Rahasia Toska

176 42 6
                                    



Toska menggerakkan kakinya dengan gelisah. Berulang kali menghentakkan kaki berharap Demian menangkap isyaratnya. Bau jeroan ayam bercampur dengan bau busuk kotoran membuat gadis itu mual. Kepalanya mulai berdenyut nyeri. Sudah lewat jam 7 malam, Toska harus segera pulang sebelum dentang jam di rumahnya berbunyi nyaring, kalau tidak dia akan....

Mengabaikan wajah berlipat Toska, Demian menyeret gadis berusia 13 tahun itu keluar.

"Satu tempat lagi dan kita bebas dari tugas menyebalkan ini."

"Tapi Demian, aku harus segera pulang."

"Aku telpon mamamu sekarang. Setelah ini aku antar." Demian mengeluarkan ponsel.

"Tidak, aku harus pulang Demian, mama juga pasti menyuruhku segera pulang. Kami tidak boleh...."

Toska menelan ludah, tidak melanjutkan kata-katanya, pura-pura tidak melihat Demian yang menatap wajahnya dengan penuh selidik.

"Lupakan! Ke mana kita setelah ini? "

Sekarang Toska yang berlari, menarik tangan Demian, menembus kerumunan orang yang menonton karnaval.

"Kios Madame Aline, di ujung blok ini." Demian melambatkan langkahnya, bergerak mengambil tempat di depan Toska, melindungi gadis itu dari kerumunan orang yang semakin rapat.

Tugas mendadak yang tidak masuk akal. Menguji loyalitas kata kakak senior mereka.

Huh! Memberi tugas wawancara dengan sederet narasumber yang super aneh dengan tenggat waktu hanya 2 jam!

Sejak satu jam yang lalu mereka sudah bertemu dengan tukang pangkas rambut yang hanya menerima gigi tanggal sebagai pembayaran, tukang roti yang meminta mereka memakan akar pahit sebagai syarat untuk wawancara, dan yang terakhir, seorang agen ayam potong yang memaksa Toska menggantikan tugas membersihkan usus ayam selama 20 menit wawancara mereka. Mengingat kembali usus berlendir dengan kotoran hijau bercampur sekam membuat perut Toska bergolak lagi.

Satu lagi, dan Toska bisa segera pulang. Mama sudah berkali-kali memberi peringatan bahwa ada jam malam bagi kaum mereka. Toska bergidik ngeri, dia sudah pernah melanggar jam malam itu. Masih lekat dalam ingatannya ketika dentang lonceng bergema di kepalanya. Tubuhnya menjadi lembek tanpa tulang, napas menjadi tercekat dan dia jatuh ke tanah. Perlahan-lahan dia merasa melumer, daging terlepas dari tulang dan dia hampir hilang melesak ke dalam tanah. Untung saja waktu itu Papa datang dan menyelamatkannya.

Tidak! Toska tidak mau lagi berada dalam situasi mengerikan itu.

Kios Madam Adeline tampak suram, Toska mempercepat langkahnya, setengah menyeret Demian.

"Cepatlah Demian! 20 menit sebelum jam 8. Lima menit wawancara ya, selesai tidak selesai, aku akan pergi pulang!"

Toska menerobos masuk. Denting lonceng berbunyi begitu pintu terbuka.

Toska melirik lagi jam tangan. Lima belas menit lagi. Aku harus pulang!

Tanpa berpamitan kepada Demian, Toska berlari berusaha menembus kerumunan , membelah trotoar memacu kakinya sekuat tenaga.

Sepuluh menit berlari sepanjang dua blok, lima menit dari jalan setapak menuju rumah.

Paru-paru Toska seperti akan meledak setelah melewati satu blok. Kerumunan orang masih terlihat. Pawai kendaraan menghalangi jalan menuju pulang. Sial! Waktunya tinggal 5 menit lagi.

Toska maju bergabung dengan peserta karnaval mencari celah. Begitu terbebas dari rombongan, Toska berlari kencang, kepalanya mulai pening dan dia berusaha sekuat tenaga menahan diri supaya tidak terjatuh. Seluruh tulangnya seperti mengkerut, dia merasa dagingnya mulai mencair. Tidak! Sedikit lagi. Lampu teras rumahnya sudah terlihat. Sambil menyeret langkahnya yang mulai berat, Toska menggapai-gapai selangkah demi selangkah. Begitu tubuhnya menyentuh tangga teras, Toska jatuh. Terengah-engah dia mengerang, berusaha berteriak memanggil mama. Tapi tidak ada suara yang keluar. Dengan lemah dia melirik jam di tangannya Pukul 8.10. Aku terlambat 10 menit!

Toska hampir menangis. Suara pintu yang dibuka membuatnya tersentak. Pipinya disentuh tangan dingin mama.

"Toska, kau terlambat 10 menit. Apa yang kau rasakan sekarang?"

Toska mengerjap, memicingkan mata berusaha melihat dengan jelas.

"Mama, aku mencair? Aku sudah hilang? Aku terlambat mama..." Toska mulai terisak.

Mama tertawa geli, menepuk pipi Toska yang masih tergeletak.

"Masih percaya dengan kutukan itu? Putriku sudah besar, sudah bisa menjaga diri. Bangunlah!"

Mama membantu Toska berdiri, masih terkikik memapah Toska masuk ke dalam rumah.

"Tapi ma, Dulu aku mencair! Aku terlambat dan aku mencair! Mama selalu menakut-nakutiku dengan peristiwa itu!"

"Tentu saja. Kami memantrai setiap anak yang berumur kurang dari 10 tahun untuk menjaga mereka. Kalian memang harus ditakut-takuti, kalau tidak, kalian akan pergi bermain sampai lupa waktu dan lupa pulang."

Toska terperangah, merasa amat kesal dengan tahun-tahun yang dihabiskannya dengan ketakutan menjelang jam 8 malam. Dengan sebal dia menepis tangan mama lalu menendang tulang kering wanita itu keras-keras.

"Mama jahat!"

Rahasia Toskaحيث تعيش القصص. اكتشف الآن