5. Kenangan Pahit

33 9 1
                                    

Rudi ayah Lisa merasa sulit tidur hingga kemudian ia bangun dari ranjangnya dan pergi keluar rumah. Waktu itu mereka sedang berlibur kerumah neneknya yang tidak begitu besar jadi Rudi dan Lilis harus berbagi kamar dengan Lisa kecil pula. Lisa yang memang hanya pura-pura tidur itu pun ikut bangun dan menyusul ayahnya setelah ia memastikan bahwa Lilis tidak terganggu dengan gerakan-gerakan yang mereka timbulkan.

Saat Lisa hendak menyusul Rudi,  langkahnya terhenti kemudian ia malah bersembunyi di balik pintu. Bagaimana bisa anak sekecil itu kuat untuk menahan ketakutan yang begitu besar.

Lisa melihat sendiri bagaimana pedang samurai itu menghabisi ayahnya tanpa ampun. Seolah ayahnya sudah melakukan kesalahan besar dan pantas untuk memperoleh hukuman itu. Lisa kecil menangis disudut pintu rumah neneknya. Ia tak mampu berbuat apa-apa. Ia ingin menolong ayahnya. Namun tubuh kecilnya terlalu takut untuk melangkahkan kaki membela ayahnya. Ia hanya mampu terdiam sambil terus menyaksikan bagaimana kemudian ayahnya meninggal dengan pedang yang tertancap tepat di perutnya.

Lisa kecil terduduk dan terus menangis. Lilis kemudian tersadar dari tidurnya dan mendapati Lisa yang sedang menangis di pojok pintu sambil terus memandang keluar pintu.

"M..Mama..P..Pa..papaaaaa.. ma"Lisa kecil pun menangis sejadi-jadinya.

"Lisa...bangun sayang..kamu kenapa?" Lilis kemudian memeluk anak semata wayangnya itu. Ia merasakan bagaimana ketakutan itu kembali menghantui Lisa. Bisa dibayangkan anak sekecil Lisa yang baru berumur 5 tahun dihadapkan dengan hal seperti itu tentu akan sangat meninggalkan luka yang mendalam bahkan sulit untuk dilupakan sampai kapanpun.

Lisa terbangun dari mimpi buruknya. Lagi dan lagi. Mimpi itu lagi. Ia bersyukur selalu bangun dalam pelukkan ibunya.

Lisa kemudian memeluk erat tubuh tua renta itu. Menyadari bahwa ibunya ada disini ia merasa sangat senang dan lega. Ia takut. Takut kalau-kalau ibunya akan meninggalkannya seperti ayahnya dulu. Selama ini ia selalu berdo'a untuk keselamatan dan kesehatan ibunya.

"Lisa... kamu dengar ya ibu nggak akan pernah ninggalin kamu..kamu tenang ya." Tangis Lisa semakin menjadi. Lilis selalu memanggil Lisa dengan sebutan Ica. Namun setelah kejadian tragis itu Lilis memutuskan untuk mengganti panggilannya untuk Lisa. Ia takut Lisa akan kembali terpukul mendengar nama itu. Ica. Nama yang diberikan ayahnya itu. Harus ia lupakan agar Lisa mampu bangkit dari keterpurukan. Dan berhasil. Lisa kini sudah tumbuh dewasa dan sukses. Namun entah mengapa mimpi itu kembali lagi. Setelah Lisa berhasil move on dan berhasil melanjutkan hidupnya. Mungkinkah ada yang salah dalam penanganan kasus ayahnya itu? Atau perasaan bersalah Lisa lah yang membawa kembali mimpi buruk itu?

"Apalagi yang kurang? Pelakunya padahal sudah tertangkap bahkan divonis penjara seumur hidup?" Lisa kemudian memegangi dahinya mencoba mengingat kembali kasus lama itu. Maklum pada saat itu dia masih kecil. Apa yang dapat diingat oleh anak kecil selain takut?

Seorang suster kemudian menghampirinya di Apotek.

"Lis, kamu di panggil dokter Aris ke ruangannya."

"Baiklah. Terima kasih Sus" Lisa kemudian menghampiri dokter Aris diruangannya dengan masih dibebani pikiran-pikiran mengenai kasus ayahnya itu.

"Iya dok. Ada yang bisa saya bantu?"

"Banyak. Sini duduk"

"Dok, ini serius kan. Nggak main-main kan?" Lisa kemudian ragu-ragu untuk duduk. Ia taunya dokter Aris itu orang yang suka main-main. Seperti pada awal bertemu.

"Enggak. Aku lagi bingung nih. Ngitung dosis yang sesuai untuk kasus ibu ini." Aris pun menyodorkan selembar kertas berisi rekam medik pasien.

"em.. yaudah deh" Lisa pun kemudian duduk setelah awalnya ragu-ragu.

Primus AmorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang