Cakrawala masih terang, awan tipis menyelimuti matahari tidak lagi membuat cahayanya berwarna kuning terang melainkan lembayung oranye. Di sinilah aku duduk, di sebuah meja kantin yang menghadap ke lapangan. Dari sini, aku bisa melihat organisasi basket sekolahku tengah latihan untuk pertandingan pekan depan.
Kelas sudah usai sejak satu jam lalu. Namun, pulang cepat hari ini tampaknya bukan menjadi pilihanku. Bukan lantaran aku malas pulang ke rumah atau ingin nongkrong di sekolah seperti orang kurang kerjaan, tapi hari ini adalah jadwal latihan olimpiade geografi. Benar, geografi menjadi mata olimpiadeku sekarang. Sebelum pulang, aku memutuskan untuk melanjutkan cerita tadi pagi yang masih mengambang.
Kukeluarkan buku cokelat beserta pena hitam dengan casing biru muara.
•••
Rencana-Nya adalah yang terbaik untukku.
Di sinilah aku sekarang, duduk di lobi Hotel Pangeran City bersama wajah-wajah asing. Hanya Vania Clarabella yang aku kenal. Dia adalah teman sekelasku yang mendapat berkesempatan untuk melanjutkan langkahnya ke tingkat nasional dengan mata olimpiade IPA. Gadis berkacamata yang akrab dipanggil Ella itu sudah datang lebih dulu bersama mamanya.
"Re!" Panggilnya seraya melambaikan tangan ke arahku.
"Udah lama kamu datang, El?" Tanyaku basa-basi.
"Banget, Re." Ujarnya sambil menghela napas panjang. Kurasa dia kelelahan menunggu. Sebenarnya bukanlah niat untuk berlama-lama di jalan. Aku datang bersama Pak Wawan, Sekjen Dinas Pendidikan Kota Bukittinggi; Bu Netti, guru pembimbing dari sekolahku; dan Hanna Hafizah, siswi MTsN 2 Bukittinggi dengan mata olimpiade IPS, sama sepertiku.
"Kenalin, El." Aku bergeser ke arah kanan berusaha memperlihatkan sosok yang berdiri di belakangku, "Hanna." tambahku sambil menepuk pelan pundaknya.
"Ella," Mereka berdua saling berjabat tangan.
Bu Net memanggil kami untuk mendekat ke meja resepsionis. "Kunci kamar," jelasnya sambil menunjuk ke arah kartu kamar yang masih melekat di tangan salah satu resepsionis hotel.
Ella tiba-tiba menyikut, "Kita sekamar ya, Re!"
"Oke," Aku tersenyum sambil mengangkat sebelah alis.
Mataku bertubrukan dengan salah seorang cowok bertubuh tinggi yang ikut antre di meja resepsionis, dia berdiri di sebelahku. Tubuhnya begitu menjulang dan kekar. Awalnya aku pikir dia adalah anak SMA yang akan check out karena jadwal pelatihan olimpiade diawali dari tingkat SMA, sedangkan untuk SD dan SMP dilaksanakan mulai hari ini.
Setelah segenap informasi sampai ke telingaku, ternyata nama cowok itu adalah Daffa Audino, peserta olimpiade IPS dari Kabupaten Solok. "Makan apaan dia, El? Tinggi bener." ucapku takjub melihat cowok bernama Daffa itu.
"Ini kartu kamarnya, 317 di lantai 3." Ujar petugas resepsionis seraya menunjuk ke arah nomor yang tertera di kartu. Aku dan Ella mengangguk. Temanku yang satu lagi, Hanna, mendapat teman sekamar bernama Syifa Andini. Gadis manis berlesung pipi itu berasal dari Kota Payakumbuh. Ella dan Syifa sebelumnya sudah saling kenal kerena mereka sama-sama mengikuti pelatihan nasional di Jakarta. Tega sekali Ella tidak mengenalkannya kepadaku. Alhasil, aku sendiri yang bertanya dan memperkenalkan diri.
Kami--aku, Ella, Hanna, Syifa, dan Bu Net--naik lift menuju lantai tiga. Beruntung kamar kami berada di lantai yang sama, jadi jika ada urusan penting tidak perlu jauh-jauh naik turun lift.
Ting
Pintu lift terbuka menampilkan suasana lantai tiga dengan aroma yang khas. Aku berbelok ke arah kanan, kamarku bersebelahan dengan lift. Kamar Bu Net berada tepat di depan kamarku. Sedangkan Hanna dan Syifa berbelok ke arah kiri, kamar mereka masih dalam pencarian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Science ✅[END]
Teen Fiction#3 osn 130719 OSN Palembang 2016 Based on True Story Ini bukan ceritaku, tapi cerita kami. Hanya ingin bernostalgia lewat kata-kata bersama memori di ruang ingatan. Kupersembahkan cerita ini untuk kalian, DUA BELAS MERPATI yang mengajariku arti per...