Ava Argani
Jantungku berdebar begitu kencang seperti sedang meronta hendak keluar dari rogga dadaku. Aku tidak bisa melepaskan pandanganku darinya saat kepalanya bergerak mendekatiku. Aku sudah menduganya namun aku tidak menghindarinya. Ada rasa penasaran, gelisah, cemas sekaligus canggung yang menyatu dalam dadaku, namun sekali lagi aku tidak ingin menghindar atau menolak. Mataku bekerjap sebentar saat perlahan bibirnya mengecup pelan bibirku yang setengah terbuka. Hanya beberapa detik.
Perlahan dia menjauhiku dan memandangku penuh arti. Aku terlalu malu untuk kembali memandangnya. Suara deheman-nya membuat kepalaku bergerak memandangnya ragu. Kulihat ada senyum tertahan di bibirnya. Aku kembali menunduk dan menggigit bibirku kemudian berjalan cepat menghindarinya.
"Va!" Dia menarik taganku dan menghentikan langkahku. Aku masih membelakanginya saat kurasakan sebelah tangannya melingkar di pundakku.
"Aku juga deg-degan. Aku juga nervous tau!" bisiknya, namun ironisnya aksinya itu justru membuat semua bulu ditengkukku merinding. Aku jauh lebih gugup daripadanya. Aku yakin itu.
"Kamu? Nervous?" aku bertanya dengan nada tak percaya sekaligus cara untuk membuatku tidak tenggelam dalam rasa asing namun menyenangkan ini. Meski tak kupungkiri kalimatnya barusan sedikit membangkitkan rasa percaya diriku.
"Ya..."
Aku tertawa setengah mendengus tanpa berusaha melepaskan diriku dari rangkulannya.
"Ini ciuman pertama kamu kan?" Dia melirikku dan membuatku mendesis dan memukul lengannya pelan. Kedua tangannya kali ini berpindah meraih pundakku dan membawaku berhadap-hadapan dengannya.
Ia menghela napas tanpa melepaskan sedetikpun pandangannya dariku.
"Kamu jangan terlalu terbebani dengan Tania. Jangan merasa kamu merebut sesuatu darinya." Dia kembali mengingatkanku dan aku hanya bisa mengangguk kecil. Kali ini dia menarik napas lega masih sambil memandangku. Aku tersenyum tipis dengan pandangan yang tidak ragu menjelajahi setiap inci wajahnya.
"Kita makan di sini atau keluar?" Dia memberiku pilihan.
"Kita order aja? Aku nggak tahu cara menutupi pipiku yang agak bengkak ini." Katanya lirih.
"Oke." Dia mengangguk setuju dan kemudian berjalan meninggalkanku.
"Va! Berapa umur kamu?" Dia tiba-tiba bertanya dengan mata yang tidak berpindah dari layar ponselnya.
"Kamu nggak tahu berapa umurku?"
Dia mencuri pandang ke arahku sebentar kemudian tersenyum.
"Aku tahu seharusnya aku banyak tahu segala hal tentang orang yang aku sayang but...."
"But...." Aku menaikan kedua alisku. Dia masih tersenyum dan kembali melangkah mendekatiku. Ia sedikit menunduk dan mengunci pandanganku.
"Va, jatuh cinta sama kamu adalah sesuatu yang diluar dugaan." Aku menelan ludahku karena kata-kata ini sedikit menyinggung perasaanku, entahlah apakah ini sebuah hal yang luar biasa atau pengingat bahwa aku bukanlah tipe perempuan yang akan membuat ia lansung jatuh cinta.
"Semua tentang kamu yang terlihat di mataku seperti nggak memberi kesempatan padaku untuk memikirkan hal yang lain...oke aku nggak mau ini terdengar aneh...atau..." Dia terdiam. "I just don't care about anything else but you..."
"Seandainya saat ini kamu mengatakan bahwa usia kamu ternyata 50? So what?" wajahnya menampakkan ekspresi menggoda.
Aku mendesis dan tertawa kecil sekaligus mengusir pergi segala rasa raguku yang jujur masih sering mengganggu hatiku.
KAMU SEDANG MEMBACA
SAUDADE (Fly Me High) - BACA LENGKAP DI STORIAL.CO
RomanceKisah tentang dua orang yang masih punya harapan untuk cinta