Cennaya's Pov
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
..Tidak diinginkan siapapun..
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~"Cenna, aku bukan wanita yang mudah berpaling kelain hati. Selama kau setia padaku dan bertanggung jawab dengan cara memperlakukanku dengan baik maka aku akan terus bersamamu. Kurasa aku sudah menunjukkan perasaanku terhadapmu dengan begitu jelasnya dipadang bunga itu dengan menerimamu. Sungguh, aku tidak suka bila kau bersikap seolah-olah kau adalah pria yang sangat buruk hingga aku bisa meninggalkanmu dengan mudahnya karena asumsi negatifmu sendiri. Kau tidak seburuk itu, Cenna." Ucapnya.
Mateku... tidak tahukah kau bahwa ucapanmu ini sangat manis bagiku? Aku begitu terbius oleh ucapannya. Kurasa aku sudah khawatir berlebihan tadi. Seharusnya aku memanfaatkan kebersamaanku dengannya ini sebaik mungkin. Bukannya mengabaikannya dengan kekhawatiranku sendiri saat sedang bersamanya.
"Maafkan aku Rika. aku sama sekali tidak bermaksud untuk menuduhmu sebagai wanita yang mudah berpaling kelain hati. Kurasa, aku hanya...
Tunggu!
Aku mendengar sesuatu. Aku langsung menoleh kearah barat laut dari tempatku berdiri saat ini. Aku yakin dibalik semak-semak itu ada sesuatu. Namun kuyakin itu bukan hewan hutan. Aku memfokuskan segala indraku untuk dapat mengetahui siapa makhluk itu. Lalu, ketika angin yang berhembus menggerakkan semak itu walau hanya sedikit. Hal itu tetap dapat membuatku mengenali siapa dia. Dan, sial! Aku melihat matanya. Dan, siapa lagi yang memiliki mata itu selain dia?!
Sial! Sial! Sial!
Aku harus segera membawa Rika pergi dari sini. Dia tidak boleh melihat Rikaku. Syukurlah, ia memakai topi jubahnya.
"Sayang, kau harus pulang." Ucapku tegas sambil menyentuh lengannya. Aku segera mengambil lenteranya dan merangkulnya seerat mungkin denganku dan membawanya berjalan cepat. Disaat-saat seperti ini, perpisahan kami, hak kebebasan minimku yang akan dicabut hingga aku tidak bisa keluar sama sekali dari batas wilayah, keselamatan Rika dan resiko-resiko mengerikan lainnya terbayang dipikiranku.
Harusnya aku menolaknya untuk berteman denganku. Harusnya setelah menolongnya aku langsung pergi dan tidak pernah datang dihadapannya. Seharusnya aku tidak perlu kembali lagi setelah beberapa hari kepergianku itu. Seharusnya aku tidak membuatkannya rumah pohon. Seharusnya aku tidak mengajaknya jalan-jalan dan menghabiskan banyak waktuku dengannya. Harusnya aku tidak melamar dan bertunangan dengannya. Dan seharusnya seharusnya yang lain yang seharusnya tidak kulakukan.
Sial!
Aroma itu. Aku tahu dia mengikuti kami. Aku harus mempercepat jalan kami.
"Cenna, aku kelelahan bila harus pulang kerumah sambil berjalan cepat seperti ini." ucapnya letih. Akupun menghentikan langkahku untuk melihatnya. Benar saja. Dahinya bercucuran oleh keringat. Maafkan aku, mateku. Maafkan aku.
Samar-samar aku mendengar suara tawa cekikikan tertahan yang keluar dari wujud serigala walau pelan sekali. Aku sadar bahwa ia sudah tidak mengikuti kami lagi. Ia telah pergi. Dia telah mendengar permintaan Rika. Dari situ ia pasti tahu bahwa Rika adalah manusia. Aku merasa gagal malam ini. Sungguh, aku merasa sangat buruk malam ini.
.........
Ketika telah sampai dirumahnya rasanya aku tidak ingin mengucapkan selamat tinggal ataupun sampai jumpa seperti biasanya karena aku bahkan tidak tahu apa aku bisa bertemu dengannya lagi atau tidak. Aku tidak suka dan tidak ingin bertindak seolah-olah aku akan berpisah darinya. Namun faktanya aku hanya memandangnya dan mencoba menghafal wajahnya agar aku bisa selalu mengingatnya.
Tidak akan ada yang tahu apa yang akan terjadi esok. Bila memang aku sudah tidak bersamanya lagi suatu hari nanti aku ingin selalu mengingat sosoknya sebagai kenangan terindahku.
Syukurlah Rika menganggap bahwa aku khawatir dengan tikus-tikus yang mengganggu tanamanku, sehingga aku tidak perlu memikirkan alasan lain. Selain itu, kami akan saling tidak bertemu untuk sementara waktu. Sejujurnya walau menyebalkan tapi itulah yang dia butuhkan saat ini. Dia tidak boleh bersamaku dulu untuk sementara waktu.
..........
Kini aku sedang berjalan pulang sendiri setelah mengantar Rika dengan wujud asliku. Seharusnya aku memikirkan banyak hal malam ini. Namun, tidak. Aku tidak ingin memikirkan apapun malam ini. Aku butuh berjalan-jalan pelan dimalam hari untuk menjernihkan pikiranku sebelum aku tidak bisa mengendalikan pikiranku sendiri dan bertindak emosional. Aku berjalan dan terus berjalan. Berjalan dihutan gelap yang tersinari oleh cahaya bulan & bintang.
Satu-satunya yang aku inginkan saat ini adalah pulang kerumah dan memeluk beta. Mungkin aku bisa bertanya bagaimana cara beta tetap bertahan setelah matenya meninggal dunia.
..........
Ketika sampai dirumah, aku melihatnya dihalaman rumahku dengan wujud aslinya. Tentu saja itu bukan betaku. Ketika melihatku ia tersenyum menyeringai dan bangkit dari duduknya sementara akupun menghampirinya.
"Kau? Sedang apa kau disini?" Tanyaku masih dalam wujud srigala yang tentu saja suaraku tidak akan terdengar oleh siapapun kecuali makhluk sejenisku dan hewan hutan lainnya.
"Hahaha kau bertanya seolah-olah kau tidak mengenalku, Cennaya."
"Jangan disini. Kita bicarakan diladangku."
.........
Sesampainya diladang, aku diam dan menunggunya berbicara. Namun, diapun hanya diam memandangku juga. Entah apa yang ada dipikirannya. Aku tidak tahu dan aku tidak mau tahu.
"Kenapa kau tidak bilang padaku bahwa kau telah memiliki mate?" tanyanya dengan nada seolah-olah ia adalah kawan karibku.
"Bukan urusanmu aku sudah bertemu mateku atau belum." Jawabku datar. Ia tergelak kecil mendengarnya.
"Hahaha, tentu saja bukan urusanku. Siapa yang peduli kau sudah bertemu dengan matemu atau belum. Kau harus ingat Cennaya bahwa aku sama sekali tidak peduli denganmu. Lagipula, siapa yang peduli denganmu selain betamu itu? Bahkan, siapa ayahmupun tidak ada yang mengetahuinya termasuk dirimu sendiri, bukan? Lihatlah, ayahmu saja tidak peduli denganmu dan tidak pernah bertemu denganmu. Lalu untuk apa aku peduli denganmu?" Ucapnya dengan nada meremehkanku. Tidak diinginkan siapapun. Kalimat itu seringkali dijadikan bahan untuk merendahkan aku yang berada dikasta yang memang sudah rendah ini.
"Lalu untuk apa pertanyaanmu sebelumnya? Bila memang kau tidak peduli dengan hidupku, Pergilah! Jangan ganggu atau ikut campur dengan urusanku!" Ucapku datar.
"Hahaha, lihatlah dirimu. Lagi-lagi kau mengira seolah-olah aku memerdulikan hidupmu. Asal kau tahu saja bahwa Aku. Bertanya. Tentang. Dia. Bukan. Tentang. Mu."
Aku diam. Aku mampu mengendalikan emosiku bila berkaitan dengan hidupku. Namun bila berkaitan dengan orang yang kucintai atau kusayangi? aku belum yakin bila aku bisa mengendalikan diriku. Kini ia tengah menyeringai memandangku. Kurasa, ia memang ingin memancing amarahku.
"Hei, Cennaya. kenapa kau tidak memberitahuku bahwa kau memiliki mate yang manis....
Sial! Dia memang benar-benar ingin memancing amarahku! Ingin rasanya aku menggeram saat ini. Namun aku tidak boleh menunjukkan amarahku sedikitpun saat ini atau ia akan semakin bertindak diluar batas.