? “ Tanya lagi Yang dengan hal yang sama.
“Aku? Ah tidak kemana-mana.”
“Ah kalau begitu susul Chung Wo Na-ri ke puri, aku takut dia tak bisa membawa semua obat itu sendiri. “ Jelas Yang yang tentu saja langsung disambut hangat oleh Jae Geum.
“Ah, tentu saja, aku akan menyusulnya, sampai jumpa Eonnie.” dengan tanpa beban Jae Geum pergi.

Dia sempat berpikir kalau semua yang ia lakukan akan ketahuan tapi tidak, keberuntungan sedang berpihak padanya dia mendapat kesempatan emas yang tak mungkin ia sia-siakan.

Dalam perjalanan ke puri Jae Geum terus tersenyum dan bersiul senang, namun tiba-tiba dadanya sesak, nafasnya tersengal seperti baru berlari mengelilingi Daemosun, dipegangnya dada itu diketuknya beberapa kali namun tak ada reaksi, “Ada apa denganku? “ ungkapnya lirih bertanya pada tubuhnya yang seakan tak ingin di ajak kerja sama.
Nafasnya benar-benar tersengal, rasanya sangat sesak sampai ia meraih udara di depannya yang tak berwujud.

“Agasshi,  Gweanchanha?” seorang wanita datang dari arah belakang dan memegang tubuh Jae Geum yang hendak tumbang.
“Gweanchanha, kamapseumnida ahjuma.” Jae Geum berusaha berdiri dengan benar, menghalau pikiran buruk wanita itu yang sepertinya mengkhawatirkannya itu.
“Benarkah? “
“Ye, kamapseumnida.”
“Baiklah, istirahatlah kalau tubuhmu lelah. “ saran wanita itu bijak.
“Ye.”
“Aku harus pergi, hati-hati.”
“Ye, kamapseumnida ahjuma. “ ucap Jae Geum seraya membungkuk pada wanita itu yang berlalu darinya.

Entahlah ia juga tidak tahu mengapa dadanya bisa begitu sesak, padahal tak ada hal yang bisa menyebabkan ia kehabisan nafas, di ketuknyanya lagi dada itu dengan tangan menekannya pelan, ya sepertinya sedikit bekerja sesaknya sedikit menghilang. Dia harus segera sampai di puri sebelum kakaknya sadar ia ke kamarnya.

Saat memasuki puri tak ada hal yang janggal, puri seperti biasa tentu saja di penuhi para gisaeng yang wira-wiri.
“Agasshi, kau sudah kembali? “ seorang Gisaeng datang padanya dan memberi sebuah pertanyaan.
“Ye, aku akan membantu Chung Wo Arabeoni untuk membawa obat. “ tunjuknya pada arah balai obat yang memang searah dengan kamarnya.
“Ah, kau benar, apa keadaan disana belum membaik? “
“Belum, nona Heo, bisakah kau membantuku? “
“Apa yang bisa ku bantu? “
“Kau cari tahu dari tamumu tentang bunga poppy, hoh, kita harus mencari tahu kenapa mereka menanam bunga itu.”
“Kau curiga akan sesuatu? Apa menututmu mereka tak menanam itu hanya untuk pengobatan?”

Jae Geum menjentikkan jarinya, “Geure!! Kerajaan kita tidak memanfaankan bunga itu bukan, aku mohon nona Heo." pinta Jae Geum dengan memasang mata puppy eyenya.
“Arraseo, aku akan membantu. “
“Gumawo, “
“Ye… “

Jae Geum memang sangat beruntung kali ini, selama hidupnya di gibang ini seperti inilah caranya mengungkap apa yang ingin ia ketahui, tentu saja dari para gisaeng yang seakan selalu setia membantu setiap langkahnya.
Lalu ia memutuskan untuk pergi ke kamarnya dahulu, mengamankan bunga poppy yang tadi di curinya.

Life Of The Past ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang